Tidak lama kemudian, pintu balai pertemuan keraton di bukakan dua orang hulubalang  (panjaga pitntu), nasuklah ki Jindul dan Paiman sembari membungkukan bada yang hampir berbarengan memberikan hormat kepada sang Ratu .
- Haieeey! Aden jangam bengong aja (yegur ki Jindul kepada Paiman).
+ Wuaduh maaf, Paman aku baru lihat dengan ke anggunan dan kecantikan wanita fi alam ini.
- Laaaa, jelas dooong  biasa lihat ikan  buntalÂ
+ Wasallam, Kanjeng Ratu ( sahut dua orang berbarengan), sambil merapatkan kedua belah telapak tangan kearah mukanya.
* Selamat datang ki Sanak (saudara) silahahkan duduk - / sapa sang Ratu.
* Janganlah kalian menyembah dengan secara bathin dengan jiwa secara utuh kepadaku, aku tidak berhak unuk menerimanya, yang berhak menerimanya hanyalah, Tuhan mu dan Tuhan ku , Sang Pencipta Semesta Alam (sambung sang ratu).
+ Baik Ratu, kami mengerti.
Ratu Samudra Selatan, melanjutkan pambicaraannya: Sesungguhnya dahulu aku manusia biasa, seorang putri Raja yang bernama Prabu Shindula, dan terlahir sebagai bayi yang punya penyakit kulit tak kunjung sembuh sampai dewasa, itulah takdir, yang tdak bisa di pungkiri (ditolak) dari Penguasa Alam Semesta dan itu sudaj hak Nya.
Pada suatu malam ayahku bermimpi .bertemu dengan orang tua berjubah putih kemudian ia berkata : Apabila penyakit putrimu menginginkan kesembuhan ssuruhla bersemedi/ bertapa mengasingkan diri, di pantai laut selatan di sebuah gua yang menghadap kearah lautan di hutan Pananjung.
Rama Prabu terbangun dari tidurnya setelah orang tua itu menghilang dari mimpinya.