"Dia sahabat masa kecilku."
"Baiklah, kurasa maksudmu kau menyukainya."
" Kami sungguh -- sungguh mengenal sejak kami masih kecil. Tapi sekarang dia membenciku dan seluruh keluargaku. Dia takkan mau mendengar apapun lagi tentang kami."
Selama hampir satu jam penerbangan dari bandara Sultan Syarief Kasim II hingga ke bandara Soetta Sugara menceritakan semuanya pada Ali Nurdin yang mengaku satu kampus dengan Gendis. Ali Nurdin bermaksud untuk mengunjungi keluarganya dulu di Jakarta sebelum pulang.
'Wah, itu berat, Ray masalahnya." Komentar Ali nurdin setelah pesawat mereka mendarat dan mereka sedang menunggu bagasi, " Lalu apa yang akan kau lakukan sekarang? Apa kau akan menghubunginya?"
"Aku bertanya tadi padanya apakah aku boleh menghubunginya dan kurasa dia membolehkannya."
"Baiklah,"
"Tapi dia tak boleh tahu nama asliku, dan kau tak boleh memberitahunya."
"Tapi kebohongan bisa menimbulkan masalah baru di sini,"
" Itu lebih baik daripada jika dia tak mau berurusan denganku setelah tahu siapa aku."
Percakapan itu sudah bertahun -- tahun yang lalu. Ali Nurdin tak habis pikir kapan Sugara akan memberitahu kebenarannya pada Alisia. Dia sudah menunda -- nunda terlalu lama menghentikan kepura -- puraan ini. Dan sekarang permainan Sugara semakin berbahaya.