Sebagai contoh, sebuah perusahaan mengklaim bahwa biaya tertentu dapat dikurangkan dari pajak karena mereka percaya bahwa biaya tersebut memenuhi persyaratan yang diatur oleh hukum pajak. Namun, auditor menemukan bahwa biaya tersebut tidak memenuhi ketentuan yang berlaku. Dengan melakukan diskusi yang berbasis data dan regulasi, auditor dan WP dapat mencapai kesepakatan, seperti melakukan koreksi pada laporan pajak atau membayar denda yang relevan.
B. Mengapa Dialektika Hegelian Diperlukan dalam Audit Perpajakan?
Dialektika Hegelian memberikan kerangka kerja yang sistematis dalam menyelesaikan konflik yang kerap muncul dalam audit perpajakan. Kompleksitas sistem perpajakan modern, terutama di negara dengan regulasi perpajakan yang terus berkembang seperti Indonesia, sering menciptakan ketidaksesuaian antara pemahaman WP dan ketentuan yang diterapkan oleh otoritas pajak.
1. Memfasilitasi Penyelesaian Konflik Secara Logis
Audit perpajakan sering kali melibatkan konflik antara data yang dilaporkan oleh WP dan temuan auditor. Konflik ini bisa terjadi karena:
- Perbedaan cara pandang dalam menafsirkan peraturan perpajakan.
- Kurangnya pemahaman WP mengenai kewajiban perpajakan.
- Ketidaksesuaian dalam sistem administrasi WP.
Pendekatan Hegelian menyediakan sebuah struktur yang jelas untuk mengatasi konflik ini dengan menyusun tahapan Tesis, Antitesis, dan Sintesis:
- Tesis menggambarkan klaim awal dari WP mengenai kewajiban perpajakannya.
- Antitesis menunjukkan temuan auditor yang bertentangan dengan klaim tersebut.
- Sintesis menawarkan solusi berbasis data dan fakta yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.
Dengan menggunakan kerangka ini, dialog antara WP dan auditor menjadi lebih terarah, berbasis pada fakta, dan berfokus pada penyelesaian masalah yang ada.
2. Mendorong Pemahaman yang Lebih Dalam terhadap Sistem Perpajakan
Audit tidak hanya bertujuan untuk mendeteksi kesalahan, tetapi juga untuk memperbaiki pemahaman WP mengenai kewajiban perpajakan mereka. Model dialektika Hegelian mendorong pembelajaran bersama antara auditor dan WP, yang memungkinkan:
- Auditor memahami alasan di balik kesalahan yang dilakukan WP.
- WP mendapatkan penjelasan yang logis mengenai temuan auditor.
Hasilnya, kedua belah pihak memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana seharusnya peraturan perpajakan diterapkan dengan benar.
3. Relevansi dalam Sistem Perpajakan Indonesia