Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Secuil Ikhtisar tentang Sejarah Pemikiran Islam

27 Maret 2023   14:33 Diperbarui: 23 Juli 2023   15:34 1332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibnu Khaldun, pemikir Islam kenamaan (Sumber gambar: detik.com)

Jadi, keabadian jiwa terjadi bersama jiwa universal, bukan jiwa individual. Ia juga menolak ide tentang kehendak bebas. 

Kebenaran dipercayainya terdapat dalam berbagai tingkatan termasuk Al-Qur'an yang menawarkan kebenaran atas segala jenis individu dengan  watak  yang  berbeda-beda dalam cara yang berbeda-beda pula. 

Ibnu Rusyd mengarang buku Tahafut al-Tahafut (Hancurnya Kehancuran) sebagai jawaban atas berbagai kritik yang dilontarkan oleh al-Ghazali dalam karyanya Tahafut al-Falasifah (Kehancuran Filsafat).

Terhadap  tiga  kritikan  paling  krusial  dari  al-Ghazali terhadap kaum filosof, Ibnu Rusyd memberi jawaban sebagai berikut.

Pertama, ketika Tuhan menciptakan alam bukannya dari suatu ketiadaan, tetapi ketika itu telah ada sesuatu di samping-Nya yang berupa materi dasar sebagai bahan penciptaan sebagaimana ditunjukkan oleh surat Hud ayat 7, Ha Mim ayat 11 dan al-Anbiya ayat 30. 

Materi asal itupun bukannya timbul dari ketiadaan, tetapi dari sesuatu yang dipancarkan oleh pemikiran Tuhan. Di samping itu, kata khalaqa dalam Al-Qur’an juga menggambarkan penciptaan bukan dari “tiada” (creatio ex nihilo), tetapi dari “ada” (exist) (misalnya, surat al-Mu’minun ayat 12 tentang penciptaan manusia). Menurutnya, “tiada”  tidak bisa  berubah menjadi “ada,” tetapi yang tepat adalah “ada” menjadi “ada” dalam bentuk lain.  

Sementara, mengenai keazalian alam yang dimaksud para filsuf adalah merujuk pada pengertian sesuatu yang diciptakan dalam keadaan terus menerus mulai dari zaman tak bermula dengan bahan dasar yang telah ada di sisi Tuhan sampai zaman tak berakhir (baca surah Ibrahim ayat 47-48).

Kedua, seputar pernyataan al-Ghazali bahwa para filsuf berpendapat tentang Tuhan tidak mengetahui perincian (juz’iyat) yang terjadi di alam. 

Ibn Rusyd membantah bahwa pernah ada filsuf Islam yang mengatakan demikian. Sebenarnya, yang dibahas para filsuf adalah tentang bagaimana Tuhan mengetahui perincian itu. Emanasi wujud di atas kiranya cukup menjelaskan persoalan ini dari kacamata filsuf.

Ketiga, terkait dengan tuduhan bahwa para filsuf menentang ajaran kebangkitan jasmani, Ibn Rusyd mengatakan bahwa para filsuf muslim tak menyebutkan hal itu (Coba baca kembali ulasan dimuka tentang jiwa dari Ibnu Sina). Ibnu Rusyd kemudian balik mengkritik inkonsistensi pemikiran al-Ghazali. 

Karena itu, dalam Tahafut al-Falasifah, dia menulis bahwa  dalam  Islam  tidak ada orang  yang berpendapat adanya kebangkitan ruhani saja, tetapi di dalam buku lainnya dia mengatakan jika di kalangan sufi muncul pandangan bahwa yang ada nanti ialah kebangkitan ruhani. Dari sini, Ibnu Rusyd menilai bahwa al-Ghazali juga tidak mempunyai argumen kuat untuk mengkafirkan para filsuf. Hingga datang abad ke-19, dimana umat Islam dikejutkan oleh kemajuan Barat Kristen dalam bidang pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan atas pengaruh metode berpikir rasional Ibn Rusyd yang disebut averroism.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun