Mohon tunggu...
Ahmad Farhan Saukani
Ahmad Farhan Saukani Mohon Tunggu... Lainnya - Anak yang kebetulan suka filsafat

Baru pertama kali mencoba menulis. Lebih senang membaca dibanding menulis, tetapi membaca membangkitkan gairah untuk menulis. Kita coba dunia baru.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menyibak Filsafat di Balik Manga Attack On Titan

17 Desember 2020   01:56 Diperbarui: 26 April 2021   15:42 6425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster anime Attack on Titan. | Foto bersumber dari myanimelist

Untuk bisa mencapai kesempurnaan, manusia bukan seharusnya tenggelam dalam relitas dan kabur dari Faktisitas. Manusia tidak bisa lari dari Faktisitas, maka dari itu ia harus menyelami kehidupan untuk menemui dirinya.

Armin merupakan karakter yang digambarkan sebagai Das Man di manga ini. Setelah Armin mewarisi kekuatan sembilan titan dari Berthold, Armin mulai tenggelam dalam ingatan dan kesadaran milik Berthold yang sama sekali berbeda dengan Armin. Armin lari meninggalkan Faktisitasnya sebagai pewaris titan dan membunuh komandan Erwin untuk terjebak ke dalam Metafisika Keseharian. 

Armin mulai kehilangan dirinya sendiri dan terjebak dalam kesadaran milik Berthold. Kata Eren, Armin telah dikendalikan musuh. Eren menegaskan pada chapter 112 mengenai ini.

"Apa itu atas keinginanmu sendiri? Atau kau disuruh Berthold? Jika kenangan memainkan peran besar dalam membentuk seseorang, itu berarti sebagian dari dirimu telah menjadi Berthold. Sebagian dari prajurit musuh yang merasakan cinta terhadap prajurit lainnya telah mempengaruhi sebagian dari keputusanmu. Kau, seorang penasihat Eldia, pemegang sembilan titan. kau sudah tidak lembut seperti dulu. Kau tak pernah membelakangi musuh.....Armin, Berthold sudah merasuki otakmu. Justru kaulah yang dikendalikan musuh."

Kalimat ini jelas menyinggung kita yang seringkali meninggalkan Faktisitas dan tenggelam dalam pemahaman orang lain terhadap dunia. Kita seharusnya menyembul keluar dari keseharian dengan cara menyelami realitas untuk menemukan hakikat hidup itu sendiri.

Bicara soal kehidupan dan hakikat realitas, kita akan menjumpai konsep ketuhanan yang melandasi pemikiran manusia sejak manusia itu ada. Kajian esensialisme mengatakan bahwa segala kegiatan yang dilakukan manusia sudah diatur akhirnya akan seperti apa. Manusia dijebak oleh takdir yang mengikat mereka, dan takdir itu dibuat oleh tuhan.

Ini merupakan kontradiksi, jika tuhan membuat takdir untuk manusia, maka manusia tidak bisa menyadari ini karna segala kesadarannya telah dibentuk oleh takdir yang mengikat mereka, dan semuanya telah dipikirkan. Tetapi karna kita bisa memikirkannya, berarti kita bebas dan tuhan tidak merancang takdir yang demikian.

Dari konsep ini, Sartre menegaskan kesan ketidakpercayaannya kepada tuhan. Hal ini disinggung oleh pertanyaan Armin kepada Onyankopon, wakil dari pasukan sukarela yang membantu Survey Corps untuk melawan pasukan Marley di Liberio di chapter 106 dengan percakapan

"Kita semua ada karena dia menginginkannya." jelas Onyankopon

"jadi, siapa yang telah membuat kita?" tanya Armin

"Satu-satunya makhluk yang menganugerahkan kekuatan kepada Ymir Sang Pendiri, dengan kata lain, dewa. Beberapa orang menganggapnya demikian. Memikirkan soal itu saja sudah merupakan kebebasan bukan?" jawab Onyankopon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun