Tante ajeng duduk di bangku kemudian menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Baju kebayanya yang berwarna hijau terang kini terasa pucat oleh suasana hatinya. Perlahan kepalanya menunduk lalu bahunya bergetar.
Aryo mendekat dan memeluk pundak Tante Ajeng.
"Andre, dirimu benar -- benar sesuatu banget!" katanya benar -- benar dongkol.
***
BAGIAN ENAM : PERGI
Aku tidak ingin terjebak dalam romansa pilu seperti ini. Ilusi yang merantai benak.
Berhadapan dengan para pria dengan busana yang begitu minim telah menimbulkan hasrat yang nyaris tak terkendali. Ada apa denganku?
Saat logika bermain dengan rasa, tabrakan keras membuat jantung ini seolah ingin melompat keluar.
Ada sesuatu disana yang menangsi dengan perih. Bersembunyi di dalam lorong- lorong hati. Beringkuk karena selalu merasa disakiti. Noda dalam harga diri. Kisah yang tersimpan rapih. Sampai kapan ayah? Sampai kapan kau akan terus memandangku sebagai orang yang seharusnya? Aku Cuma anak kecil.
Tuhan... Apakah jalan ini akan menuju neraka? Entahlah.
Aku melepaskan benakku keluar jendela. Awan putih sesekali mengguncang badan pesawat. Walau kepalaku sedikit nyeri tapi aku merasa lebih lega.
Aku... tidak lagi sama. Aku tidak ingin menjadi sama.