"Baiklah kalau begitu nak, hati-hati ya, jaga dirimu baik-baik dan jangan segan-segan hubungi mami kalau kamu membutuhkan"
"Iya mami, Dhe pamit dulu" Dhe berdiri sambil mencium ke dua pipi dokter Anisah.
"Selamat jalan ya nak, salam buat suamimu"
Dhe menjawab dengan anggukan.
Remuk redam perasaannya saat itu, ke luar dari ruang dokter Anisah menuju ke mobilnya dengan gontai. Tak ada orang yang dia sayangi di sisi saat dia membutuhkannya.
Langit masih menguning berhias pelangi penuh warna-warni, terlihat begitu indah, begitu sempurna namun tidak buat Dhe, semua seperti sengaja mempertunjukkan keindahan ketika segalanya serasa prahara penuh lara. Lara yang terasa semakin menderanya hingga tak kuasa untuk berhenti sekedar diam, membawanya ke dimensi kehampaan yang tiada batas tepi.
Dhe melajukan mobil kesayangannya ke arah pulang, karena memang tak tahu lagi dia harus kemana, baru sore nanti dia terjadwalkan untuk konsultasi dengan dokter Haris, ada keinginan untuk menelpon Rian, hanya sekedar ingin berbagi, hanya sekedar agar Rian tahu bahwa dia sedang sakit, dia sedang sedih, sedang menderita, sedang bingung, sedang dan sedang teramat sangat ingin merasakan belaian dan pelukan.
Ingin dia berteriak sekeras-kerasnya, ingin dia datang ke kantor Rian hanya untuk mengungkapkan semua yang sedang dia rasakan, tapi itupun tak mungkin, karena dia tahu betul bahwa suaminya paling tidak suka bila dia datang ke kantornya, pernah dulu ketika Rian tak bisa pulang karena ada beberapa pekerjaan, dia sengaja datang bermaksut memberinya surprise, membawakan beberapa makanan yang dibuatnya sendiri untuk Rian, namun justru dampratan yang dia dapat dari Rian, ya meskipun waktu di kantor seolah tidak ada masalah tapi begitu sampai rumah Rian ngomel selama berjam-jam, yang bikin malulah, ghak percaya kalo suaminya kerjalah dan banyak lagi kata-kata yang menyakitkan, dan STOP, tak ada lagi keinginan Dhe untuk mendatangi suaminya ke kantornya. Cukup sekali dan tak akan pernah lagi.
"Masa bodoh, aku tetap harus mencoba menghubunginya kali ini, apapun nanti tanggapannya aku akan terima" katanya dalam hati, lalu jemarinya mulai menekan beberapa nomer di telepon genggamnya.
"Rindu rindu serindu rindunya" bunyi ringtone yang sangat dihapal olehnya semakin mempertebal kekesalan di hatinya tetapi terselip pula kerinduan, sekian lama tak juga diangkat.
Diulanginya sekali lagi, lagi dan lagi, namun hasilnya tetap juga sama, tak diangkat. Lalu dicobanya menghubungi lewat nomer telepon kantor Rian,