Aku baru tersadar, ternyata tanpa perlindungan dari Allah, jauh sekali perjalanan kami ini dari kata aman. Aku sampai berandai-andai, bagaimana jika Firaun mengirimkan surat resmi pada negeri Jiran di Mesopotamia sana. Lalu, belum sempat kami tiba di Kanaan, sudah diringkus sebagai tahanan budak yang kabur, dan dikembalikan ke Mesir untuk dihukum mati. Habislah sudah nasib Bani Israil.
"Namun, ternyata bibit yang hamba sebar bertahun-tahun lamanya terbayar lunas kemarin ini. Haman sendiri yang menaruh curiga pada hamba. Haman, yang berkali-kali hamba berikan masukan cemerlang, yang ratusan saran hamba ia kerjakan lalu berhasil gemilang. Ia sendiri yang tak terima ditikung oleh anak buahnya dari belakang. Itu, Baginda, hanya sekedar itu. Tak penting baginya apakah patut dipertimbangkan masukan hamba. Baginya, hamba adalah anak buah lancang yang mencoba menyerobot kekuasaan Haman sebagai Senapati Ing Alaga."
Ekspresi ceria Iblis muncul lagi seperti tadi saat berbicara bangsawan melarat.
"Haman ngotot agar balatentara Mesir ikut menyeberang jalur laut. Si bodoh itu meyakinkan Ramoses bahwa seorang Firaun tak boleh takut dengan ilmu-ilmu sihir kacangan. Menghindari lautan terbelah dan memutar jalan ke utara bisa dianggap pertanda kelemahan. Jika Firaun saja takut dengan sihir Musa, mana ada lagi ahli sihir yang akan mengabdi di istana Luxor. Mesir harus kembali berjaya dibawah Firaun yang kuat, harus bangkit dari pagebluk sebagai pemenang. Dan, hasilnya seperti kita semua tahu. Daging dan tulang melarut terhimpit dasar laut. Semua hanya karena ambisi bodoh dua-tiga orang. Biar mampus!"
Air di gelasku sudah habis, kuletakkan diatas piring yang menggeletak dekat kakiku. Kanjeng Nabi Musa sudah sedari tadi menaruh gelas kosongnya.
"Jadi, misimu itu sebenarnya apa, Iblis? Menghancurkan Firaun? Atau, merusak Mesir?"
Iblis menggeleng. "Hancurnya Firaun itu karena masyarakat Mesir sudah rusak, Baginda Nabi Musa. Misiku sebenarnya hanya satu: Membasmi Megalomaniak."
Dimas Nabi Musa tercekat, lalu matanya sembab. Kepalanya tertunduk beberapa jenak dengan napas yang berat.
"Ya, betul kau, Iblis. Aku berutang banyak pada Bapa Ramoses di tahun-tahun pertama kehidupanku. Tapi, satu hal yang betul-betul menghancurkan hatiku. Kau tahu apa itu, Iblis?"
"Ana robbukumul a'la..." Iblis menggeram.
"Tidak jauh berbeda dengan yang kau katakan dulu didepan Eyang Kakung Adam kan? Ana khoiru minhu..."