Mohon tunggu...
Jasmine
Jasmine Mohon Tunggu... Wiraswasta - Email : Justmine.qa@gmail.com

Just me, Jasmine, just a tiny dust in the wind

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Cerita Aneh dari Giriomote

19 Januari 2017   18:11 Diperbarui: 19 Januari 2017   18:17 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nyaris saja tawaku meledak, ketika tiba-tiba terdengar suara yang lebih keras lagi mendahului.

“Jangan tertawa! Dilarang keras menistakan mahluk apapun spesiesnya,” suara Jie-Qarin, entah darimana datangnya. Ia memang selalu muncul semaunya sendiri. Aku tak pernah tahu kapan tepatnya vice-versa sesuara itu. Ia dan saudara-saudaranya memang berkemampuan lebih. Kemampuan yang nyatanya lebih banyak dimanfaatkan untuk menindasku.

“Tadinya sekedar ingin tahu, berapa lama sih kawanan pandir itu melewati masa pelatihan? Bagaimana mereka bisa memindai kameraku sedangkan mereka dikenal sebagai pengendus rumput yang handal?” aku mencoba mlipir dari hawa yang mulai anyir. Naga-naganya perang mulut akan terjadi.

Dan benar terjadi. Sejak itu, kamipun bertengkar. Aku berteriak. Dan mereka akan balas membentak. Lalu di tengah kekacauan, akan terdengar suara menangis, memohon agar kami lekas berdamai. Namun suara itu akan ditindih dengan suara lain yang saling mempengaruhi agar gendang pertengkaran terus ditabuh. Kalau perlu, kemeriahannya tak pernah usai. Karena keuntungan bukanlah di pihakku. Makin ramai, makin hiduplah mereka.

Battle semacam ini sudah sangat biasa. Terjadi sejak lama. Pada akhirnya, akupun tersudutkan. Aku lelah. Tak lagi ambil pusing lagi. Lalu terduduk memeluk lutut, sambil komat-kamit merapal mantra yang pernah diajarkan. Mungkin karena kental najis, mantraku selalu membal.

“Nisanak...”

Teguran gembala tua itu, menegakkan lututku kembali. Sedang mantraku, bubar jalan, kocar-kacir tak keruan.

“Maafkan raga rongsok ini, karena telah mengganggu perjalananmu,” si Tua itu lanjut bicara. “Ini Bharal,” tongkat gembalanya menunjuk salah seekor domba yang tak umum. Kuku tunggalnya terbelah di depan.

Diam-diam aku meleletkan lidah pada si bodoh Bharal. Yang segera kusesali, sebab siapa akan mengira kalau ledekanku itu kemudian dibalasnya dengan suara mengembik yang sangat memekik, mengiris membran tipis di gendang telinga sesiapa.

“Hahaha!” sebuah suara segera mentertawakan ‘ketidak-lucuan’ barusan.

“Diaaam!” teriakku pada suara itu. Jie? Row? Lou? Patt? Mo? Persetan dengan nama-nama buruk itu, yang jelas familyname mereka Qarin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun