Mohon tunggu...
Ahmad Farhan Saukani
Ahmad Farhan Saukani Mohon Tunggu... Lainnya - Anak yang kebetulan suka filsafat

Baru pertama kali mencoba menulis. Lebih senang membaca dibanding menulis, tetapi membaca membangkitkan gairah untuk menulis. Kita coba dunia baru.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menyibak Filsafat di Balik Manga Attack On Titan

17 Desember 2020   01:56 Diperbarui: 26 April 2021   15:42 6425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster anime Attack on Titan. | Foto bersumber dari myanimelist

Hal ini pun sama seperti kapten Levi yang adalah seorang Ackerman. Levi mengabdikan hidupnya untuk komandan Erwin sampai akhir hayatnya.

Mikasa jelas merupakan representasi konsep dari moralitas tuan-budak yang saya paparkan sebelumnya. Bahkan Eren mempertegas kalimatnya dengan

"Sebuah klan yang telah kehilangan jati diri mereka sendiri, tercipta hanya untuk mengikuti perintah, dengan kata lain, budak. Apa kau tahu apa yang paling kubenci di dunia ini? Siapapun yang tidak bebas. Itu, atau ternak."

Nietzsche mengandaikan dunia dimana suatu saat manusia hidup dengan moralitasnya sendiri-sendiri. Tidak ada yang mengekang mereka untuk menjaadi diri mereka sendiri. Bebas bukan berarti immoral, melainkan mereka menciptakan sendiri apa yang disebut baik dan buruk. Manusia ini disebut Ubermensch, atau dalam bahasa indonesia adalah manusia super atau superman.

Tetapi, di kala semua orang telah menjadi Ubermensch, ada manusia yang kebingungan saat disuruh untuk menjadi bebas menentukan kebaikannya sendiri. Mereka tidak bisa hidup tanpa moralitas yang dibuat oleh orang lain, golongan ini Nietzscsche sebut sebagai The Last Man.

Klan Ackerman disini adalah representasi yang kuat atas konsep The Last Man ini. Yakni segolongan orang yang tidak bisa menjadi dirinya sendiri.

Terlepas kentalnya manga ini dari nihilisme, manga ini juga mengandung semangat eksistensialisme yang kuat. Saya akan bagi ini dalam bab khusus soal eksistensialisme.

Menyoal Eksistensialisme. 

Semangat eksistensialisme dimulai pada diri ayah dari Eren Yeager, yakni Grisha Yeager yang adalah seorang Eldian yang hidup di pulau Marley. Seorang Eldian bagi Marley dilihat layaknya iblis yang tidak bisa dimaafkan perbuatannya, bahkan ini berimbas pada keturunan Eldian yang tidak ada sangkut pautnya dengan leluhurnya. Hal ini dinilai Grisha sebagai penindasan dan ketidakbebasan sebagai seorang manusia.

Kemarahan dan semangat memuncak ketika adiknya, Yara Yeager dibunuh oleh militer Marley karna melanggar perbatasan. Seorang Eldian mesti hidup dalam penjara distrik Eldian yang merupakan wilayah iblis bagi Marley.

Ketika keluarga mereka dihadapkan pada kenyataan bahwa Yara telah mati, ayah dari Grisha diam mematung, bersujud, tanpa melakukan perlawanan. Grisha mual melihat ini, mengapa bisa seorang ayah yang bahkan kehilangan anaknya bisa tetap tunduk pada kuasa? Eldian seperti dijebak oleh keaadaan dimana mereka tidak bisa bebas, dan Grisha menyadari ini.

Manusia adalah makhluk yang menciptakan esensinya sendiri, yakni dengan cara eksis atau mengada di dunia. Hakikat manusia menurut Jean Paul Sartre, filsuf kelahiran Prancis ini adalah kosong. Manusia membentuk takdirnya sendiri, mereka yang menentukan akan menjadi apa ia di dunia. Dia harus meng-ada sebab dia adalah kosong tanpa makna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun