“Iya Nak, nanti akan Mak lakukan semua yang ananda katakana.”
“Oh ya Mak, hari sudah larut petang, untuk kebaikan dan mempercepat pulihnya si gadis, saya harus mencari ramuan, pengobat luka tubuh dan duka lara batin si gadis malang ini, saya akan mencari air asin dari mata air tujuh hulu, mencari pasir merah tujuh muara, batu akik kecubung jiwa tujuh warna dan bunga tujuh rupa.”
“Mak..?”
“Do’akan selalu, semoga perjalanan saya lancar dan selamat pulang pergi” Mata Saipul berkaca-kaca.
Saipul memegang tangan Mak Raisah, dia berjongkok dan mencium kaki Mak Raisah. Mak Raisah mengangkat bahunya, memegang tangan Saipul, sambil mengangguk dia berjalan mengantar Saipul kedepan pintu, untuk berjalan mencari obat si gadis malang.
Sebelum berangkat, Saipul menanam bambu ruyung di samping rumahnya, dan berpesan kepada Mak Raisah.
“Mak, saya tanam bambu ini, jika bambu ini segar, berarti saya baik-baik saja, jika dia layu pertanda saya sakit dalam pencarian obat si Gadis, maka siramlah dengan air bilasan kaki Mak dan kaki si gadis, jika bambu ini mati, maka ikhlaskan saya tenang di alam baqa.”
Mak Raisah, menangis, wajahnya basah oleh air mata.
***
Sayup-sayup aku mendengar suara denting biola tergesek indah, seruling bambu mengalun lembut, puput serunai bergema sahdu. Disela irama harmoni biola, seruling dan puput serunia berkulindan mendayu-dayu. Aku mendengar ada suara orang berdendang sambil meratap lara.
Hari berganti bulan