Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kembali ke Barat

6 Januari 2020   17:19 Diperbarui: 6 Januari 2020   17:27 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lingkungan perumahan di pinggir megapolitan ini cukup asri. Ada ruang terbuka hijau untuk taman di tepi sungai yang berpagar bambu jenis apus. Meski berada di musim kemarau yang membalau, suhu sekitarnya masih alami, apalagi jalan-jalan di perumahan ini cukup sepi sebagaimana sebuah pemukiman.

Saya sempat salah alamat ketika turun dari motor bebek dan membayar jasa ojek senilai Rp10.000,00. Nomornya 12 A, padahal Sarwan memberi nomor 12 alias tanpa embel-embel "A".

"Wan, Sarwan," panggil saya.

Seseorang keluar dari pintu rumah sebelah nomor 12 A. Saya menoleh ke arahnya karena terdengar pintunya terbuka, dan suara gesekan alas kaki di atas keramik lantai.

Seorang pria bercelana pendek tetapi tidak berbaju. Wajahnya yang tidak berubah banyak sejak SMP atau sekitar 32 tahun silam, apalagi di jejaring media sosial saya dan dia sering berkomunikasi. 

Nah, itu dia, pikir saya.

32 tahun, dan bukan kawan satu kelas. Saya sama sekali tidak mengenal karakternya, selain pernah berada satu tim voli sekolah untuk satu kali even lomba, yaitu dalam rangka persta perak sekolah.

Sedangkan kakaknya seorang yang tidak banyak bicara, dan tidak termasuk murid bermasalah. Delapan tahun lalu saya dan kakaknya pernah bertemu lagi dalam acara reuni SD-SMP yang selama itu bisa satu nama sekolah. Selama delapan tahun saya hanya melihat pajangannya di media sosial berupa pekerjaan dan tamasya ke luar negeri.

"Sarwan juga punya kontraktor, Ji," kata kakaknya ketika kami bertemu dalam reuni.

Saya tidak bertanya mengenai apa nama badan usahanya Sarwan, dan bidang belajar Sarwan. Saya pikir, Sarwan seorang Sarjan Teknik Prodi Teknik Sipil, sehingga kini bisa memiliki badan usaha sendiri, dan sukses.

Saya tersenyum sambil menunggu dia membuka pintu berteralis besi dengan spanduk berukuran 80 cm X 120 cm yang tertulis "Dijual" di depan rumahnya. Sekilas saya menengok nomor rumahnya. Nomor 12. Tepat, meski sempat salah dengan "A".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun