Mohon tunggu...
Jasmine
Jasmine Mohon Tunggu... Wiraswasta - Email : Justmine.qa@gmail.com

Just me, Jasmine, just a tiny dust in the wind

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Cerita Aneh dari Giriomote

19 Januari 2017   18:11 Diperbarui: 19 Januari 2017   18:17 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sini pun tak ada dogma. Gerah? Di rimba ini aku bebas telanjang, berkeliar tanpa baju. Akupun tak perlu berkecil hati manakala jejari menuding agamis, eksklusif, asosialis, bahkan...teroris. Aku tak perlu risau didakwa sebagai korban doktrinisasi.

Di sini aku tak khawatir membujang, dicekik kesepian lalu menjadi penyintas yang buta kelamin. Di kemurnian rimba ini naluri hewanku, feromonku, akan pandai mengenali lawan jenis dengan sangat baik. Dan akupun boleh berganti pasangan kapanpun syahwatku menginginkannya. Hukum rimba tak kenal pasal pemerkosaan. Rimba tak mengangkat pejabat hakim berjubah kotak-kotak yang melulu sibuk mengkotak-kotakkan ini poliandri, itu poligami. Dan ya, di sini aku bisa seoportunis mungkin. Menjadi perampok bebiji ara kapanpun perut laparku menitahkan. Hukum rimba tak berisi pasal anti korupsi.

“Lalu akan kau kemanakan akal sebagai rahmat dari Tuhanmu, wahai Nisanak?” Ki Yyaja bangun dari duduk silanya. Matanya tuanya tajam menuntut jawaban.

Ah, aki-aki ini... Mengapa orang tua selalu tak membiarkan jiwa muda bersuka ria? Mengapa mulut orang tua selalu berbau petuah? Mengapa tak ada orang tua yang sejalan dengan jiwa muda? Mengapa tak ada orang tua yang menyenangkan dan selalu membosankan? Yang lebih menyebalkan, mengapa orang tua acap benar? Eh, bukankah orang tua tempatnya dalam sarkofagus ber-fungus??

Sesuara itu kembali merajai telinga. Dan bisikan terakhir sukses menghasutku. Kuraih ranting ringkih yang tergeletak di atas tikar pandan. Sungguh, aku hanya menghentakkannya sedikit saja sekedar kesal. Namun efeknya luar biasa. Ki Yyaja jatuhlah tersungkur. Tulang keroposnya bergemeretak sesaat membentur akar-akar besar Sakishima Sappan. Lalu raga rapuh itupun membisu.

Aku tertawa. Tertawa dan tertawa. Sungguh tak menyangka akan semudah ini mengakhiri hidup. Ki Yyaja jelas telah berdusta. Bagaimana mungkin orang sesakti dia tak memiliki kekuatan Malaikat Pemutus Sukma, sedangku yang separuh gila inipun tak perlu merapal mantra menghabisi nyawanya. Kudetaku bukan hoax. Kudetaku tak butuh pasukan kavaleri beramunisi. Lalu aku bersorak, jingkrak-jingkrak sendiri, merayakan kepemilikanku atas Pertapan Pesepen ini. Hmm, syarat ketiga telah kutunai. Aku sukses menjawab tantangan Giriomote. Ya, aku takkan kembali. Aku akan bertahan di sini, menjadi penghuni tetap rimba ini, lembah nan perawan, damai dan indah, tenang dalam perlindungan sang perkasa, Giriomote...

[..Fin..]

Gambar : Dokpri
Gambar : Dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun