"jangan membawa-bawa nama Tuhan segala, bukankah sumpah itu juga yang kamu gunakan untuk mengelabuhi istrimu," Marieta melirik dengan tatapan menunggu.
"kau mulai pintar, Marieta. Sudahlah -jangan membahas itu, aku tak enak hati," Prama lantas tertawa kecil.
"kamu masih mencintai Tiara, Pram ?" tanya Marieta kemudian
"kenapa kau tanya itu ?"
"itulah kenapa kubilang kau harus lebih memahami perempuan, Pram"
"jawab, apa kamu masih mencintai istrimu itu ?" lanjut Marieta
"ya, tapi .. aahh, entahlah, kenapa kau mesti menanyakan itu ?" suara Prama memberat
"kenapa ragu, Pram ? cukup katakan ya - atau tidak. Kamu seorang laki-laki," desak Marieta.
Tenggorokan Prama terasa kering mendengarnya. Ia menelan ludah.
"aku cinta dia, Marieta. Tapi mungkin sudah tak seperti dulu. Itu maksudku." Prama lantas menghembuskan nafas panjang.
"lebih cinta mana antara dia dan aku ?"