Mohon tunggu...
Ahmad Farhan Saukani
Ahmad Farhan Saukani Mohon Tunggu... Lainnya - Anak yang kebetulan suka filsafat

Baru pertama kali mencoba menulis. Lebih senang membaca dibanding menulis, tetapi membaca membangkitkan gairah untuk menulis. Kita coba dunia baru.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menyibak Filsafat di Balik Manga Attack On Titan

17 Desember 2020   01:56 Diperbarui: 26 April 2021   15:42 6425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster anime Attack on Titan. | Foto bersumber dari myanimelist

Selesai sudah kita berbincang-bincang soal Ontologi dan Epistemologi dari pelbagai filosof terkenal. Kali ini saya akan membedah manga ini dari aspek sosialnya. Manga ini bisa kita sadari dengan tegas membahas persoalan tentang konflik sosial dan politik di dalamnya.  Menurut perspektif saya, manga ini dekat dengan teori konflik. Sebuah konflik bisa memicu terjadinya integrasi antar kelas sosial, saya akan buat sub-bab kecil soal ini.

Hubungannya dengan Teori Konflik

Manga ini membahas pertentangan kelas melalui konflik antar bangsa-bangsa yang ada di manga ini. Bangsa Eldia sebagai kelas yang tertindas karena sejarah, dan Marley sebagai penindas.

Bangsa Marley kita ketahui telah menindas bangsa Eldia lebih dari apapun. Mereka berkuasa di atas penindasan bangsa Eldia sebagai kaum yang ditindas. Untuk bisa lepas dari penindasan yang ada, bangsa Eldia harus bertarung dengan bangsa Marley dan menghilangkan penindasan dan eksploitasi.

Eren pernah mengemukakan pandangan ini dengan kalimatnya pada chapter 106, ia berkata

"Jika kita tidak bertempur, kita tidak akan bisa menang. Jadi bertempurlah. Dan bertempur."

Teori konflik berakar dari pemikiran Karl Marx, seorang filsuf dan ekonom dari Jerman yang tidak asing lagi bagi kita. Marx mengatakan bahwa "Sejarah umat manusia terbentuk lewat pertumpahan darah."

Pertumpahan darah ini disebabkan karena kelas-kelas yang saling berkonflik. Konflik dinilai Marx justru sebagai hal yang membangun. Untuk bisa menjadi adil dan penindasan berakhir, kelas yang ditindas harus memberontak dan menghancurkan Status Quo kelas yang berkuasa. Hal ini digambarkan Marx dalam suatu anekdot dalam bukunya, Das Kapital.

Proletar: "Saya akan menggarap lahan ini untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari."

Borjuis: "Tanah ini milikku, dulu leluhurku berjuang mati-matian hingga titik darah penghabisan untuk mendapatkan lahan ini!"

Proletar: "Jika demikian, mengapa sekarang kita tidak berperang lagi saja untuk memperebutkan lahan ini..."

Borjuis: "..." (diam)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun