Tetapi, hasrat untuk berpikir untuk mencari tahu tidak bisa ditukarkan dengan mesin khayalan karena ia hanya seperti tubuh yang berbeda. Ia adalah hasil cangkokan antara wujud alamiah dan wujud artifisial. Saya yakin, pengetahuan sampai pada keadaan tertentu tidak sampai pada ibarat ‘sakit-sakitan’, ‘menguap’ dan ‘musnah’ ditelan oleh kuasa waktu.
Melalui pengetahuan yang tidak ceroboh, kadangkala ‘hasrat untuk mengetahui’ seiring hasrat untuk berpikira’ lebih mengganggu daripada ‘hasrat untuk berdandan’. Ia bisa didekatkan pada titik koordinasinya dengan tujuan apa sehingga tubuh merupakan sesuatu yang tidak tabu melalui hasrat untuk berdandan yang ringan, seperti hilangnya kecantikan wajah.Â
Hasrat yang disalurkan untuk mencapai tujuan-tujuan penampilan tubuh. Akibat hasrat dan kesenangan, maka tubuh yang hanya ditampilkan seiring dengan ilusi. Imajinasi adalah umpan balik bagi pikiran dan ilusi dari hasrat untuk bebas.
Saya berhasrat, jika Anda berpikir saat catur yang Anda mainkan merangsang hasrat saya untuk bermain pada langkah kedua. Saya berhasrat untuk menunda langkah ketiga lantaran ada hal-hal yang belum muncul saat saya bermain catur. Saya berhasrat, tubuh lebih dari hal-hal di luar mimpi.Â
Dari sini, saya berhasrat untuk mengetahui bersama imajinasi. Lalu, syaraf otak, jari, dan mata muncul saat saya berhasrat untuk mengetahui dimana titik celah bermain catur.
Saya ada, yang pasti karena saya berhasrat. Tubuh dengan kesenangan yang gemerlap tidak lebih dari hal-hal yang menggiurkan selera atau hasrat yang telah terkontrol hanya sampai pada titik tolak dimana ia ditumbuhkan melalui esensinya sendiri. Saya ada karena saya berhasrat bahwa tubuh adalah topeng bagi kesadaran (pikiran ala Cartesian). Saya berhasrat, kita juga bisa berbicara, bahwa tidak keliru jika kita menanyakan ada apa di balik aura kekerasan buku (berisi dogma-dogma yang mengekang hasrat untuk mengetahui, yang berbeda).
Coba kita menanyakan pada rohaniawan? Bagaimana rohaniawan berhadapan dengan hasrat seksual non manusia? Hasrat dijejaki dan disaluri dalam tubuh yang ingar-bingar.
Kemudian, apakah kita menyalahkan pada orang dengan pengetahuan yang remeh? Seperti penyandang tuna netra, orang tidak melihat mata lahiriahnya, yang berkesimpulan, bahwa bumi berbentuk prisma. Siapakah yang mengatakan, luas lingkaran sama dengan penderitaan, kecuali dia sedikit dibumbuhi guyonan yang berantakan?
Saya hanya membayangkan dan saya hanya menuntut jika saya persis orang-orang lain tidak tejatuh dalam penderitaan.Â
Saya ada, dimana penderitaan sama kuatnya dengan imajinasi. Saya berhasrat untuk mengetahui betapa lamunan kosong menandakan suatu ruang virtual yang saling mengisi dengan ruang alamiah.
Apapun tubuh virtual lewat internet atau Artificial Intelligence, ia hanya menempatkan dunia yang dilihat dari permukaan. Mengapa?Â