Karena penuh kewenangannya itu, bisa saja taktik koruptif dilakukan oleh DPR. Misalnya penggunaan dana optimalisasi atau dana sisa dari target penerimaan. Misalkan migas, dia mempunyai target 250 trilyun rupiah dan ternyata yang digunakan adalah 200 trilyun rupiah sehingga ada 50 trilyun rupiah. Nah hasil 50 trilyun rupiah ini digunakan oleh banggar (badan anggaran) karena dia memang berwenang menggunakan uang sisa tersebut.
Kemudian taktik koruptif ini terjadi karena adanya problem pengaturan dan pengawasan. Seharusnya negara hukum adalah emokrasi dikendalikan juristokrasi maka akan adanya kedaulatan hukum sehingga pengaturan dan pengawasan berjalan efektif dan seimbang.
Tanggung jawab korupsi adalah kita emua dengan membangun budaya baru. Jangan menjadi orang yang “Kepala sosialis, perut kapitalis”.
Dr. Abraham Samad S.H., M.H (Ketua Komisi Pemberantas Korupsi)
Tidak mengakomodir fundamental, maka hanya perubahan partial
Pelaksanaan otonomi daerah apakah berjalan lancar sesuai dengan cita-cita? Ternyata tidak sesuai dengan ekseptasi
Supremasi hukum apakah telah mencakup semua level? Penegakan hukum ternyata masih partial
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!