Mohon tunggu...
Emil WE
Emil WE Mohon Tunggu... road and bridge engineer -

Seorang penikmat sastra, anggota forum diskusi sastra “Bengkel Imajinasi”, anggota Adventurers and Mountain Climbers (AMC 1969) Malang, kini tinggal di kampung kecil di Jawa Timur sehabis menekuni profesinya sebagai urban di Jakarta. Gemar menulis di alam bebas.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cerpen: Koridor

28 Desember 2010   23:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:16 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"dan aku menyesal mencintaimu," lanjut Marieta bersedih.

"maafkan aku, Sayang"

"maaf ?! kau bilang cuma maaf ?!! cintaku cinta sesungguhnya, Pram. Aku cuma ingin dinikahi. Aku cuma ingin memiliki suami di mata Tuhan, terserah walau semua orang menganggapku perek, persetan. Yang pasti aku mencintaimu. Tak ada keinginanku untuk menemui istrimu, atau, Sita anak perempuanmu. Kamu mau rumah tanggamu berantakan ?"

"jangan main-main, Marieta. Jangan gegabah,"

"aku tahu kau pasti ketakutan. Bayangkan, sosok terpandang di masyarakat, menantu idaman, sosok suami yang baik, Papa yang mendidik, punya karier yang brillian, aku tak kuasa membayangkan reaksi mertuamu jika skandal kita terkuak, Pram. Aku mengerti jika kariermu yang melejit semata-mata karena campur tangan mertuamu yang pensiunan Dirjen itu,"

"jangan mengancam, Marieta. Kumohon. Aku mencintaimu, Sayang" Prama mengiba

"kamu mesti memahami aku, Pram. Aku cuma ingin punya suami yang kucintai di mata Tuhan. Tak ingin lagi aku seperti ini. Ditemui kekasihku layaknya polisi yang menyamar," suara Marieta melembut sambil menatap Prama dalam-dalam.

"kamu tahu posisiku sekarang ini ?" tanyanya kemudian.

"seperti ban mobil cadangan. Dipakai saat birahimu meledak," Marieta menggeleng perlahan

"enough, Marieta. Calm down. Kita cari solusinya,"

"solusinya cuma satu, Pram. Kita menikah ! sekali lagi kukatakan, nikah di bawah tangan pun aku rela !"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun