Maturidiyah dalam permadlahaiman melihatnya sebagai suatu kepercayaan dalam hati, sedangkan pernyataan lisan dan amal perbuatan hanya sebagai pelengkap saja. Jadi, sejauh seseorang meyakini keesaan Allah dan kerasulan Muhammad, sekalipun tidak melaksanakan ibadah, dia masih masuk kategori beriman.Â
Tetapi, pandangan ini tidak persis sama dengan Murjiah karena dia meyakini secara tegas bahwa pelaku dosa besar adalah fasik dan masih berhak masuk surga (atau tidak kekal dalam neraka) setelah dosa-dosanya akan diampuni oleh Tuhan. Ini berarti juga menyelisihi paham Mu'tazilah tentang manzilah.
Pemikiran Fikih
Secara harfiah fikih (fiqh) berarti pengetahuan atau pemahaman yang mendalam tentang sesuatu, semisal maksud dari perkataan seseorang.
Hanafiyah. Dasar-dasar mazhab pemikiran tokoh Abu Hanifah (Hanafiyah), yaitu  Al-Qur’an, Al-Sunnah, Ra’yu dengan metode menemukan hukum, Ijma‘, Qiyas (penalaran analogis), Istihsan, dan Urf atau tradisi, adat kebiasaan baik dari masyarakat setempat.
Inna naasa kulluhum ‘iyaalun ‘alaihi fi il-fiqh (Dalam persoalan fiqih, semua orang sebenarnya masih kerabat dekatnya Abu Hanifah).
Sekarang, mazhab fikih ini banyak dianut oleh umat Islam di Turki, Syria, Afghanistan,
Pakistan, India, Cina, dan bekas wilayah Uni Soviet. Di Syiria, Libanon dan Mesir, mazhab ini menjadi mazhab hukum resmi.
Malikiyah. Selanjutnya tokoh terkemuka dari aliran Madinah yang dikenal sebagai peletak dasar mazhab Malikiyah adalah Malik bin Anas bin Malik bin Abi ‘Amir al-Asbahi (713-795 M).
Mazhab dari pengarang kitab al-Muwatta’ yang kini banyak dianut oleh umat Islam yang berdiam di Maroko, Aljazair, Libya, Mesir Selatan, Sudan, Bahrain, dan Kuwait dibangun di atas dasar-dasar referensial-metodologis sebagai berikut: (i) Al-Qur’an; (ii) Al-Sunnah, Malik menerima hadith mursal sejauh perawinya terpercaya (tsiqat). Dia juga mendahulukan khabar ahad daripada qiyas; (iii) Praktek penduduk Madinah. Menurutnya, tradisi keberagamaan mereka telah berakar sejak zaman Nabi sehingga layak menjadi hujjah (dasar hukum) melebihi qiyas; (iv)  Perkataan shahabat. Malik berasumsi bahwa para sahabat merupakan orang yang paling mengetahui wahyu dan sabda Nabi. Berdasar hal itu, maka perkataan atau pendapat para sahabat dapat dijadikan sebagai dalil; (v)  Al-Masalih al-Mursalah, yaitu mengambil manfaat atau mencegah kerugian. Asumsinya bahwa kewajiban-kewajiban dalam agama sebenarnya dimaksudkan tidak lain kecuali untuk memelihara  tujuan-tujuannya  baik yang  daruriyah, hajiyah maupun tahsiniyah; (vi)  Al-Qiyas atau analogi hukum, dan (vii)  Sad al-zarai‘, yaitu mencegah hal-hal yang pada dasarnya boleh tetapi dinilai dapat mengantar kepada hal-hal yang tidak diperbolehkan oleh syariah.
Syafi’iyah. Muhammad bin Idris bin al-‘Abbas bin ‘Uthman bin Shafi’ bin al-Saib bin ‘Ubayd b’Abd Yazid bin Hashim bin al-Muttalib bin ‘Abd Manaf (767-820 M) sebagai peletak dasar mazhab Syafi'iyah. Imam Syafii merevisi beberapa pemikiran usul maupun furu'- nya yang terdahulu, sehingga dikenal adanya qawl qadim (pendapat lama) dan qawl jadid (pendapat baru) dari Syafii.