Itu yang jadi kesimpulan kami dulu. Kini Iblis punya warta yang serupa.
"Yang kedua, berhati-hatilah pada salah seorang Israil yang dahulu bekerja pada pembuat alat siksa. Aku melihat bibit megalomaniak dalam dirinya, meskipun tak separah Ramoses. Ia ahli membuat lembu perunggu, yang bisa mengeluarkan suara-suara. Jika Baginda berdua lengah, hamba yakin ia akan mencari-cari cara agar dagangannya laku. Salah satunya, membuat sesembahan dari lembu itu. Kali pertama Baginda berdua melihat gelagat brengsek orang itu, langsung tebas saja lehernya."
Samiri. Hanya satu nama yang kuingat. Dan, ada benarnya perkataan Iblis ini. Ia selalu membangga-banggakan hasil karyanya, berupa perangkat siksaan. Semakin menyayat jerit korban perangkatnya, semakin bungah hatinya.
"Terima kasih atas masukanmu, Iblis. Sekarang, pergilah segera! Kami sudah malas melihat mukamu."
Dengan sekali tarik, rantai itu pecah ditangan Kanjeng Nabi Musa. Ternyata, cengkraman Dimas Musa sama kuatnya dengan tenaga Iblis. Begitu rantai jatuh ke tanah, Iblis berlari sekencang-kencangnya, membuat debu gurun naik mengepul dibelakangnya.
"Mari, kita lanjutkan, Kangmas Mahapatih."
"Mari, Kanjeng Rasul."
Dibelakang kami, Bani Israil berbisik-bisik. Bergosip. Desas-desus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H