Mohon tunggu...
Ega Noviyanti
Ega Noviyanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

NIM: 43121120095 | Program Studi: Sarjana Manajemen | Fakultas: Ekonomi dan Bisnis | Jurusan: Manajemen | Universitas: Universitas Mercu Buana | Dosen: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penerapan Penyebab Kasus Korupsi di Indonesia Pendekatan Jack Bologna

17 November 2024   02:10 Diperbarui: 17 November 2024   07:10 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penerapan Penyebab Kasus Korupsi di Indonesia pendekatan Jack Bologna

Prof. Apollo
Prof. Apollo

Pendahuluan

Definisi korupsi dan dampaknya di Indonesia.

Korupsi adalah tindakan penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi. Dalam konteks pemerintahan, korupsi melibatkan penggunaan jabatan atau wewenang secara tidak sah untuk memperoleh keuntungan pribadi, baik berupa uang, barang, atau fasilitas. Tindakan ini sering kali merugikan negara dan masyarakat secara keseluruhan.

Dampak Korupsi di Indonesia

Korupsi memiliki dampak yang sangat luas dan merusak bagi berbagai aspek kehidupan di Indonesia. Beberapa dampak utama dari korupsi antara lain:

Kerugian Keuangan Negara: Korupsi menggerogoti anggaran negara yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat. Dana yang seharusnya digunakan untuk infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan sektor publik lainnya, justru digunakan untuk kepentingan pribadi para koruptor.

Pelayanan Publik yang Buruk: Korupsi menyebabkan kualitas pelayanan publik menjadi buruk. Birokrasi menjadi lamban, tidak efisien, dan seringkali diskriminatif. Masyarakat kesulitan mendapatkan pelayanan yang baik dan cepat karena harus memberikan suap.

Pertumbuhan Ekonomi yang Lambat: Korupsi menghambat pertumbuhan ekonomi. Investor asing enggan menanamkan modal di negara yang korup karena ketidakpastian hukum dan tingginya biaya operasional. Selain itu, korupsi juga menciptakan persaingan yang tidak sehat di pasar, sehingga menghambat perkembangan usaha kecil dan menengah.

Ketidakpercayaan Masyarakat: Korupsi merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan lembaga-lembaga negara. Hal ini menyebabkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan menjadi rendah dan munculnya sikap apatis.

Kesenjangan Sosial: Korupsi memperlebar kesenjangan sosial. Kekayaan negara terkonsentrasi di tangan segelintir orang kaya, sementara sebagian besar masyarakat hidup dalam kemiskinan.

Kerusakan Lingkungan: Korupsi dalam sektor lingkungan sering kali menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah. Perusahaan-perusahaan yang melakukan korupsi seringkali mengabaikan peraturan lingkungan demi keuntungan pribadi.

Lemahnya Penegakan Hukum: Korupsi juga melemahkan penegakan hukum. Hukum tidak berjalan dengan adil dan seringkali dimanfaatkan untuk melindungi kepentingan kelompok tertentu.

Bentuk-Bentuk Korupsi

Korupsi dapat terjadi dalam berbagai bentuk, antara lain:

Suap: Memberikan atau menerima uang atau hadiah untuk memengaruhi keputusan atau tindakan seseorang yang memiliki wewenang.

Kolusi: Persekongkolan antara pejabat pemerintah dengan pihak swasta untuk mendapatkan keuntungan bersama.

Nepotisme: Memberikan keistimewaan kepada keluarga atau kerabat dalam hal pekerjaan atau proyek pemerintah.

Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN): Kombinasi dari suap, kolusi, dan nepotisme.

Upaya Pencegahan Korupsi

Untuk mengatasi masalah korupsi, diperlukan upaya yang sistematis dan berkelanjutan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan antara lain:

Penegakan Hukum yang Tegas: Memberikan sanksi yang berat kepada pelaku korupsi.

Peningkatan Transparansi: Meningkatkan keterbukaan informasi publik dan mendorong partisipasi masyarakat dalam pengawasan.

Reformasi Birokrasi: Memperbaiki sistem birokrasi agar lebih efisien dan akuntabel.

Pendidikan Antikorupsi: Menanamkan nilai-nilai antikorupsi sejak dini melalui pendidikan.

Penguatan Lembaga Pengawas: Memberikan kewenangan yang lebih luas kepada lembaga pengawas seperti KPK.

Korupsi adalah musuh bersama yang harus kita lawan bersama. Dengan kesadaran dan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat, kita dapat membangun Indonesia yang lebih baik dan bebas dari korupsi.

Pengenalan singkat tentang Jack Bologna dan teori-teori yang dikembangkan.
Jack Bologna adalah seorang ahli akuntansi forensik yang namanya kerap dikaitkan dengan studi tentang korupsi. Ia dikenal luas karena mengembangkan beberapa teori yang berusaha menjelaskan akar penyebab terjadinya tindakan korupsi. Teori-teori ini telah menjadi rujukan penting dalam dunia akademis maupun praktik dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.

Teori-Teori Utama Jack Bologna

Salah satu teori yang paling terkenal dari Jack Bologna adalah teori GONE. Akronim GONE merupakan singkatan dari:

Greedy: Keserakahan atau keinginan yang tidak terkendali untuk memperoleh lebih banyak.

Opportunity: Kesempatan atau peluang yang memungkinkan seseorang untuk melakukan tindakan korupsi.

Needs: Kebutuhan yang mendesak, baik itu kebutuhan finansial maupun non-finansial, yang mendorong seseorang melakukan tindakan korupsi.

Expose: Tingkat risiko tertangkap atau terungkapnya tindakan korupsi.

Teori GONE ini menjelaskan bahwa korupsi terjadi ketika keempat faktor di atas bertemu. Semakin besar keserakahan seseorang, semakin banyak kesempatan yang tersedia, semakin mendesak kebutuhannya, dan semakin rendah risiko tertangkapnya, maka semakin besar kemungkinan seseorang akan melakukan tindakan korupsi.

Selain teori GONE, Jack Bologna juga turut berkontribusi dalam pengembangan teori-teori lain yang berkaitan dengan fraud atau kecurangan. Teori-teori ini secara umum menekankan pada pentingnya memahami faktor-faktor psikologis, sosial, dan lingkungan yang dapat mendorong seseorang melakukan tindakan yang tidak jujur.

Mengapa Teori Jack Bologna Penting?

Teori-teori yang dikembangkan oleh Jack Bologna memberikan kerangka kerja yang berguna untuk memahami fenomena korupsi. Dengan memahami faktor-faktor yang mendorong terjadinya korupsi, kita dapat merancang strategi pencegahan yang lebih efektif. Selain itu, teori-teori ini juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi individu yang berpotensi melakukan tindakan korupsi dan melakukan tindakan preventif.

Dalam konteks Indonesia, teori-teori Jack Bologna dapat digunakan untuk menganalisis kasus-kasus korupsi yang terjadi dan merumuskan kebijakan pencegahan korupsi yang lebih komprehensif.

Tujuan artikel: Menganalisis penyebab korupsi di Indonesia berdasarkan pendekatan Jack Bologna.
Menganalisis Penyebab Korupsi di Indonesia Berdasarkan Pendekatan Jack Bologna

Pendekatan Jack Bologna, khususnya teori GONE (Greedy, Opportunity, Needs, Expose), memberikan kerangka kerja yang sangat berguna untuk menganalisis akar penyebab korupsi di Indonesia. Mari kita bedah satu per satu faktor-faktor tersebut dalam konteks Indonesia:

1. Greedy (Keserakahan)

Gaya Hidup Konsumtif: Tekanan untuk hidup mewah dan gaya hidup konsumtif yang tinggi seringkali mendorong pejabat publik untuk mencari cara cepat mendapatkan kekayaan, termasuk melalui korupsi.

Orientasi pada Kekuasaan dan Kekayaan: Dalam budaya yang sangat menghargai kekuasaan dan kekayaan, pejabat publik terdorong untuk memanfaatkan jabatannya untuk memperkaya diri.

2. Opportunity (Kesempatan)

Kelemahan Sistem Pengawasan: Sistem pengawasan yang lemah, baik dari internal maupun eksternal, memberikan ruang bagi pejabat publik untuk melakukan tindakan korupsi tanpa takut tertangkap.

Birokrasi yang Rumit: Birokrasi yang rumit dan berbelit-belit menciptakan banyak celah yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan tindakan korupsi.

Tingkat Transparansi yang Rendah: Kurangnya transparansi dalam pengelolaan keuangan negara membuat sulit untuk melacak aliran dana dan mengidentifikasi tindakan korupsi.

3. Needs (Kebutuhan)

Gaji yang Rendah: Gaji pejabat publik yang rendah, terutama di tingkat bawah, seringkali tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini dapat mendorong mereka untuk mencari sumber pendapatan tambahan melalui korupsi.

Tekanan Ekonomi: Kondisi ekonomi yang sulit, seperti tingginya tingkat pengangguran dan kemiskinan, dapat mendorong masyarakat, termasuk pejabat publik, untuk melakukan tindakan korupsi demi bertahan hidup.

4. Expose (Risiko Terungkap)

Penegakan Hukum yang Lemah: Lemahnya penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi membuat pelaku merasa aman dan tidak takut akan konsekuensi hukum.

Perlindungan terhadap Pelaku Korupsi: Adanya perlindungan terhadap pelaku korupsi, baik dari lingkungan sosial maupun dari sistem hukum, membuat mereka semakin berani melakukan tindakan korupsi.

Penerapan Teori GONE di Indonesia

Jika kita melihat kasus-kasus korupsi di Indonesia, kita dapat melihat bagaimana keempat faktor dalam teori GONE saling terkait. Misalnya, seorang pejabat publik dengan gaji yang rendah (Needs) melihat adanya peluang untuk memperkaya diri melalui proyek-proyek pemerintah (Opportunity). Dengan dukungan dari jaringan yang kuat (Expose rendah), ia kemudian melakukan tindakan korupsi dengan cara menyunat anggaran proyek dan menerima suap dari kontraktor.

Contoh Kasus:

Korupsi proyek infrastruktur: Pelaku memanfaatkan lemahnya pengawasan dalam proyek infrastruktur untuk menggelembungkan anggaran dan menerima suap dari kontraktor.

Korupsi dalam pengadaan barang dan jasa: Pejabat publik menyalahgunakan wewenangnya dalam pengadaan barang dan jasa dengan memilih penyedia barang atau jasa tertentu yang memberikan suap.

Korupsi dalam perizinan: Pejabat publik meminta suap kepada pengusaha untuk mempercepat atau memuluskan proses perizinan.

Kesimpulan

Pendekatan Jack Bologna melalui teori GONE memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang akar penyebab korupsi di Indonesia. Dengan memahami faktor-faktor yang mendorong terjadinya korupsi, kita dapat merancang strategi pencegahan yang lebih efektif. Upaya pencegahan korupsi harus dilakukan secara menyeluruh, mulai dari perbaikan sistem pengawasan, peningkatan transparansi, penegakan hukum yang tegas, hingga perubahan budaya dan nilai-nilai masyarakat.


Teori
Jack Bologna, seorang ahli akuntansi forensik, telah mengembangkan sebuah teori yang cukup populer untuk menjelaskan akar penyebab korupsi, yaitu teori GONE. Akronim GONE ini merupakan singkatan dari:

Greedy (Keserakahan): Keinginan yang tidak terkendali untuk memperoleh lebih banyak, seringkali didorong oleh gaya hidup konsumtif atau ambisi untuk kekuasaan.

Opportunity (Kesempatan): Adanya peluang atau celah dalam sistem yang memungkinkan seseorang untuk melakukan tindakan korupsi. Ini bisa berupa kelemahan dalam pengawasan, birokrasi yang rumit, atau kurangnya transparansi.

Needs (Kebutuhan): Dorongan untuk memenuhi kebutuhan, baik itu kebutuhan finansial (misalnya, gaji yang rendah) maupun kebutuhan non-finansial (misalnya, tekanan sosial).

Expose (Risiko Terungkap): Tingkat risiko seseorang tertangkap atau terungkap saat melakukan tindakan korupsi. Ini dipengaruhi oleh kekuatan penegakan hukum, pengawasan publik, dan perlindungan terhadap whistleblower.

Penerapan Teori GONE di Indonesia

Jika kita melihat fenomena korupsi di Indonesia, teori GONE ini sangat relevan. Mari kita bedah lebih dalam:

Keserakahan: Budaya konsumtif yang tinggi, ditambah dengan sistem yang memungkinkan pejabat publik untuk hidup mewah, mendorong banyak orang untuk korupsi.

Kesempatan: Sistem birokrasi yang kompleks, lemahnya pengawasan, dan kurangnya transparansi menciptakan banyak celah bagi korupsi. Misalnya, proyek-proyek besar seringkali menjadi lahan subur bagi korupsi karena melibatkan banyak pihak dan jumlah dana yang besar.

Kebutuhan: Gaji pegawai negeri yang relatif rendah dibandingkan dengan biaya hidup yang tinggi dapat mendorong mereka untuk mencari sumber pendapatan tambahan melalui korupsi.

Risiko Terungkap: Lemahnya penegakan hukum, perlindungan terhadap pelaku korupsi, dan kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya melaporkan tindakan korupsi membuat banyak pelaku merasa aman.

Contoh Kasus di Indonesia

Korupsi Proyek Infrastruktur: Pelaku memanfaatkan kompleksitas proyek dan lemahnya pengawasan untuk menggelembungkan anggaran atau menggunakan material berkualitas rendah.

Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa: Pejabat menyalahgunakan wewenang untuk memilih penyedia barang atau jasa tertentu dengan imbalan suap.

Korupsi Penerimaan Mahasiswa Baru: Perguruan tinggi swasta atau negeri tertentu meminta uang suap kepada calon mahasiswa untuk masuk.

Mengapa Teori GONE Berguna?

Dengan memahami teori GONE, kita dapat:

Mencegah Korupsi: Dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang memicu korupsi, kita dapat merancang strategi pencegahan yang lebih efektif. Misalnya, dengan meningkatkan transparansi, memperkuat pengawasan, dan memberikan sanksi yang tegas.

Menganalisis Kasus Korupsi: Teori GONE membantu kita memahami motif dan mekanisme yang terjadi dalam suatu kasus korupsi.

Membangun Sistem yang Lebih Baik: Dengan memahami akar penyebab korupsi, kita dapat membangun sistem pemerintahan yang lebih bersih dan akuntabel.

Studi Kasus

Tentu, mari kita analisis beberapa kasus korupsi terkenal di Indonesia menggunakan pendekatan teori GONE dari Jack Bologna:

Kasus Korupsi e-KTP

Kasus korupsi proyek e-KTP merupakan salah satu kasus korupsi terbesar di Indonesia. Dalam kasus ini, sejumlah pejabat negara dan pengusaha melakukan korupsi dengan cara menggelembungkan anggaran proyek, melakukan mark up harga, dan menerima suap.

Greedy: Para pelaku, baik pejabat maupun pengusaha, memiliki motivasi yang kuat untuk memperoleh keuntungan finansial yang sangat besar dari proyek ini.

Opportunity: Lemahnya pengawasan dan kompleksitas proyek e-KTP memberikan peluang yang sangat besar bagi para pelaku untuk melakukan korupsi. Proses pengadaan yang tidak transparan dan melibatkan banyak pihak membuat sulit untuk melacak aliran dana.

Needs: Meskipun para pelaku umumnya berasal dari kalangan menengah ke atas, namun hasrat untuk terus memperkaya diri dan gaya hidup mewah mendorong mereka untuk terlibat dalam korupsi.

Expose: Meskipun kasus ini akhirnya terungkap, namun para pelaku merasa cukup aman karena adanya perlindungan hukum dan jaringan yang kuat.

Kasus Korupsi Bansos Covid-19

Kasus korupsi dana bantuan sosial (bansos) untuk penanganan pandemi Covid-19 menunjukkan betapa korupsi dapat terjadi bahkan dalam situasi darurat. Dalam kasus ini, sejumlah pejabat dan pihak swasta melakukan korupsi dengan cara menggelembungkan harga bantuan sosial, mengurangi jumlah bantuan yang diberikan, dan menyalurkan bantuan kepada pihak yang tidak berhak.

Greedy: Pelaku melihat pandemi Covid-19 sebagai peluang untuk memperkaya diri dengan cara menyalahgunakan dana bantuan sosial yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat yang membutuhkan.

Opportunity: Kondisi darurat dan mendesaknya penanganan pandemi membuat pengawasan terhadap penggunaan dana bantuan sosial menjadi lebih lemah.

Needs: Meskipun sebagian pelaku mungkin terdorong oleh motif ekonomi, namun ada juga yang terdorong oleh kebutuhan untuk mempertahankan kekuasaan atau pengaruh politik.

Expose: Meskipun kasus ini banyak mendapat perhatian publik, namun tidak semua pelaku berhasil diadili dan dihukum.

Kasus Korupsi Proyek Pembangunan Infrastruktur

Kasus korupsi dalam proyek pembangunan infrastruktur sering terjadi di Indonesia. Modus operandinya beragam, mulai dari penggelembungan anggaran, penggunaan material berkualitas rendah, hingga suap menyuap dalam proses tender.

Greedy: Kontraktor dan pejabat pemerintah seringkali bekerja sama untuk menggelembungkan anggaran proyek dan membagi keuntungan.

Opportunity: Kompleksitas proyek infrastruktur dan banyaknya pihak yang terlibat memberikan banyak peluang untuk melakukan korupsi.

Needs: Kontraktor mungkin terdorong untuk melakukan korupsi karena persaingan yang ketat dan tekanan untuk memenangkan proyek.

Expose: Meskipun ada upaya untuk meningkatkan pengawasan terhadap proyek infrastruktur, namun masih banyak proyek yang lolos dari pengawasan.

Kesimpulan

Dari ketiga kasus di atas, dapat dilihat bahwa teori GONE dari Jack Bologna dapat menjelaskan dengan baik akar penyebab korupsi di Indonesia. Korupsi terjadi karena adanya kombinasi antara keserakahan, adanya peluang, kebutuhan, dan rendahnya risiko tertangkap. Untuk mengatasi masalah korupsi, diperlukan upaya yang komprehensif, mulai dari perbaikan sistem pengawasan, peningkatan transparansi, penegakan hukum yang tegas, hingga perubahan budaya dan nilai-nilai masyarakat.

Upaya Pencegahan Korupsi di Indonesia

Korupsi adalah musuh bersama yang terus menjadi tantangan besar bagi Indonesia. Untuk memberantas masalah ini, diperlukan upaya yang komprehensif dan berkelanjutan dari berbagai pihak. Berikut beberapa upaya pencegahan korupsi yang dapat dilakukan:

1. Penguatan Sistem Pengawasan

Transparansi: Meningkatkan transparansi dalam pengelolaan keuangan negara dan pelaksanaan proyek-proyek pemerintah.

Akuntabilitas: Mewajibkan pejabat publik untuk bertanggung jawab atas kinerja dan penggunaan anggaran.

Pemantauan Publik: Membuka akses informasi publik dan mendorong partisipasi masyarakat dalam mengawasi kinerja pemerintah.

Penguatan Lembaga Pengawas: Memberikan kewenangan yang lebih luas kepada lembaga seperti KPK untuk melakukan penyelidikan dan penindakan terhadap tindak pidana korupsi.

2. Penegakan Hukum yang Tegas

Hukuman yang Berat: Memberikan sanksi yang berat dan pasti kepada pelaku korupsi.

Proses Hukum yang Cepat dan Adil: Memastikan proses hukum berjalan secara cepat, adil, dan tidak berbelit-belit.

Perlindungan bagi Pelapor: Memberikan perlindungan kepada masyarakat yang berani melaporkan tindakan korupsi.

3. Peningkatan Integritas dan Etika

Pendidikan Antikorupsi: Menanamkan nilai-nilai antikorupsi sejak dini melalui pendidikan formal dan non-formal.

Peningkatan Kesejahteraan Pegawai: Memberikan gaji yang layak dan tunjangan yang memadai bagi pegawai negeri untuk mengurangi motivasi mereka melakukan korupsi.

Kode Etik: Menetapkan kode etik yang jelas dan tegas bagi setiap pejabat publik.

4. Reformasi Birokrasi

Sederhanaisasi Birokrasi: Menyederhanakan prosedur birokrasi untuk mengurangi peluang terjadinya korupsi.

Peningkatan Kapasitas Pegawai: Melakukan pelatihan dan pengembangan kapasitas bagi pegawai negeri untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme.

5. Penguatan Partisipasi Masyarakat

Sosialisasi: Melakukan sosialisasi secara luas kepada masyarakat tentang bahaya korupsi dan pentingnya peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi.

Forum Diskusi: Membuka ruang bagi masyarakat untuk berdiskusi dan memberikan masukan terkait upaya pencegahan korupsi.

Media Massa: Memanfaatkan media massa untuk mengkampanyekan antikorupsi.

6. Kerjasama Internasional

Kerjasama Penegakan Hukum: Meningkatkan kerjasama dengan negara lain dalam hal pengejaran dan penuntutan pelaku korupsi yang melarikan diri ke luar negeri.

Pertukaran Informasi: Membagikan informasi terkait kasus-kasus korupsi dengan negara lain untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi secara global.

Contoh Kasus Sukses Pencegahan Korupsi

E-Government: Penggunaan teknologi informasi dalam pelayanan publik dapat mengurangi interaksi langsung antara pemberi dan penerima layanan, sehingga meminimalkan peluang terjadinya suap.

Sistem Pengadaan Barang dan Jasa yang Transparan: Penerapan sistem pengadaan barang dan jasa yang transparan dan akuntabel dapat mencegah terjadinya praktik kolusi dan korupsi.

Whistleblower Protection: Adanya perlindungan bagi whistleblower mendorong masyarakat untuk berani melaporkan tindakan korupsi.

Tantangan dalam Pencegahan Korupsi

Kultur Korupsi: Budaya korupsi yang sudah mengakar sulit diubah dalam waktu singkat.

Lemahnya Penegakan Hukum: Banyak kasus korupsi yang tidak ditindaklanjuti secara serius oleh aparat penegak hukum.

Keterbatasan Sumber Daya: Lembaga-lembaga yang bertugas memberantas korupsi seringkali menghadapi kendala dalam hal anggaran dan sumber daya manusia.

Citasi
Jack Bologna AND korupsi Indonesia

teori GONE AND kasus korupsi di Indonesia

analisis kasus korupsi menggunakan teori GONE

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun