Hegel menolak pandangan tradisional bahwa kontradiksi harus dihindari. Sebaliknya, ia memandang kontradiksi sebagai langkah penting menuju pemahaman yang lebih tinggi. Dalam proses ini, konsep baru tidak sepenuhnya menggantikan yang lama, melainkan menyerap elemen-elemen sebelumnya, menjadikannya lebih luas dan universal.
Proses dialektika Hegel terus berkembang hingga mencapai konsep tertinggi, yaitu "Mutlak", yang mencakup semua konsep sebelumnya. Mutlak ini dianggap sebagai bentuk universalitas tertinggi, tidak terkondisi oleh apa pun di luar dirinya.
Hegel percaya bahwa metode dialektikanya adalah pendekatan ilmiah yang sejati, karena prosesnya berkembang secara internal berdasarkan isi topik itu sendiri, tanpa membutuhkan elemen eksternal. Dialektika, menurutnya, adalah prinsip yang menggerakkan perkembangan ilmu pengetahuan.
Dialektika Hanacaraka
Dialektika Hanacaraka, berbasis pada filosofi Jawa kuno, mencakup empat elemen utama: Hana Caraka (tesis), Data Sawala (antitesis), Padha Jayanya (kesetimbangan atau konflik seimbang), dan Maga Bathanga (resolusi atau solusi final). Model ini mengintegrasikan elemen kebudayaan Jawa dalam memahami masalah perpajakan secara holistik.
Dalam masyarakat Jawa, komunikasi yang santun dan pendekatan harmoni menjadi kunci hubungan yang efektif. Auditor yang memahami budaya lokal dapat membangun hubungan lebih baik dengan wajib pajak, menciptakan suasana audit yang kondusif, serta mengurangi ketegangan. Pendekatan ini meningkatkan kepercayaan antara wajib pajak dan pemerintah, sehingga mempermudah proses audit dan memperkuat kepatuhan perpajakan.
Prinsip Hanacaraka dapat diadaptasi ke dalam teknologi audit modern. Analisis data besar (big data analytics) memungkinkan auditor mendeteksi ketidaksesuaian laporan pajak dengan lebih cepat dan akurat, sambil tetap memegang nilai tanggung jawab dan harmoni yang diusung Hanacaraka.
- Contoh: Dengan teknologi berbasis data, auditor dapat membuat keputusan yang lebih objektif dan selaras dengan prinsip-prinsip budaya lokal, seperti keadilan dan tanggung jawab.
Berbeda dari pendekatan Hegelian, dialektika Hanacaraka yang berakar pada filosofi Jawa menekankan pentingnya harmoni dan kerja sama. Setiap fase dari aksara Jawa menggambarkan proses resolusi yang berorientasi pada pembelajaran dan hubungan antarindividu:
Ha-Na-Ca-Ra-Ka: Mengidentifikasi tugas dan tanggung jawab masing-masing pihak.
Da-Ta-Sa-Wa-La: Menghadapi konflik secara terbuka dengan dialog yang harmonis.