Gaya Hidup Konsumtif: Tekanan untuk hidup mewah dan gaya hidup konsumtif yang tinggi seringkali mendorong pejabat publik untuk mencari cara cepat mendapatkan kekayaan, termasuk melalui korupsi.
Orientasi pada Kekuasaan dan Kekayaan: Dalam budaya yang sangat menghargai kekuasaan dan kekayaan, pejabat publik terdorong untuk memanfaatkan jabatannya untuk memperkaya diri.
2. Opportunity (Kesempatan)
Kelemahan Sistem Pengawasan: Sistem pengawasan yang lemah, baik dari internal maupun eksternal, memberikan ruang bagi pejabat publik untuk melakukan tindakan korupsi tanpa takut tertangkap.
Birokrasi yang Rumit: Birokrasi yang rumit dan berbelit-belit menciptakan banyak celah yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan tindakan korupsi.
Tingkat Transparansi yang Rendah: Kurangnya transparansi dalam pengelolaan keuangan negara membuat sulit untuk melacak aliran dana dan mengidentifikasi tindakan korupsi.
3. Needs (Kebutuhan)
Gaji yang Rendah: Gaji pejabat publik yang rendah, terutama di tingkat bawah, seringkali tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini dapat mendorong mereka untuk mencari sumber pendapatan tambahan melalui korupsi.
Tekanan Ekonomi: Kondisi ekonomi yang sulit, seperti tingginya tingkat pengangguran dan kemiskinan, dapat mendorong masyarakat, termasuk pejabat publik, untuk melakukan tindakan korupsi demi bertahan hidup.
4. Expose (Risiko Terungkap)
Penegakan Hukum yang Lemah: Lemahnya penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi membuat pelaku merasa aman dan tidak takut akan konsekuensi hukum.