Dokter tua itu menyambut Dhe dengan senyum ramah, dokter yang sudah seperti mama bagi Dhe, sejak kecil dokter inilah yang selalu menjadi perantara kesembuhanya dari segala penyakit selama ini. Obat dan sentuhannya selalu cespleng buat Dhe.
"Matamu sembab, kamu habis nangis nak?" dokter Anisah membuka pembicaraan.
"Iya, mami" jawabnya yang selalu memanggil dokter Anisah layaknya mamanya.
"Ghak usah kuatir nak Dhe, sini mami periksa dulu"
"Iya mam" jawab Dhe pasrah,
"Heemm untung mami dokter mengira aku menangisi penyakitku ini" gumamnya dalam hati.
Dengan telaten dokter Anisah memeriksa semua yang dikeluhkan oleh Dhe, dari raut wajah sang dokter Dhe sudah bias menebak sebagian.
"Beneran kanker kan mami dokter"
"Eeeee diagnosanya tidak bisa hanya diperiksa seperti ini nak, tetapi harus melewati beberapa tahapan, justru yang mami kuatirkan bukan itu sebenarnya tetapi penyakit lambungmu yang sudah lama kamu derita" jawab dokter Anisah mencoba menenangkan,
"Kalau lambung sih sudah sekian lama tidak pernah kambuh kog mam" jawab Dhe.
"Yah asal jangan lupa minum obatnya, karena maag mu itu cukup lumayan parah" kata dokter Anisah, "mana suamimu? seharusnya kamu tidak sendirian memeriksakan penyakitmu ini" lanjutnya tiba-tiba.