“Bagus. Gunakan kata-kata itu kalau kamu ketemu seorang gadis yang benar-benar kau ingin ia dengar itu. Jangan terlalu cepat mengucapkan itu, jangan pernah pula pikirkan untuk mengucapkan itu padaku,” ujar Nut berubah serius, seolah bisa membaca pikiran Mirza.
“Hm, saya….”
“Aku tahu. Ingat, saya suka kamu juga, nong!” sengaja Nut memberi tekanan kata nong, menatap Mirza. “Hidup itu rumit; jangan perkeruh dengan hal-hal yang bikin rumit yang bakal kau sesali,” lanjut Nong.
Mirza berubah murah. Sebetulnya, harusnya ia sudah bisa menduga Nut bakal begitu. Tapi, hati muda Mirza tak mampu membendung rasa itu. Apakah selama ini ia telah keliru menafsirkan kerling-kerling Nut?
Dan tiba-tiba saja halaman Tuptim Inn dikejutkan dengan sebuah raungan motor besar yang berhenti mendadak tak jauh dari mereka.
“Nah, kan. Kau di sini rupanya!” seorang laki-laki gagah turun dari motor, menunjuk Nut.
“Oh No!” pekik Nut.
“Kucari kau kemana-mana. Kutelepon, HPmu mati. Sekarang kau pulang denganku!” lelaki itu merenggut lengan Nut.
“Stop! Pi! Ada apa ini?” protes Mirza.
“Ada apa? Ini istriku. Kucari dia seharian!” hardik laki-laki itu.
Mirza menoleh Nut. Nut mengangguk pelan. Mirza tertegun sesaat.