3. Utama: Merupakan tipe kepemimpinan yang didasarkan pada kemampuan untuk menginspirasi, memotivasi, dan memimpin orang lain untuk mencapai tujuan yang lebih besar. Utama adalah tipe kepemimpinan yang menunjukkan kemampuan seseorang untuk memimpin dengan visi yang jelas, strategi yang baik, dan kemampuan untuk memotivasi orang lain.
Meskipun istilah-istilah ini tidak umum digunakan dalam bahasa Indonesia, namun konsep kepemimpinan yang diwakili oleh Nistha, Madya, dan Utama tetap relevan dan dapat diterapkan dalam konteks kepemimpinan di berbagai bidang dan budaya."Eling ian waspada" adalah ungkapan dalam bahasa Jawa yang memiliki arti "Ingat dan waspada" dalam bahasa Indonesia.
"Eling" berarti "ingat" atau "ingatlah", dan "ian" adalah kata yang menunjukkan intensitas atau kekuatan dalam perintah atau nasihat. Sementara itu, "waspada" berarti "waspadalah" atau "berhati-hatilah". Oleh karena itu, "Eling ian waspada" mengandung arti bahwa seseorang harus selalu ingat dan berhati-hati dalam menghadapi situasi atau masalah yang muncul. Ungkapan ini sering digunakan dalam berbagai konteks dalam budaya Jawa, termasuk sebagai nasihat atau peringatan untuk selalu waspada dalam menjalani kehidupan sehari-hari dan menghadapi berbagai tantangan yang mungkin muncul. Dengan selalu ingat dan berhati-hati, seseorang diharapkan dapat menghindari kesalahan atau bahaya yang tidak diinginkan. "Bangkit" berarti "berdiri" atau "bangun", sedangkan "ajur" dan "ajer" berarti "lurus" atau "sejajar". Oleh karena itu, secara harfiah, ungkapan "Bangkit ajur ajer" mengandung arti untuk berdiri dengan tegak dan sejajar, sehingga tubuh berada dalam posisi yang baik dan benar.
Ungkapan ini sering digunakan sebagai perintah atau nasihat untuk memperbaiki posisi tubuh atau sikap seseorang, terutama dalam konteks olahraga atau seni bela diri. Dalam berbagai olahraga atau seni bela diri, posisi tubuh yang benar dan seimbang sangat penting untuk mendapatkan keseimbangan, daya tahan, dan kekuatan yang optimal. Oleh karena itu, ungkapan "Bangkit ajur ajer" dapat diartikan sebagai perintah untuk selalu memperhatikan posisi tubuh dengan baik dan benar dalam berbagai aktivitas fisik.U
Meskipun demikian, tanpa konteks dan informasi lebih lanjut, sulit untuk memberikan penafsiran yang pasti mengenai arti dari ungkapan tersebut."Satrio" adalah istilah dalam
bahasa Jawa yang merujuk pada sosok ksatria atau pahlawan yang berani, bijaksana, dan memiliki kekuatan moral yang tinggi. Dalam budaya Jawa, satrio dianggap sebagai sosok yang memiliki kepribadian yang luhur dan memiliki keteladanan yang patut dicontoh. Berikut adalah tiga keteladanan satrio dalam budaya Jawa:
1. Kekuatan moral yang tinggi: Seorang satrio harus memiliki kekuatan moral yang tinggi, seperti kejujuran, keberanian, dan integritas yang tinggi. Seorang satrio diharapkan selalu berperilaku baik dan menjadi teladan bagi orang lain.
2. Kebijaksanaan: Seorang satrio juga diharapkan memiliki kebijaksanaan yang tinggi dalam mengambil keputusan dan menghadapi situasi yang sulit. Seorang satrio diharapkan mampu memimpin dengan bijaksana dan mampu mengambil keputusan yang tepat untuk kebaikan bersama.
3. Kesetiaan: Seorang satrio diharapkan memiliki kesetiaan yang tinggi, baik kepada keluarga, rakyat, maupun kepada negara. Seorang satrio diharapkan mampu berkorban demi kebaikan bersama dan senantiasa setia pada nilai-nilai yang dipegangnya.
Ketiga keteladanan satrio ini menjadi pedoman bagi masyarakat Jawa dalam membangun karakter yang baik dan memperkokoh nilai-nilai luhur dalam kehidupan sehari-hari."Werkudara" atau yang lebih dikenal sebagai "Bima" adalah salah satu tokoh pewayangan dalam cerita Mahabharata versi Jawa. Werkudara
merupakan putra dari Dewa Bayu, yang memiliki kekuatan yang luar biasa dan dikenal sebagai ksatria yang gagah berani dan memiliki sifat-sifat yang mulia.