Ah, terlalu dalam duka itu, pikir saya lalu kembali berkonsentrasi dalam penggalian. Linggis saya berkali-kali membentur batu-batu, puing-puing tegel, paku 3 inchi yang karat, pecahan genteng beton, botol kecil, dan lain-lain.
***
Mungkin sudah lebih satu jam. Sinar matahari telah terhalangi oleh rindang pohon sawo tetangga. Burung-burung walet sudah riuh, dan terbang menuju hotel prodeo mereka.
Saya masih menggali dengan khusyuk. Saya ingin memberikan tempat peristirahatan terakhir anjing kami dengan sebaik-baiknya dan tubuhnya tetap berposisi semula jika nanti berada di situ. Biarlan kepergiannya mendapat perhatian saya untuk terakhir kali.
“Pa, kami mau ke minimarket, beli garam dan susu,” pamit istri saya.
“Ya.” Saya tidak menoleh karena tetap menggali dan berhati-hati.
Dengan motor bebek, istri dan kedua anak kami berangkat setelah si sulung menutup pintu gerbang besi. Saya harus menyelesaikan penggaliannya. Luas bidang tergali sekitar 30 cm x 70 cm. Kedalamannya kira-kira 30 cm. Saya merasa masih kurang dalam hal luasnya. Sementara kedalamannya, jelas, masih sangat kurang.
“Anjingnya kenapa, Om?” Suara anak kecil sedikit mengejutkan saya.
“Meninggal dunia.” Saya sama sekali tidak menoleh padanya.
“Terus, mau dikuburkan di situ, ya?”
“Iya.”