"Aku masih ingat malam hari ketika Jibril turun ke kampung budak, dan baru kembali naik malam esoknya. Jika boleh kutebak, Jibril memberikan kabar datangnya bencana dan wabah, untuk membuka jalan eksodus bagi Bani Israil, betul Baginda?"
Sambil mengunyah roti gandum, Kanjeng Nabi Musa mengangguk membenarkan.
"Nah, berarti taruhan hamba tepat. Tak mungkin Jibril berlama-lama jika hanya memberi kabar ringan. Pasti akan ada peristiwa besar yang datang. Jadi, hamba kompori semua petinggi istana untuk menumpuk bahan makanan dan kebutuhan hidup di gudang mereka, agar begitu tiba masa paceklik, mereka bisa mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya dari persediaan mereka. Perlahan tapi pasti, dalam jangka waktu menengah, ketimpangan persediaan mulai terlihat. Mereka yang punya modal kuat, berhasil menumpuk hingga penuh gudangnya. Kalau boleh hamba peringatkan, Baginda Nabi, anggota kaum Israil yang punya bakat seperti itu adalah Qarun."
Aku dan Kanjeng Nabi Musa saling pandang. Demikian pula yang kami tandai dari orang yang disebut namanya oleh Iblis. Spekulan koin emas dan gandum itu beberapa kali nampak sifat tamaknya, meskipun lebih sering berbagi sedekah untuk tetangganya.
"Tapi, saking besarnya nikmat Allah untuk bangsa Mesir melalui sungai Nil, suplai dan harga di pasar bisa tetap terpenuhi tanpa mengganggu kestabilan. Sehingga, tak ada yang curiga atau muncul desas-desus tentang segelintir orang yang menumpuk persediaan."
"Hingga akhirnya meletuslah gunung di barat laut sana, diseberang Laut Tengah. Abunya menutupi sinar surya hingga tanaman tak bisa tumbuh. Banyaknya bangkai tanaman dan hewan besar yang hanyut menyebabkan suburnya bibit penyakit dan hama. Belalang dan katak kehilangan predator alaminya."
Iblis tiba-tiba tertawa cekikikan sendiri.
"Itu peristiwa menyeramkan, Iblis. Sadis sekali kau, bahagia diatas penderitaan orang lain."
"Tidak, Baginda Nabi, hamba tidak mentertawakan mereka yang menderita. Hamba tertawakan orang bermodal gemuk, yang menumpuk persediaan. Mereka mati busuk kena wabah, lalu keluarganya tak bisa menikmati makanan karena diserbu belalang. Yang tadinya berharap untung banyak, malah melarat miskin papa jadi gelandangan tujuh turunan."
Semakin deras tawa Iblis. Aku tak sampai hati mengikuti tawanya, dan dalam hati aku minta perlindungan dari Allah agar Bani Israil tidak mengalami kejadian serupa.
"Selain menertawakan orang bodoh dan naas itu, hamba juga menertawakan keberuntungan hamba setelah bertaruh dengan tepat. Pagebluk yang datang ternyata bukan paceklik, namun wabah! Istana tidak hanya geger, namun juga terkelupas-kelupas hingga keropos. Ramoses baru sadar kalau tempatnya berpijak selama ini ternyata mudah goyah. Tak hanya bertumbangan satu persatu, tapi yang tersisa juga sibuk menyelamatkan berok masing-masing. Ada yang kabur ke hulu, kabur ke hilir, kabur ke seberang, hingga tersisa hanya penjilat penuh napsu disekeliling Firaun Ramoses. Jika napsu sudah berkuasa, maka nalar tak terpakai. Dengan bodohnya mereka tuduh kaum Yahudi sebagai penyebab. Padahal, bahan makanan orang Yahudi berbeda dengan yang mereka makan. Itulah alasan mengapa wabah penyakit tak masuk ke perkampungan Bani Israil."