Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Uban Om Ardi

21 Januari 2017   15:18 Diperbarui: 21 Januari 2017   15:24 907
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ya, beda lah Put. Warga disana kan nurut-nurut gak bikin pusing seperti warga disini." Tante Emi meletakkan secangkir teh hangat di hadapanku.

"Oh, ya? Masa sih tante?" aku bertanya dengan wajah serius.

Om Ardi dan Tante Emi hanya tersenyum, saling tatap, lalu tergelak. Mereka tidak mengeluarkan sepatah kata pun.

Aku mengerutkan keningku, mereka ini sepertinya diambang kegilaan, pikirku. Tidak menjawab malah tertawa terpingkal-pingkal.

***

Aku menutup hidungku cepat ketika aroma tak sedap menguar dan dengan gegap gempita memenuhi paru-paruku.

"Maaf ya Put, tante ajak jalan sini, ini jalan pintas. By the way, sudah pergi kok aroma wewangian ala Tomtom Hilfingernya." Tante Emi berkata dengan bumbu satir lalu tertawa termihik-mihik.

"Ya ampun tante, itu tadi bau tujuh rupa asalnya dari mana?" Aku berbisik lirih di telinganya.

"Dari istal dan kandang ayam." Tante Emi balik berbisik sambil menyeret ku untuk berjalan lebih cepat.

"Istal? Rumah kuda eh kandang kuda?"

"He-eh."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun