Saya membayangkan, kita sedang dilanda bahagia bersamaan sekumtum mawar menghiasi kamar kita. Saya menerima luapan cinta, membaca, menulis atau merenung.Â
Sesungguhnya kita menarik kembali pengetahuan yang terabaikan oleh nafsu-nafsu buta menjadi hasrat yang keluar amarah dan dendam membara.
Mesin terdiri sel-sel syaraf atau sumsum otak dan gelisahnya otot-otot yang disinyalkan dan didistribusikan kedalam organ-organ tubuh. Sekali lagi, ia adalah mesin tanpa tubuh (kecuali perpaduan antara alamiah dan virtual).Â
Sebagai contoh, seorang terdakwa karena melakukan tindak pidana korupsi (saat menjalani proses hukum, tidak jarang si terdakwa jatuh sakit). Nafsu-nafsu aktif dan lembam bercampur-aduk dengan perasaannya, cepat atau lambat. Dia langsung mengasosiasikan ingatannya dengan aparat penegak hukum: polisi, hakim dan jaksa; selanjutnya, pengetahuan dihantui, imajinasinya dirusak kedalam bentuk-bentuk yang dianggap ‘nyata’, yakni penjara atau jenis hukuman lain (tiang gantungan akan memanggilnya).
Seorang perokok berat, akan mencari alur kenikmatan yang sama ketika pengetahuannya dibelokkan hanya sekadar melampiaskan nafsunya dan memotong aliran hasrat, berarti kehendak bebas yang dianutnya terjatuh dalam selera, gambar atau warna ilusi berlipat-ganda sampai rasa sakit akan menjemputnya.Â
Setiap penyakit berakibat bagi penikmatnya, didekati oleh diskursus setelah kenikmatan yang dibelokkan dari superfisial menjadi aliran hasrat atau selera manusia.Â
Dapat dikatakan, bahwa wabah penyakit yang akan menggeregoti tubuhnya, gonjang-ganjing darah, kolesterol menanjak, kacaunya asam urat sudah dapat disimpulkan pasti kita akan mencari obat atau dokter.Â
Memang betul, jika sebuah jam rusak dibawa ke tukang reparasi, mesin mobil diperbaiki di bengkel dan tubuh sakit di bawah ke dokter, tetapi semua cara pandang itu berakhir ketika jaringan-jaringan di luar tubuh kita menghadirkan keindahan dan kebahagian hakiki dari elemen ruhani dalam pengetahuan kita. Tidak mengherankan, diantara terapi efektif ialah mendengarkan musik dan mendekatkan kekuatan ajaib di luar tubuh pasien.
Karena itu, Descartes tidak lagi takjub kepada mesin otomat yang dipantulkan tubuh. Tetapi, dia bisa gila jika masih banyak wabah penyakit yang tidak bisa dipermainkan, dilacak, dan tidak tersembuhkan dengan mesin, yang katanya memiliki daya guna, spontan, dan keteraturan yang fantastis dan bahkan ajaib.Â
Buat apa kita gelisah, berduka cita, tegang, tuli, dan mata rabum, jika hanya tubuh saja tempat penghakimannya?Â
Pengetahuan tentang emosi-emosi masing-masing tidak lagi bermain dengan satu permainan marabahaya. Saya masih percaya dengan diskursus yang membuka kedok.