Mohon tunggu...
Jasmine
Jasmine Mohon Tunggu... Wiraswasta - Email : Justmine.qa@gmail.com

Just me, Jasmine, just a tiny dust in the wind

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Cerita Aneh dari Giriomote

19 Januari 2017   18:11 Diperbarui: 19 Januari 2017   18:17 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Ya, ya. Baiklah, Nenek Sok Tahu.”

Tak memakan waktu lama, dengan menumpang bahtera bambu seadanya, aku berhasil menyeberangi danau kuno yang permukaan airnya tak nampak karena tertutup rapat oleh tanaman Lili Air terbesar di dunia, daunnya selebar tampah atau nyiru untuk menampi beras. Lili air itu bernama Victoria Amazonica.

Kutambatkan rakit seerat mungkin. Iya, setelah trauma melihat desa yang lenyap tetiba berikut kamera dan gerombolan domba perompaknya, aku memang khawatir rakit inipun akan menghilang begitu saja.

Kali ini sebuah parade melintas lambat. Membuat lelangkahku tersendat. Satu keluarga besar dengan segala hal tentang mereka yang serba besar –bahkan bayi mereka pun sulit untuk tidak dikatakan besar– terkecuali matanya (yang entah bagaimana kurasa itu menjadi penyeimbang). Sebab kalau matanya juga besar, mereka takkan tampak cantik, dan sisi kelembutan mereka juga bisa hilang. Dengan kaki-kaki raksasa penopang bobot ribuan kilo itu, mereka santai melenggang gemulai tepat di hadapanku. Ooh, mendadak aku serasa tengah menonton sirkus.

“Tak ada sirkus di hutan!” sesuara itu bicara. Sepertinya bukan Jie si Nenek Sok Tahu karena nada suaranya geradakan, seperti terlontar dari tenggorokan yang sudah sangat karatan.

“Sirkus adalah simbol tirani manusia penuh syahwat menjijikkan. Segalanya ingin kalian kuasai. Jangan bicara soal sirkus di sini karena itu sangat melukai rimba ini. Bukankah sudah kukatakan untuk bicara hati-hati?” suara lain terdengar. Kurasa kali ini si Nenek Sok Tahu yang bicara.

Baiklah, baiklah. Dan aku tertunduk mengendap-endap, agar tak mengganggu percakapan keluarga itu, mereka yang telah begitu setia menjadi penganut matrilineal sejak diturunkan Mammoth, leluhurnya berabad-abad silam.

Aaarrrgggh!

Aku terlonjak. Jerit parau itu melengking tiba-tiba. Amat menulikan telinga. Lalu hidung panjang yang luar biasa fleksibel itu terangkat tinggi-tinggi.

“Oh, ya, halo juga!” aku membalas salam dari ketuanya yang bertubuh paling bengkak diantara para kerabat perempuannya itu. Merekalah betina yang selalu penuh percaya diri dengan badan bongsornya. Tak mengenal diet walau, yea, menu utama mereka tak lebih dari sayuran.

“Dasar kau ini! Apa kau pikir mereka tengah menyapamu, hm?” sesuara cempreng menimbrung. Mungkin Row? Ah, bisa juga Lou. Entahlah...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun