"Bagus," Kanjeng Nabi Musa menurunkan tongkatnya, "Aku hanya ingin mengetahui isi kepalamu sebelum aku lanjutkan perbincangan. Kau masih tetap Iblis yang sama dengan yang dahulu berhadapan dengan Eyang Kakung Adam dan Eyang Putri Hawa." Sekilas beliau melirik padaku, "Kangmas Nabi Harun punya pertanyaan untukmu, Iblis."
Beliau mundur selangkah. Itu artinya, perintah telah turun untuk memulai pembicaraan pada makhluk Allah yang istimewa ini.
"Hai Iblis. Apa yang kau lakukan di tengah-tengah kaum kami? Dan, mengapa pula kau mewujud dalam tulang dan daging manusia begini?"
Iblis tersenyum sebentar, lalu wajahnya diturunkan menghadap tanah.
"Aku menanti-nanti tibanya waktu berbincang dengan Baginda Nabi Harun sang orator ulung. Namamu tersebar luas di kalangan pejabat tinggi Luxor. Mereka sudah menimbang-nimbang untuk mengangkat anggota dewan dari kalangan budak Yahudi, dan dirimulah yang mereka calonkan. Namun, keburu datang wabah. Keburu jadi bangkai senator-senator itu."
Lagi-lagi, api dibelakang Iblis menari ceria mengiringi kalimatnya.
"Kau belum jawab pertanyaanku, Iblis. Tak usah kau putar-putar, hari semakin malam."
Wajahnya masih menghadap ketanah. Entah mengapa sepertinya ia tak kuat memandangi mata manusia berlama-lama.
"Baginda pikir, aku disini untuk Bani Israil?"
"Kau punya ribuan alasan untuk menggoda kaumku. Kau tak ingin Bani Israil tiba di Kanaan, dengan cara menggoda iman mereka agar terpecah belah. Begitu yang dulu kau lakukan kepada Eyang Kakung, begitu pula yang kau lakukan pada kami para cucunya."
"Mohon maaf, Baginda Nabi. Jika Paduka sudah yakin dengan jawaban tersebut, maka Iblis yang laknat ini tak perlu lagi memberi penjelasan."