"He-eh."
"Dapat dari mana?"
"Beli sewaktu di Bromo."
"Kamu suka edelweiss, ya?"
Dia mengangguk.
"Padahal, gadis-gadis sih biasanya senang sama mawar."
Dia membisu. Masih duduk di sofa hotel dengan wajah menekuk. Saya sedikit rikuh dengan kelakuannya yang laten serupa arca. Saya menggaruk kepala tanpa sadar. Mencari kalimat tepat untuk tetap mengajaknya buka suara.
Saya tidak ingin dia berkubang sendiri seperti muno. Padahal, kedua puluh dua bidadari lainnya sudah berkumpul seperti biasa. Menebar jala gosip khas nona-nona metropolis. Apa lagi kalau bukan soal dunia lawan jenis pemikat sukma alias cowok-cowok keren, yang bisa dijadikan tongkrongan kebanggaan suatu waktu.
"Ada stori dengan edelweiss, mungkin?"
"Tidak juga. Tapi...."
"Apa?"