***
Pukul delapan lewat lima menit pesawat yang membawa kami dari Hongkong menuju kota Tokyo mendarat mulus di Bandara International Haneda. Seluruh penumpang segera beranjak turun dari pesawat setelah menerima instruksi dari petugas termasuk aku dan Sarah, melangkahkan kaki keluar dari pesawat lalu bergegas menuju ruang tunggu penumpang. Enam jam waktu transit.
"Sarah, semoga kau bahagia dengan hidup barumu di sini" sergahku setelah melihatnya membawa koper kecil seperti bersiap - siap meninggalkan ruang tunggu.
"Terimakasih, Ali. Apapun yang sudah kuceritakan padamu saya ikhlas menerimanya dan saya sama sekali tidak menyesal apalagi menyimpan dendam" katanya sembari memamerkan senyum pertemanan.
"Semoga Allah selalu memberikan kelapangan untuk hatimu" sergahku lalu mengulurkan tangan menyalaminya.
"Terimakasih banyak, Ali" jawabnya membalas uluran tanganku.
"Oh ya, taksi yang menjemputku sudah menunggu dari tiga puluh menit yang lalu" katanya lagi seraya berbalik badan menuju pintu keluar kedatangan International.
***
Mengingat enam jam waktu transit yang terasa lebih dari cukup jika hanya sekedar berjalan - jalan di dalam bandara Haneda yang sangat luas. Tanpa berpikir panjang aku lalu melangkahkan kaki keluar dari pintu kedatangan International, melapor pada petugas jika saya tidak akan keluar dari bandara. Keluar dari pintu kedatangan, saya merasakan seperti berada di Tokyo tahun 1868 dengan interior Bandara yang membuat siapapun terkesima berada disana. Naik ke lantai dua saya melihat sebuah restaurant sederhana dengan label halal di depannya "Alhamdulillah" sergahku seraya melangkah memasuki restaurant itu, duduk di salah satu kursi di sudut restaurant, memesan steak sapi dengan jamur tiram. Selang tiga puluh menit, pramusaji datang membawa pesananku. "Thank you" sergahku menerima pesanan yang hanya dibalas dengan senyum khas perempuan Jepang, entah dia tidak mengerti bahasa Inggris ataukah, entahlah. Sembari menikmati pesanan tanganku bergerak membuka ponsel yang tidak kuaktifkan selama kurang lebih enam jam.
"Bagaimanapun keadaan perasaanmu padaku, do'aku akan selalu untukmu dan sejauh apapun langkahmu semoga Allah tidak membolakkan hatiku untukmu" isi sebuah pesan singkat yang dikirim Sakinah.
"Maafkan saya Sakinah sebab tidak menjaga perasaanmu" sergahku dalam hati sambil menghembuskan nafas. Jemariku kembali berkutat dengan ponsel.