Dhe terdiam lesu, jika benar dia terkena penyakit yang menjadi momok bagi sebagian wanita di dunia ini tentu makin membuat suaminya lebih menjauh.
"Mas Rian dimanakah kamu, di saat seperti ini harusnya kamu ada di sisiku" keluhnya, angannya melayang-layang pada hal-hal yang mengerikan dan masih banyak yang ingin di laluinya dalam hidup. Masih begitu banyak cita-cita yang belum juga tercapai, dan masih ada segudang permasalahan yang musti dia selesaikan.
"Dhe.... sabar ya nak" teguran dokter Anisah membangunkannya dari lamunan,
"Iya mami, trimakasih atas petunjuk mami. Dhe akan berusaha sabar dan kuat"
"Harus itu nak, dan cobalah mencari kesenangan yang menjadi hobimu, atau seringlah bepergian menikmati alam agar bisa mengurangi stressmu nak,"
"Nah ini mami beri resep yang bisa kamu minum sebagai pencegahan awal ya, dan juga mami buatin pengantar ke dokter Haris, segeralah ke sana nak dan jangan ditunda"
"Trimakasih mami" jawabnya sambil menerima resep dan surat pengantar yang disodorkan oleh dokter Anisah.
"Oo iya, apakah mama dan papamu tahu tentang hal ini?" Tanya dokter Anisah tiba-tiba
"Belum mami, dan jangan dikasih tahu, Dhe takut hal ini malah akan menyusahkan mereka"
"Tapi" lanjut dokter Anisah menyela.
"Maaf mami dokter untuk kali ini, Dhe mohon jangan beritahukan keluarga Dhe, biarlah Dhe yang akan mencoba mengatasinya sendiri dulu" katanya tegas.