"Ini kembaliannya." Dengan susah payah bu Iceu merogoh saku celana jeansnya yang super ketat.
"Gak usah, buat bu Iceu saja, barangkali kucing saya nyolong lagi." Bu Seto nyinyir, lalu berpamitan.
"Saya juga pamit." Seru bu Iceu sambil melambaikan piring dan uang dua puluh ribuannya.
Aku menatap tante Emi heran.
"Jadi mereka itu ngapain kesini, kalau masalahnya bisa mereka selesaikan sendiri tan?"
Tante Emi tersenyum."Yah, mungkin hanya ingin berbagi aja Put. Berbagi omelan.” Tante Emi tertawa termihik-mihik.
"Eh, tapi kalau ada Om kamu nih, gak bakalan bisa begini. Pasti ada bab pendahuluan, pembahasan, dan penutup berupa kesimpulan, yang mana akan membutuhkan waktu yang lama."
"Oh ya?"
“Iya, semua hal harus jelas awal akhirnya.”
“Tante harusnya ngikutin apa yang Om lakukan dong, biar kompak gitu.” Aku protes.
"Ah gak pake Put. Om kamu kan kerja dari pagi sampai sore, nah, tante lah yang tiap hari ada di rumah. Otomatis banyak persoalan warga yang tante tangani. Memang sih Om kamu kadang gak suka cara tante menangani warga."