"Akhirnya saya kembali ke pinggiran megapolitan," gumam saya ketika posisi tanda bulat mendekati suatu tempat, dan bus berhenti di dekat gerbang perumahan pada pkl.10.00.
Saya tidak langsung menuju rumah Sarwan, melainkan bergerak ke teras sebuah barisan ruko yang terdapat sederetan kursi galvanis. Setelah meletakan barang bawaan dan duduk, saya menghubungi istri untuk mengabarkan bahwa saya sudah sampai di gerbang perumahan kawan saya, tetapi saya belum mau menuju rumahnya.
Saya memang masih ingin menikmati suasana baru bernuansa lama. Saya sedang mengumpulkan kesadaran seutuhnya bahwa saya sudah kembali seperti sepuluh tahun silam meninggalkan segala hiruk-pikuk daerah pinggiran, dan pernah melanglang buana ke wilayah timur yang cukup jauh.
Lalu-lintas yang ramai. Laju kendaraan yang kencang. Suara mesin dan kelakson. Bangunan ruko berjajar. Baliho dan spanduk bertanda suatu daerah pinggiran kota besar. Udara yang gerah.
Sepuluh tahun saya tidak mengalami suasana semacam ini lagi. Sepuluh tahun saya menyingkir dari segala yang penuh hiruk-pikuk di seberang untuk memulai hidup baru hingga beberapa kali bisa merantau lebih jauh menyeberang.
Sekitar satu jam duduk dan terkumpullah kesadaran yang seutuhnya melalui suasana dan situasi yang nyata, kemudian saya menghubungi Sarwan untuk memberi tahu bahwa saya sudah sampai dan sedang duduk santai di antara deretan kursi galvanis sebuah ruko sekitar gerbang perumahan. Sarwan tidak menjemput.
Seorang petugas keamanan berumur sekitar tiga puluhan keluar dari sebidang ruko yang ditempati oleh sebuah perusahaan. Petugas itu pun duduk di dekat saya.
"Maaf, Bang, saya mau nanya," kata saya. "Blok D jauh, nggak, dari sini?""
"Saya kurang tahu, jauh atau dekat. Coba nanti Mas pakai ojek sana itu," jawabnya sambil menunjuk ke seorang pemuda yang sedang duduk di dekat sebuah motor bebek 4 tag.
"Terima kasih, Bang. Nanti saja-lah. Saya sedang ingin bersantai dulu di sini."
***