Mohon tunggu...
Ghayida Mustika Pratiwi
Ghayida Mustika Pratiwi Mohon Tunggu... Lainnya - Ghayida

Ghayida

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mimpiku Masa Depanku

24 Februari 2021   09:22 Diperbarui: 24 Februari 2021   09:33 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Keluarga, menjadi tempat berpulang bagiku ketika aku merasa lelah. Aku tau tidak semua orang akan merasa senang dalam keluarganya. Tidak semua orang yang merasa bahwa keluarganya dapat dikatakan sebagai keluarga bahagia. Namun, rasanya aku merasa sangat bersyukur terlahir di keluarga yang penuh akan pengertian. Yang mungkin tidak semua orang dapat merasakannya. Sungguh miris rasanya melihat berita mengenai kekerasan orang tua terhadap anaknya, seorang anak melaporkan orang tuanya hanya karena masalah warisan dan lain sebagainya.

"Tringg... Tringg..."

Alarm berbunyi pukul 03.00 tepat. Hari Minggu sudah berganti menjadi hari Senin, di jam segini biasanya ayah dan ibuku melakukan sholat tahajud dan sekaligus sahur untuk melaksanakan shaum Senin Kamis. Tak lupa adzan berkumandang aku pun terbangun karena mendengar teriakan ibuku yang berusaha membangunkanku dan  menyuruhku mengambil wudhu untuk persiapan sholat subuh berjamaah.

"Zahra... Bangunn sudah waktunya sholat subuh." Teriak Mama.

"Ummm Iyaa Maa" Jawabku yang masih setengah sadar.

Kami pun menjalankan sholat subuh bersama. Setelah itu aku lanjut untuk melanjutkan mimpiki dan kembali tidur.

              "Astaghfirullah Zahra belum bangun juga ini sudah jam 06.30 waktunya siap-siap sekolah" Teriak mama lagi yang terdengar nyaring di telingaku.

              "HAHH JAM 06.30??" Aku terkaget. Karena, seharusnya hari ini aku siap siap lebih awal agar tidak dihukum lagi karena telat masuk sekolah. 

              Akupun bergegas untuk bersiap-siap dan langsung berangkat ke sekolah hingga melupakan sarapan pagi. Sesampainya disana, aku bersyukur karena keburuntungan masih ada padaku. Untugnya, aku sampai 5 menit sebelum bel sekolah berbunyi. Akupun langsung masuk kelas, dan segera menjumpai teman-teman kelas ku terutama sahabatku.

              "Hai teman-teman..." Sapa diriku.

              "Ya ampun Zahra kamu hamper aja telat mau dihukum lagi?" Jawab Lula yang merupakan salah satu sahabatku yang paling bawel.

              "Iya maaf yang penting kan engga telat hehe.." Pembalaan dariku.

              Kelas pun dimulai hari ini adalah pelajaran biologi, matematika dan bahasa Indonesia. Dan pelajaran pertama adalah pelajaran biologi, dimana pelajaran biologi adalah pelajaran yang sangat aku tidak suka karena materinya yang sangat banyak dan sulit diingat. Apalagi gurunya yang killer, pokoknya aku harus fokus karena kalau tidak nanti aku ditanya dan tidak bisa jawab akhirnya kena hukum juga. Tapi tiba-tiba perutku terasa sangat sakit sekali, mungkin karena aku tidak sarapan tadi pagi. Dan ini sakitnya benar-benar tidak tertahankan.

              "Awww sakitt.." Rintihan diriku karena sakit yang sudah tak tertahankan.

              "Kenapa Zahra?" Tanya bu Nina, guru biologi.

              "Perut saya sakit sekali buu..."

              Semua sahabatku panik dan meminta izin untuk membawa aku ke UKS kepada ibu Nina. Namun, bu  Nina tidak mengizinkan karena takutnya kalau sahabatku yang mengantar takutnya malah jadi tiadk  benar. Dan bu Nina pun meminta temanku yang merupakan salah satu petugas PMR di sekolah untuk mengantar aku ke UKS. Aku pun tidak menolaknya karena aku benar-benar sudah tidak kuat lagi.

              "Kenapa bisa sakit perut?" Tanya Clara yang merupakan petugas PMR itu.

              "Kayaknya sih karena tadi engga makan pagi dulu." Jawabku.

              "Ohh ya udah nih makan dulu roti dan susunya. Lain kali jangan lupa untuk sarapan pagi, karena sarapan pagi itu sangat penting. Kamu istirahat dulu aja disini, aku ke kelas lagi ya." Jelas Clara.

Aku hanya mengangguk dan langsung memakan rotinya dan meminum susunya. Rasanya sungguh agak membaik. Dibalik sakit ini, rasanya enak juga bisa istirahat disini dan tidak mengikuti pelajaran bu Nina. Disaat aku mulai tertidur, tiba-tiba ada suara orang berjalan dan masuk kedalam UKS. Ternyata ada seorang lelaki yang masuk ke dalam UKS dan berbaring kasur disebelah kasurku. Penasaran dengan lelaki itu, ingin melihat lagi tetapi kami dibatasi oleh tirai putih yang membatasi atar kasur.Tidak mempedulikannya lagi, akupun lanjut istirahat dan tertidur.

              "Zahraaa Zahraaa.." Suara nyaring dan berisik terdengar ditelingaku. Ternyata itu  adalah Lula yang sedang membangunkanku karena katanya dia khawatir takut terjadi hal buruk padaku.

              "Aku engga apa-apa tenang aja. Oh ya kemana yang lainnya?" Aku berusaha menenangkan Lula.

              "Mereka nunggu diluar, karena kan engga boleh masuk semua." Jawabnya.

              Karena aku sudah membaik, akupun mencoba banggun dari kasur UKS itu. Dan kembali ke kelas bersama teman-temanku.. Dijalan menuju kelas aku bertemu lagi dengan lelaki yang aku temui di ruang UKS. Namun, sepertinya dia tidak mengenaliku. Ya akupun tidak mengenalinya. Tapi entah mengapa wajah lelaki itu terbayang terus dalam pikiranku. Sampai di kelas pun rasa penasaran ku semakin besar. Aku bertanya-tanya sebenarnya kenapa ini terjadi? Dan kenapa harus laki-laki itu yang terbayang dalam pikiranku, yang sama sekali bukan aku kenali.

***

              "Mah aku pulang..."

    "Assalamu'alaikum." Mama yang tiada henti selalu mengngatkanku.

              "Oh iya assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam." Jawab Mama.

              "Tadi gimana disekolah?" Tanya Mama

              "Baik-baik aja kok Ma." Jawabku yang sengaja tidak memberi tahu mama apa yang sebenarnya terjadi tadi disekolah. Karena kalau aku bilang bahwa tadi aku sakit karena tidak sarapan, nantinya mama akan menceramahiku dengan panjang dan lebar.

              Hari demi hari rasanya semakin berat apalagi sekarang aku sudah kelas 2 SMA yang seharusnya sudah mulai memikirkan masa depan. Namun, aku lebih memilih rebahan dan tidak peduli apapun. Sebentar lagi ujian semester 2 akan segera dimulai. Orang-orang sibuk dalam mepersiapkan ujian, namun tidak denganku yang tetap sibuk membaca novel yang merupakan hobiku akkhir-akhir ini. Membaca novel menjadi hobiku akhir-akhir ini, karena sahabatku yang mengenalkan aku ke dunia fantasi yang membuatku tertarik terhadap novel fantasi ini. Kalian jangan kira aku membaca novel yang penuh dengan edukasi. Karena sedikit saja aku membacanya, tidak lama kemudian buku itu tertutup begitupun dengan mataku.

              "Tringg... Tringg..." Ponselku bordering, dan ternyata itu kakakku.

              "Iya apa kak?"

              "Araaa bikin makan dong kakak laper nih. Mama sama ayah lagi pergi." Pinta kakakku yang jarak kita cuman antara kamar dan ruang tamu.

              "Mau dibikinin apa?"

              "Apa aja deh, mie juga boleh udah laper banget nih."

              "Iyaa iyaa sabar ya udah Ara bikin dulu."

              "Okeokee kakak sayang Ara."

              "Hmmm ada maunya aja."

Ku tutup telponnya dan langsung membuat makan. Kakakku ini cowok, kak Zaki namanya. Tapi kita memang akrab dan jarang sekali berantem. Kakakku satu lagi yang pertama, cowok juga tapi dia sudah menikah sehingga kita jarang bersama. Saat mebuat makanan, aku tiba-tiba teringat untuk membeli novel yang direkomendasikan oleh temanku.

              "Kak ini udah jadi."

              "Wahh asikk makasih Raa."

              "Iya sama-sama. Oh ya kak bisa anter aku ke Gramedia engga?" Pintaku.

              "Bisa... memang mau apa?"

              "Beli buku novel."

              "Aduh kamu bbukannya belajar mau ujian."

              "Iya iya nanti.."

              Aku dan kak Zaki pun berangkat menuju Gramedia. Sesampainya disana, akupun langsung mencari buku novel yang dimaksud Dina sahabatku si pecinta novel. Namun, saat sudah mendapatkannya aku melihat ada seorang lelaki yang berdiri dari kejauhan dan sepertinya aku tidak asing dengan orang itu. Setelah diingat-ingat kembali, ternyata dia adalah lelaki yang aku jumpai disekolah. Aku pun menghampirinya.

              "Haii.." Sapaku yang mencoba memberanikan diri.

              "Oh hai."

              "Kenalin aku Zahra. Kita sekolah di SMA yang sama. Aku sekolah di SMAN Harapan Bangsa juga" Sembari mengulurkan tangan.

              "Hai aku Faiz. Maaf." Ia mengucapkan maaf sambil menepuk kedua tangannya.

Ternyata dia orang alim, karena bersalaman denganku saja tidak mau.

              "Oh ya kita pernah ketemu sebelumnya disekolah, kamu kelas apa? Kayanya aku baru liat kamu deh." Tanya aku yang ingin mematikan rasa penasaran ini.

              "Iya aku murid pindahan dari Jakarta." Jawabnya singkat.

              "Ohh kenapa kamu pindah ke Bandung?" Tanyaku yang masih penasaran.

              "Umm... (Tiba-tiba ada suara telepon) Eh maaf aku harus segera pergi."

              "Ohh iyaa oke, lanjut nanti saja."

    "Assalamu'alaikum."

              "Iya wa'alaikumsalam."

Sepertinya dia ingin membeli buku novel, karena tadi aku lihat dia membawa sebuah buku yang kulihat judulnya itu Air Mata Cinta. Dan ternyata buku itu tepat didepan mataku. Aku pikir sepertinya menarik juga, maka akupun membeli buku tersebut. Beberapa saat kemudian kakakku sudah meneloponku dan mengajakku untuk pulang. Akupun segera membayar kedua buku yang sudah aku bawa.

***

              Tak terasa hari ujian kini sudah tiba. Aku memang belum mempersiapkan apapun untuk ujian, semalam saja hanya baca-baca materi sekilas. Karena keasyikan membaca novel, sampai-sampai aku lupa untuk belajar. Saat mengerjakan ujian pun rasanya sulit sekali. Apa yang aku baca semalam sama sekali tidak ada yang aku ingat. Aku menyesal. Untuk ujian besok aku pasti akan belajar terlebih dahulu agar tidak mengelami kesulitan seperti sebelumnya.

              Hari keesokannya, aku yakin bisa menjawab semua pertanyaan ujian ini. Karena aku sudah belajar betul-betul. Namun, saat mengerjakannya ternyata memang tetap saja agak sulit. Tetapi aku terus berusaha mengingat materi yang sudah pelajari, dan soal nya pun masih bisa aku jawab meskipun masih ada sedikit keraguan.

              "Huh lelah sekali, rasanya ingin ujian ini cepat berakhir." Keluhku yang langsung berbaring di kasur.

Seketika aku langsung tertidur. Setelah beberapa saat, aku pun terbangun dan mulai belajar lagi. Saat belajar aku terpikir, lulus nanti  aku akan jadi apa ya? Apakah aku bisa melanjutkan kuliah? Jangankan melanjutkan, menentukan kuliah dimana dan jurusannya apa pun juga belum. Setiap hari aku hanya berpikir untuk menyelesaikan hari demi hari tanpa memikirkan rencana kedepannya bagaimana. Bahkan, tanpa memikirkan sukses atau gagal. Dipikir-pikir aku ini  terlalu abai terhadap masa depan. Berbeda dengan sahabat-sahabatku yang begitu ambis untuk melanjutkan ke perguruan tinggi negeri.

              Ujian pun berakhir. Dan ini adalah saat-saat yang tunggu oleh seluruh siswa karena akhirnya waktu libur semester semakin dekat. Tetapi, saat yang megangkan pula karena semua siswa harus siap menghadapi nilai-nilai ujiannya. Baik itu nilainya buruk ataupun baik. Satu-satu persatu dipanggil kedepan untuk mengambil lembaran yang berisi mengenai semua nilai ujian mata pelajaran. Setelah ditunggu, namaku pun terpanggil.

              "Zahra Putri Ramadhan."

Aku pun langsung beranjak dari bangku dan langsung menghampiri bu guru. Diterimanya lembaran nilai itu ditanganku. Setelah aku lihat, ternyata nilaiku tidak begitu baik. Disitu aku sedih dan kesal, padahal aku sudah belajar tapi mengapa nilaiku kecil? Bahkan lebih buruk dari semester lalu. Padahal aku sudah bekerja keras untuk belajar tapi mengapa semuanya sia-sia? Aku pun pulang dengan rasa yang amat kecewa.

              "Eh Ra udah pulang." Sapa Mama yang sedang menyiapkan makan siang.

              "Aku mau ke kamar dulu." Jawabku dengan rasa putus asa.

              "Loh Ra kenapa? Langsung ganti baju terus makan yaa." Pinta Mama.

Aku tidak menjawabnya dan langsung memasuki kamar. Menenggelamkan diri ke tempat tidur dan menangis, meluapkan kekesalan. Ketika aku menangis, orang rumah tidak akan mendengarnya. Karena aku tidak mau orang-orang tau kalau sedang menangis. Dan biasanya aku pun menangis tanpa mengeluarkan suara yang keras.

              "Raa cepet keluar disuruh makan sama Mama.." Pinta kak Zaki.

              "Iyaa Kakk...." Sahut aku kepada kakakku, yang tanpa kusadari suaraku terasa berbeda.

              "Loh Ra kamu nangis?" Tanya kak Zaki sambil mengetuk pintu.

              "Engga kok kak, ini cuman habis nonton film hehe." Jawabku sambil membuka pintu dan pergi ke meja makan.

              "Ra kok matamu sembab sih?" Tanya Mama.

              "Ohh itu ma Ara habis nonton film, biasa terlalu mendramatisir." Kak Zaki tiba-tiba menyahut pertanyaan dari Mama. Yang sebenarnya kak Zaki tahu bahwa aku tidak menangis karna itu. Karena aku memang tidak pernah menangis hanya karena sebuah drama film.

              "Mah aku sudah selesai makannya. Aku mau ke kamar ya mau istirahat dulu capek." Sembari beranjak dari tempat duduk dan menuju ke kamar.

Akupun mencoba tidur saja untuk melupakan segalanya. Tetapi saat aku mecoba untuk tidur, tiba-tiba terdengar suara ketuk pintu kamar. Saat ku buka ternyata itu kak Zaki.

              "Eh kak kenapa?" Tanyaku.

              "Kakak boleh masuk?" Tanyanya.

              "Iya boleh kak."

              "Jadi ada apa kak?" Tanyaku lagi.

              "Kamu kenapa?" Tanyanya.

              "Hah? Engga kenapa-kenapa kok."

              "Cerita aja siapa tau kakak  bisa kasih solusi."

              "Tadi nilai ujian Arau udah dibagiin, dan ternyata nilainya engga bagus. Padahal Arau dah belajar, Arau dah berusaha keras semampu Ara." Ceritaku yang tanpa kusadari air mataku sedikit menetes.

              "Hmmm... Ara sini liat kakak, Ara jangan sedih kalau nilai Ara kecil. Sekarang nilai Ara kurang bagus, tapi bukan berarti nanti dan seterusnya pun akan tetap sama seperti ini. Justru jadikan ini sebuah motivasi Ra. Kamu udah berusaha semampu kamu. Mungkin usaha kamu sekarang masih kurang, jadi kamu harus lebih tingkatin lagi. Kakak yakin kamu pasti bisa." Jelas kak Zaki yang sedikit membuatku menjadi lebih baik.

              "Iyaa kak makasih banyak."

              "Iya sama-sama." Jawab kak Zaki sambil

Namun, sebenarnya aku masih bertanya-tanya apa yang harus aku lakukan. Pada akhirnya aku memutuskan untuk memberanikan diri memberi tahu lembaran nilai ini kepada mama dan ayah. Disaat kumpul mungkin waktu yang tepat.

              "Mah, Ayah.." Sapaku yang sedang berkumpul dengan Ayah, Mama dan kak Zaki di ruang keluarga.

              "Iya sayang, kenapa?" Jawab Ayah.

              "Ini lembar hasil nilai ujianku kemarin."

              "Wah sudah ada, kenapa tidak bilang dari tadi?" Semangat Mama.

Mereka terima lembaran itu. Dan setelah melihatnya, terlihat wajah mereka yang tidak begitu semangat.

              "Maafin aku Yah, Mah." Pinta maafku.

              "Ya Allah Ara, engga apa-apa kok. Kamu kan udah berusaha. Segini juga Mama sudah bersyukur sekali" Jawab Mama

              "Ara sini sayang, duduk sebelah Ayah." Pinta Ayah yang membuatku tegang.

Akupun menghampirinya.

              "Ara anak baik. Ara sudah kelas 2 SMA, bentar lagi mau ke kelas 3 SMA. Ara sudah harus menentukan Ara mau melanjutkan kemana. Kalau Ara sudah menentukannya, fokuslah ke tujuan Ara. Jangan pikir yang lain-lain dulu, apalagi main (Sembari tersenyum)."

Aku pun langusung tertegun. Dan langsung berpikir bahwa apa yang dikatakan ayah itu benar. Aku harus menentukan masa depan dari sekarang. Jangan sampai aku menyesal lagi seperti sebelumnya. Kali ini aku memang masih bingung harus kemana dan harus ambl langkah apa. Mungkin aku harus meminta saran juga kepada sahabat-sahabatku, siapa tahu mereka bisa memberikan aku pendapat.

***

              Minggu yang cerah, aku sudah merencanakan untuk bertemu dengan sahabat-sahabatku tentunya bukan untuk main tetapi untuk membicarakan rencana kedepannya. Semua sudah aku hubungi dan mereka semua setuju untuk bertemu. Hari ini aku harus lebih semangat, dan mulai mencari apa tujuanku kedepannya. Sesampainya disana, ternyata hanya Dina dan Lula yang datang. Sedangkan Aira dan Halimah tiba-tiba membatalkan untuk datang karena ada suatu hal yang tidak bisa mereka tinggalkan.

              "Yah cuman bertiga deh." Keluh Lula.

              "Iya engga apa-apa deh." Jawab Dina.

Akupun langsung menjelaskan kepada mereka, mengapa aku meminta kumpul.

              "Temen-temen, jadi gini. Aku mau minta pendapat dong, sebaiknya nanti aku ambil kuliah dimana dan jurusan apa?"

              "Yahh Ra, kamu nanya ke kita. Kita aja gatau mau lanjut kemana." Jawa Lula.

Bener sih mereka kurang bisa untuk memberikan pendapat, karena mereka aja belum bisa menentukan untuk diri sendiri.

              "Terus kita udah disini ngapain dong?" Tanya Aku.

              "Hmmm oh ya Ra memang kamu engga ada rencana apapun? Atau kepikiran apa gitu tentang mau lanjut kemana?" Tanya Dina.

              "Dari dulu pengen sih jadi dokter. Tapi kalian tau lah aku ga sepintar mereka-mereka yang bener-bener ambis ke kedokteran." Jawabku.

              "Setau aku masuk kedokteran pun susah Ra." Sela Lula.

              "Eh tapi Ra, kalau kamu bener-bener mau coba deh belajar dari sekarang. Belajar lebih giat lagi, nanti kamu bisa ikutan ujian tulis masuk perguruan tinggi nya. Atau cari deh beasiswa dari sekarang." Jelas Dina.

              "Kalau kamu butuh motivasi liat deh Instagram @jeromepolin. Dia itu penerima beasiswa penuh di Jepang. Pokoknya disitu dia ceritain awal mula dia berjuang dari dulu sampai sekarang." Tambah Lula.

Setelah beberapa jam kami berbincang, akhirnya kami pun pulang. Meskipun kita tidak sepenuhnya berbincang mengenai masa depan, tetapi setidaknya aku mendapatkan pendapat dari mereka yang mungkin bisa aku jadikan referensi.

              Di kamar aku berbaring sambil memainkan handphone. Dan iseng-iseng membuka Instagram kak Jerome Polin. Dan ternyata benar dia adalah penerima beasiswa penuh di Jepang. Setelah melihat postingannya dan membaca perjalanan hidupnya, rasanya aku ingin sekolah ke luar negeri. Akupun mulai memikirkannya. Setelah beberapa saat, tiba-tiba dalam pikiranku terlintas mengenai kedokteran. Mungkin aku akan mencoba mendiskusikannya dengan keluargaku.

  • Di ruang keluarga

"Ayah, Mama.. kayaknya Ara sudah memutuskan mau lanjut kemana."

"Kemana sayang?" Tanya Ayah.

"Ke kedokteran." Jawabku ragu.

"Kedokteran? Keren tuh Ra. Kakak dukung deh." Semangat kak Zaki.

"Kalau menurut Ayah sama Mama gimana?" Tanyaku yang penasaran dengan jawabannya.

"Kalau menurut Mama bagus kok Ra. Cuman kamu tau kan pesainnya ketat dan masuknya tidak mudah, jadi kamu harus lebih rajin belajarnya." Jawab Mama.

"Kalau Ayah sih gimana kamu aja, Ayah bakal dukung apapun pilihan Ara. Ayah cuman pesen jangan lupa kuatin lagi do'anya. Jangan hanya belajar nya aja yang di giatin, tapi ibadahnya juga harus lebih giat. Karena kita hidup tidak mungkin terlepas dari Tuhan kita. Pokoknya Ara harus semangat."

Dukungan dari keluarga adalah penyemangatku, dan aku semakin yakin untuk menetapkan itu sebagai tujuan ku. Semoga saja aku bisa menggapainya.

***

              Kelas 11 semester 2 berlalu, kini aku duduk dikelas 12. Sibuknya menjadi murid kelas 12 mulai terasa. Sekarang aku harus bisa membagi waktu antara belajar untuk sekolah dan belajar untuk menggapai tujuanku. Memang tidak mudah bagiku, yang seperti benar-benar baru memulai. Kelas 12 ini sungguh melelahkan tugas sekolah yang diberikan tidak hanya 1 atau 2 tetapi banyak. Aku harus tetap semangat menjalaninya.

              Pagi kembali menyapa, mengusir gelapnya malam. Aku membuka jendela kamarku, kurasakan udara segar dan pemandangan yang indah nan hijau. Hari demi hari aku lalui, rasanya tidak ada yang berbeda dariku. Pagi ini, aku tidak mengawalinya dengan rehat atau rebahan. Namun, langsung menuju meja belajar, mengerjakan semua tugas tugas sekolah yang belum selesai.

              "Huft rasanya lelah sekali. Kenapa orang lain bisa kuat ya dengan semua ini?" Tanyaku dengan semua keluhanku.

Setelah beberapa jam kemudian, akhirnya tugas-tugas sekolahku beres. Tinggal lanjut belajar untuk ujian masuk perguruan tinggi.

              "Istirahat dulu deh."

Di waktu istirahat, tiba-tiba aku terpikir seorang lelaku yang pernah kutemui di sekolah dan Gramedia. Bagaimana kabarnya ya? Akhir-akhir ini aku jarang bertemu dengannya. "Eh kok aku malah mikirin dia sih?"

              Sejujurnya aku merasa hidup ku ini masih saja terasa ada yang kurang. Tapi aku belum tau apakah sesuatu yang kurang itu. Aku memutuskan untuk bertemu dengan sahabatku, mungkin kali ini aku hanya akan meminta bertemu dengan Halimah saja. Halimah adalah sahabtku yang sangat taat terhadap agamanya, yaitu agama islam sama denganku. Halimah terlahir dari keluarga yang biasa saja tetapi entah kenapa dia selalu terlihat baik-baik saja didepan banyak orang. Dan dia adalah sahabatku yang paling bijak terhadap segala hal. Akupun sangat salut dan bangga mempunyai sahabat seperti dia. Akupun langsung menelepon Halimah.

              "Iya assalamu'alaikum." Jawab Halimah.

         "Wa'alakumsalam Halimah." Jawabku.

              "Ada apa Ra? Kenapa?" Tanyanya.

              "Ada yang ingin aku ceritakan, tapi secara langsung tidak di telepon."

              "Oh boleh, kita ketemuan di tempat cafe seperti biasa aja. Gimana?."

"Bolehh bolehh deh." Jawabku.

Setelah ku telepon, aku pun langsung bersiap-siap untuk menemuinya. Sesampainya disana, terlihat dari jauh Halimah sudah duduk dan menunggu.

"Hai Halimah, nunggu lama ya?" Tanyaku.

"Oh engga kok." Jawabnya.

"Jadi kenapa nih?" Tambahnya.

"Aku merasa bahwa aku hidup seperti ada yang kurang dan kadang merasakan gelisah engga tenang gitu, tapi aku pun engga tau apa penyebabnya. Hal ini bikin aku bingung sih." Ceritaku.

"Kalau aku jawab kamu bisa menerimanya dengan baik?" Tanyanya yang membuatku aneh.

"Iya dong, kamu kan sahabatku."

"Sebelumnya aku minta maaf kalau ada kata yang salah yang aku sampaikan nantinya. Ra coba deh kamu renungin lagi, muhasabah diri dulu kalau kamu itu udah deket belum sih sama Tuhanmu Allah swt. Coba deh renungin lagi hari ini udah ibadah apa aja? Udah baca Al-Qur'an belum? Dulu aku pernah mengalami seperti kamu. Rasa nya hidup tuh hampa banget, dan akupun muhasabah diri lagi dan lebih mendekatkan diri kepada Allah swt. Dan sekarang aku jauh lebih tenang."

"Mungkin aku akan coba itu, makasih ya." Jawabku.

Tak terasa waktu berputar begitu cepat, rasanya baru saja bertemu dan berbincang. Sekarang sudah siang lagi. Aku tidak mungkin pergi terlalu lama. Aku pun langsung pamit untuk pulang, dan kebetulan Halimah pun akan pulang, jadi kamu meninggalkan tempat itu secara bersama.

                Menatap langit kamarku, putih bersih membuat aku berimajinasi menatap awan. Ku pikir ulang semua yang sudah dikatakan oleh Halimah. Apa yang dikatakannya mungkin saja benar. Aku bertanya pada diriku apa aku sudah melupakan Tuhanku? Apa semua hal buruk yang terjadi pada dirikh adalah sebuah teguran? Semua ku pikir dengan baik-baik dalam pikiranku. Dalam pikiranku yang penuh akan pertanyaan, aku pun terlelap setelah beberapa saat. Ketika tidur rasanya semua yang menjadi beban sekarang hilang begitu saja. Meskipun saat bangun aku harus menghadapinya kembali.

***

                Ku buka ponselku, aku scroll media sosialku. Tanpa sengaja aku menemukan video yang menjelaskan mengenai hijrah. Di video tersebut banyak dijelaskan mengenai mendekatkan diri kepada Allah swt. "Sholatlah meskipun seburuk apapun sikapmu dan sebanyak apapun dosamu jangan sampai tinggalkan sholat. Wanita berhijab adalah suatu kewajiban bukan suatu pilihan. Minta lah sama Allah swt apapun yang kamu mau, jangan kamu lupa untuk berdo'a kepada Allah swt karena itu dapat dikatakan kamu sombong. Kalau bukan sekarang hijrah lalu mau kapan lagi? Besok? Kalau besok kita mati?". Kurang lebih isi dari videonya seperti itu. Kata -- katanya memang benar -- benar tertampar pada diriku. Aku menyadari bahwa aku memang belum baik. Memakai hijab saja masih buka tutup. Pakaian yang ku gunakan bukan yang seharusnya. Bersyukur banget bisa menemukan video itu yang membuat aku tersadar. Aku memutuska  dari sekarang untuk hijrah. InsyaaAllah.

                Pukul 02.00 sengaja ku pasang alarm jam segini. Karena aku ingin mencoba melakukan sholat tahajud yang biasa Ayah dan Mama lakukan. Rasa takut memang ada, tapi ku coba memberanikan diri. Sehabis sholat aku berdo'a dan memohon ampun atas segala kesalahanku hingga lupa akan Tuhanku. Dari situ aku jauh lebih tenang. Dari situ juga aku sadar apa yang dikatakan Halimah bukan sesuatu yang mungkin tapi sesuatu yang Fakta. Ku pandang diriku di kaca, memakai gamis yang panjang. Gamis yang diberi oleh Mama ku, hanya saja aku belum pernah memakainya. Ternyata setelah memakainya, aku merasa nyaman. Aku merasa lebih terlindungi. Akupun mulai membiasakan untuk memekainya, meskipun terlihat agak aneh dan berbeda. Mungkin karena baru pertama kali memakainya. Semoga Allah kuatkan iman ku agar aku bisa terus istiqomah dijalan-Nya. Aamiin.

"Ra hari ini kamu terlihat beda bangett.." Seru kak Zaki.

"Hahaha iya tapi bagus gak?" Tanyaku iseng.

"Bagus bangett." Jawabnya dengan antusias.

"Eh Ra ayo makan." Ajak Mamaku yang tertegun melihatku.

"Bagus gak Ma?" Tanyaku yang penasaran.

"Bagus banget Ra cantik sekali anak ayah." Jawab Ayah menyela.

"Bagus kok Ra itu baju yang Mama kasih kan? Akhirnya dipakai jugaa.." Jawab Mama.

"Hehehe iya Ma maaf baru Ara pake." Maafku.

"Engga apa-apa kok, Mama senang kamu seperti ini. Udah ayo makan." Ajak Mama.

              Makanku selesai. Aku langsung kembali ke kamar untuk belajar. Aku memang harus lebih giat karena tujuanku bukan tujuan yang mudah. Dan bukan yang sepi peminat bahkan pesaing masuknya memang begitu ketat. Aku tidak boleh sampai lengah dari pesaing pesaing ku yang lain.

***

              Ku lewati semester demi semester hingga tiba bulan depan ujian masuk kedokteran. Katanya kalau mendekati ujian, kita akan dimunculkan rasa keraguan dan sebagainya. Dan itu sedang aku alami sekarang. Bahkan, aku berpikir untuk mundur karena begitu banyak orang yang ingin masuk ke kedokteran yang jauh lebih pintar dariku. Aku benar-benar bingung harus seperti apa. Apa aku harus tetap pada tujuanku? Atau ambil jurusan lain yang belum terpikirkan sekarang. Rasanya ingin menangis dengan semua kebingunganku ini.

               Untuk meyakinkan diriku, aku memutuskan untuk sholat istikhoroh dan meminta petunjuk dari Allah swt. Di saat waktunya tiba, aku memohon petunjuk dari-Nya. Semoga Allah swt mengabulkan do'a do'a ku ini. Tak lupa kini aku rutinkan sholat tahajud ku. Karena do'a di sepertiga malam seperti anak panah yang tidak akan salah menuju targetnya.

               Saat ujian tiba, akupun bersiap-siap untuk melaksanakan ujian tersebut. Tak lupa meminta do'a dari Ayah dan Mama ku juga kak Zaki. Aku utamakan restu orang tua. Karena ridho Allah adalah ridho orang tua. Kalau orang tua kita meridhoinya maka Allah swt pun akan meridhoi kita. Sesampainya diruang ujian, jantung ku mulai berdebar. Dan akupun berusaha untuk menenangkan diriku agar ujian ini berjalan dengan lancar.

"Bismillahirrohmanirrohim." Ku awali semua dengan bismillah.

              Setelah selesai mengerjakan, alhamdulillah semua berjalan lancar. Hanya saja aku merasa minder karena yang lain mengumpulkan lembar jawaban itu lebih awal dan cepat. Sedangkan aku adalah orang terakhir yang mengumpulkannya. Kini aku hanya tingga menunggu hasilnya. Yang penting aku sudah berusaha. "Semoga saja mendapatkan hasil yang baik seperti yang diharapkan." Ucapku dalam hati.

Sesampainya dirumah.

"Ra gimana tadi ujiannya?" Tanya Mama yang membuatku kaget.

"Alhamdulillah lancar kok Ma. Minta do'anya aja biar hasilnya memuaskan." Pintaku sembari peluk Mama yang membuatku menjadi tenang.

              Ketika aku peluk Mama rasanya memang sesaat rasa gelisah itu hilang begitu saja. Ketika waktunta tiba pengumuman peserta yang lulus ujian. Aku tidak ingin melihatnya karena rasa takut gagal yang begitu besar. Akhirnya aku meminta kak Zaki yang melihatnya. Sengaja kita lihat di kamar ku, karena aku tidak ingin orang tua ku langsung merasakan kecewa apabila melihat hasilnya gagal.

"Kak tolong lihat ya gimana hasilnya, aku takut banget." Pintaku kepada kak Zaki.

"Iya iyaa Ra." Jawabnya.

               Dengan perlahan kak Zaki membuka hasilnya. Ku tutup mataku dan berusaha menenangkan diriku. "Apapun yang terjadi itu yang terbaik. Allah tau mana yang terbaik buat kamu. Bisa jadi yang menurut kita baik belum tentu menurut Allah. Dan bisa jadi jika menurut kita tidak baik justru itu yang menurut Allah swt baik." Tenang ku dalam hati.

"Raaa.." Panggil kak Zaki yang langsung memeluk ku dan membuatku terkaget. Yang awalnya tenang kini gelisah kembali.

"Kenapa kak??" Tanyaku yang penasaran.

"Kamuu LULUSSS" Jawabnya yang justru membuatku tambah kaget. Namun, kini gelisahku hilang.

"Hahhh Alhamdulillah ya Allah." Ku peluk kakakku dan menangis terharu.

"Mah Yah.. aku lulusss." Seru ku dari dalam kamar.

Teriakan ku yang terdengar oleh mereka membuat mereka langsung menghampiri kamarku.

"Ada apa Ra???" Tanya Mama khawatir.

"Aku lulus Ma Yah." Jawabku yang tiada henti untuk menangis sembari ku peluk kedua orang tuaku.

             Rasanya bersyukur sekali setelah sekian lama aku belajar begitu keras. Aku belajar benar-benar mulai dari nol. Tidak terbayang akan mendapatkan pesan email yang tertera kalimat "SELAMAT ANDA LULUS" dengan warna hijau. Tidak apalagi yang harus ku katakan. Pada intinya aku sangat bersyukur dengan semua yang sudah terjadi. Aku yakin Allah swt tidak tidur, Ia mendengar do'aku, Ia mendengar segala pintaku. Meskipun dosa ini tiada habisnya tapi Allah swt begitu baik memberikan hadiah besar yang membahagiakan ini.

***

               Ku selesai meenjalani perkuliahan selama bertahun-tahun sampai pada akhirnya aku mendapatkan gelar dokter dan kini bekerja di rumah sakit. Oh ya sahabat-sahabtku sekarang sudah sukses. Lula yang sekarang menjadi Influencer terkenal, ya public speaking dia memang baik dan tidak diragukan lagi. Dina sekarang menjadi dosen matematika di salah satu universitas di Indonesia. Aira sekerang bekerja di suatu perusahaan besar yang terkenal di Jakarta. Sedangkan Halimah, dia mendapatkan beasiswa dan sekarang masih melanjutkan study nya di Turki.

              Bangga sekali. Kita dapat merasakan sukses bareng-bareng. Meskipun sudah jarang bertemu karena kesibukannya masing-masing, tetapi jika ada waktu kami pasti menyempatkan untuk bertemu dan bermain agar persahabatan kami tidak putus begitu saja. Senang sekali sudah menjalin 10 tahun lebih persahabatan ini tetap awet. Dan aku harap persahabatan ini akan tetap langgeng hingga ke jannah-Nya Allah swt. Aamiin....

              Mungkin kalian bertanya mengapa tidak ada kisah percintaan didalam hidupku ini. Itu karena memang aku tidak diizinkam oleh orang tua ku untuk dekat dengan seorang lelaki yang belum tentu menjadi jodohku. Itu salah satu sebab nya aku sangat dekat dengan kakak cowokku. Sekarang kakakku sudah menikah, tentunya sangat jarang untuk kita bersama lagi. Aku sangat kangen masa dulu dimana aku masih bisa bersama-sama dengan kakakku. Diumurku sekarang yang seharusnya sudah menikah, orang tua ku memang terus bertanya kapan hari itu akan terjadi. Namun, aku hanya menunggu yang menjadi takdirku datang. Karena aku yakin bahwa Allah swt sudah menyiapkan jodoh yang baik untukku.

               Pagi yang cerah. Aku bergegas berangkat ke rumah sakit. Sesampainya disana, aku bertemu dengan lelaki yang benar-benar tidak asing bagiku. Dan ternyata, dia adalah Faiz. Orang yang dulu selaly ada dalam pikiranku. Tidak menyangka aku akan bertemu lagi dengannya di waktu yang tidak terduga. Dia menatap ke arahku, dan menghampiriku.

"Assalamu'alaikum." Seru dia.

"Wa'alaikumussalam. Hai udah lama kita tidak berjumpa kembali." Sapaku.

"Hahaha iyaa.. kamu kerja disini sekarang?" Tanyanya.

"Alhamdulillah iyaa, bagaimana denganmu mengapa ada disini?" Tanyaku.

"Menunggumu memberikan kepastian." Jawabnya tanpa ragu.

               Aku tidak tau harus berkata apa. Apa yang dia katakan memang begitu tiba-tiba. Tapi aku harap dialah yang Allah swt berikan untukku. Semoga kebahagiaan selalu menyertaiku dan menyertainya. Semoga Allah swt selalu ada di sisiku memberikan yang terbaik untukku. Hanya do'a yang dapat ku sampaikan. Dan hanya harapan yang hanya kepada-Nya. Aku hanyalah manusia tidak pantas untuk berharap lagi kepada manusia. Karena ku tahu Allah swt Maha Pencemburu, maka aku hanya berharap kepada Allah swt. Jika berharap kepadanya, semua akan baik baik saja. Apa yang baik menurut Allah swt, tentu baik bagi kita. InsyaaAllah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun