pada waktu negara dalam krisis ekonomi dan moneter
Jadi, apabila pelaku tindak pidana korupsi memenugi salah satu syarat di atas, maka dimungkinkan untuk dikenakan pidana mati terhadap pelaku. Begitu banyak perdebatan diantara para ahli tentang pemberlakuan pidana mati yang sampai saat ini belum pernah diterapkan untuk tindak pidana korupsi kecuali untuk tindak pidana tertentu seperti Narkotika, Terorisme, ataupun untuk pelaku pembenuhan berencana.
Sampai saat ini pun, tuntutan pidana yang paling tinggi dalam rekor sejarah tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi adalah dalam perkara suap Hakim Syarifuddin, S.H., M.H. Yang dituntut penjara 20 tahun.
Secara teoritis kejahatan-kejahatan koruptif yang tidak terjangkau oleh hukum terdiri dari dua tipe, yaitu: (a) pelanggaran-pelanggaran yang tidak dikualifisir sebagai kejahatan alam arti hukum akan tetapi sangat merugikan masyarakat. (b) pelanggaran yang menurut hukum dikualifisir dan dirumuskan sebagai kejahatan terhadap mana para penegak hukum secara politik dan ekonomi ataupun karena keadaan sekitar pelanggaran yang dilakukan adalah sedemikan rupa sehingga laporan ataupun penuntutan sulit diadakan.
Penaggulangan tindak pidana korupsi tidak dapat dilakukan secara parsial (terpisah) akan tetapi wajib dilaksanakan secara integral, komprehensif, imparsial, konsisten dan konsekuen. Seluruh element bangsa wajib bersatu padu untuk memberantas tindak pidana korupsi. Kita pasti tidak menginginkan indeks persepsi korupsi bangsa Indonesia selalu menjuarai rekor negara terkorup. Untuk itu perlu pembenahan di seluruh lini, baik eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Strategi pemberantasan korupsi harus bersifat menyeluruh dan seimbang. Ini berarti bahwa strategi pemberantasan yang parsial dan tidak komprehensif tidak dapat menyelesaikan masalah secara tuntas. Strategi pemberantasan korupsi harus dilakukan secara adil, dan tidak ada istilah “tebang pilih” dalam memberantas korupsi. Selain itu, upaya pencegahan harus lebih digalakkan, antara lain melalui: (1) Menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai dampak destruktif dari korupsi, khususnya bagi PNS; (2) Pendidikan anti korupsi; (3) Sosialisasi tindak pidana korupsi melalui media cetak & elektronik; (4) Perbaikan remunerasi PNS.
Adapun upaya penindakan harus memberikan efek jera, baik secara hukum, maupun sosial. Selama ini pelaku korupsi, walaupun dapat dijerat dengan hukum dan dipidana penjara ataupun denda, namun tidak pernah mendapatkan sanksi sosial. Efek jera seperti: (1) Hukuman yang berat ditambah dengan denda yang jumlahnya signifikan; (2) Pengembalian hasil korupsi kepada negara; dan (3) Tidak menutup kemungkinan, penyidikan dilakukan kepada keluarga atau kerabat pelaku korupsi.
PRESENTASI
Jaenal Arifin Mukhtar S.H., LL.M (Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi UGM)