"dan aku menyesal mencintaimu," lanjut Marieta bersedih.
"maafkan aku, Sayang"
"maaf ?! kau bilang cuma maaf ?!! cintaku cinta sesungguhnya, Pram. Aku cuma ingin dinikahi. Aku cuma ingin memiliki suami di mata Tuhan, terserah walau semua orang menganggapku perek, persetan. Yang pasti aku mencintaimu. Tak ada keinginanku untuk menemui istrimu, atau, Sita anak perempuanmu. Kamu mau rumah tanggamu berantakan ?"
"jangan main-main, Marieta. Jangan gegabah,"
"aku tahu kau pasti ketakutan. Bayangkan, sosok terpandang di masyarakat, menantu idaman, sosok suami yang baik, Papa yang mendidik, punya karier yang brillian, aku tak kuasa membayangkan reaksi mertuamu jika skandal kita terkuak, Pram. Aku mengerti jika kariermu yang melejit semata-mata karena campur tangan mertuamu yang pensiunan Dirjen itu,"
"jangan mengancam, Marieta. Kumohon. Aku mencintaimu, Sayang" Prama mengiba
"kamu mesti memahami aku, Pram. Aku cuma ingin punya suami yang kucintai di mata Tuhan. Tak ingin lagi aku seperti ini. Ditemui kekasihku layaknya polisi yang menyamar," suara Marieta melembut sambil menatap Prama dalam-dalam.
"kamu tahu posisiku sekarang ini ?" tanyanya kemudian.
"seperti ban mobil cadangan. Dipakai saat birahimu meledak," Marieta menggeleng perlahan
"enough, Marieta. Calm down. Kita cari solusinya,"
"solusinya cuma satu, Pram. Kita menikah ! sekali lagi kukatakan, nikah di bawah tangan pun aku rela !"