Mohon tunggu...
Dwika Erfa Dianshah
Dwika Erfa Dianshah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

NAMA : Dwika Erfa Dianshah NIM : 41521010074 DOSEN : Prof Dr Apollo, M.Si.Ak,CA,CIBV,CIBV, CIBG JURUSAN : Teknik Informatika Universitas Mercu Buana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Aplikasi Pemikiran Panopticon Jeremy Bentham dan Kejahatan Struktural Menurut Giddens Anthony

29 Mei 2023   21:39 Diperbarui: 29 Mei 2023   21:44 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kejahatan Struktural, Dok. Pribadi

Konsep Panopticon oleh Jeremy Bentham

Panopticon adalah sebuah konsep arsitektur penjara yang dikemukakan oleh filsuf dan penulis Inggris, Jeremy Bentham, pada abad ke-18. Konsep ini berfokus pada pengawasan dan kontrol sosial yang efisien dengan menggunakan desain ruang fisik yang khusus.

Ide dasar di balik Panopticon adalah menciptakan sebuah struktur penjara yang memungkinkan pengawas untuk mengamati tahanan tanpa henti, sementara tahanan tidak dapat mengetahui apakah mereka sedang diamati atau tidak. Dalam konsep ini, sebuah menara pengawas ditempatkan di tengah bangunan penjara, dengan sel-sel tahanan mengelilingi menara tersebut. Setiap sel memiliki satu jendela yang menghadap ke menara pengawas, sehingga tahanan dapat terlihat dari menara, tetapi mereka tidak dapat melihat pengawas secara langsung.

Bentham mengklaim bahwa struktur ini akan menciptakan efek psikologis yang kuat pada tahanan. Mereka akan merasa terus-menerus diawasi, yang akan menghasilkan perasaan ketidakpastian dan kecemasan. Akibatnya, tahanan akan menginternalisasi aturan dan norma-norma sosial yang diharapkan dari mereka, dan secara otomatis membatasi perilaku mereka sendiri.

Selain itu, konsep Panopticon juga berlaku untuk institusi-institusi sosial di luar penjara. Bentham berargumen bahwa prinsip pengawasan yang efektif dan otoritas yang mempengaruhi dapat diterapkan pada berbagai bidang, termasuk pabrik, sekolah, rumah sakit, dan bahkan negara. Dalam konteks ini, Panopticon menjadi sebuah simbol kekuasaan dan kontrol sosial yang dilakukan oleh pemerintah atau institusi yang berwenang.

Konsep pemantauan dan kekuasaan yang menjadi inti dari Panopticon adalah ide bahwa dengan menciptakan kondisi di mana seseorang merasa terus-menerus diawasi, otoritas dapat mencapai kontrol yang efisien dan mengendalikan perilaku individu atau kelompok.

Dalam konteks Panopticon, pemantauan menjadi instrumen kekuasaan yang kuat. Dengan menciptakan perasaan terus-menerus diawasi, otoritas dapat mempengaruhi perilaku individu atau kelompok tanpa harus menghadirkan pengawasan fisik secara nyata setiap saat. Subjek yang diamati internalisasi aturan-aturan dan norma-norma yang diharapkan dari mereka karena mereka menganggap diri mereka selalu dalam pengawasan. Sebagai akibatnya, kontrol sosial dapat dicapai secara efektif tanpa memerlukan tindakan represif yang terus-menerus.

Dalam keseluruhan, konsep pemantauan dan kekuasaan dalam Panopticon mengarah pada gagasan bahwa pengawasan yang terus-menerus dan perasaan ketidakpastian akan menghasilkan kendali yang efektif atas individu atau kelompok dalam mencapai tujuan kontrol sosial.

Prinsip-prinsip Panopticon

Prinsip-prinsip Panopticon, seperti yang dikemukakan oleh Jeremy Bentham, melibatkan serangkaian ide dan konsep yang membentuk dasar dari konsep ini. Berikut adalah penjelasan tentang beberapa prinsip utama Panopticon:

1. Pemantauan tak terlihat: Prinsip utama Panopticon adalah menciptakan situasi di mana pengawas dapat terus-menerus mengamati subjek yang diamati, sementara subjek tidak dapat melihat pengawas secara langsung. Pengawas berada di pusat struktur, memiliki visibilitas yang luas ke seluruh area yang diamati, sementara subjek berada di sel-sel atau ruang yang menghadap ke pusat tersebut. Hal ini menciptakan perasaan ketidakpastian di kalangan subjek karena mereka tidak pernah tahu kapan mereka sedang diamati atau tidak.

2. Perasaan pengawasan yang konstan: Dengan menciptakan perasaan bahwa subjek selalu dapat diawasi, Panopticon menghasilkan efek psikologis yang kuat. Subjek yang diamati menginternalisasi aturan-aturan sosial dan norma-norma yang diharapkan dari mereka karena mereka merasa terus-menerus diawasi. Mereka mengontrol perilaku mereka sendiri secara otomatis, bahkan ketika pengawasan fisik tidak ada.

3. Kontrol internal: Prinsip Panopticon berfokus pada kontrol internal yang dipancarkan oleh subjek yang diamati. Dalam kondisi Panopticon, otoritas tidak perlu menggunakan kekerasan fisik atau pengawasan langsung secara konstan. Subjek merasa bertanggung jawab atas perilaku mereka sendiri dan secara sukarela mematuhi norma-norma yang telah ditetapkan, karena mereka percaya bahwa mereka selalu diawasi. Oleh karena itu, kontrol sosial dapat dicapai melalui perasaan internal subjek.

4. Simbol kekuasaan: Panopticon menjadi simbol kekuasaan dan kontrol sosial yang dilakukan oleh pemerintah atau institusi yang berwenang. Konsep ini dapat diterapkan pada berbagai bidang, termasuk penjara, pabrik, sekolah, rumah sakit, dan lain sebagainya. Dalam semua konteks ini, Panopticon mencerminkan upaya untuk mencapai pengawasan dan kontrol yang efisien atas individu atau kelompok.

Prinsip-prinsip Panopticon telah menjadi sumber inspirasi bagi studi tentang pemantauan, kontrol sosial, dan kekuasaan dalam berbagai bidang seperti sosiologi, psikologi, dan ilmu politik. Prinsip-prinsip Panopticon ini mewakili pandangan Bentham tentang pengawasan dan kontrol sosial yang efektif melalui perasaan konstan diawasi. Namun, prinsip-prinsip ini juga telah mendapatkan kritik terkait dengan mengutip potensi penyalahgunaan kekuasaan, invasi privasi, isu-isu privasi, penyalahgunaan kekuasaan, hak asasi manusia, dan juga pertanyaan tentang etika dan kebebasan setiap individu yang penting untuk dipertimbangkan.

Aplikasi Pemikiran Panopticon dalam Konteks Modern

Meskipun konsep panopticon dikembangkan pada abad ke-18, konsep ini masih relevan dalam konteks modern. Dalam masyarakat modern, pemikiran Panopticon telah menemukan aplikasi yang meluas di berbagai bidang, termasuk pengawasan pemerintah, penggunaan teknologi, pemantauan di ruang publik dan digital dan masih banyak lagi.

A. Pengawasan Pemerintah

Pemerintah menggunakan prinsip pemikiran Panopticon dalam menjalankan pengawasan terhadap masyarakat. Contohnya adalah sistem pemantauan kamera di tempat umum dan program pengumpulan data rakyat yang bertujuan untuk mengamankan masyarakat dan mencegah kejahatan. Namun,

B. Penggunaan Teknologi

Pemikiran Panopticon juga diterapkan dalam penggunaan teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Teknologi pemantauan seperti CCTV, sensor pintu, dan pelacakan digital telah menjadi umum dan memberikan kemampuan pengawasan yang luas. Di sisi positif, penggunaan teknologi ini dapat meningkatkan keamanan dan memfasilitasi pengawasan yang efektif. Namun, ada juga ke khawatiran terkait privasi dan potensi penyalahgunaan data yang harus diperhatikan.

C. Pemantauan di Ruang Publik dan Digital

Dalam era digital, pengawasan juga meluas ke ruang publik dan digital. Media sosial, platform online, dan algoritma pemantauan digunakan untuk memantau perilaku individu, preferensi, dan kebiasaan. Hal ini dapat berdampak pada privasi dan kebebasan individu, serta memunculkan kekhawatiran akan manipulasi informasi dan pembentukan profil yang tidak adil.

D. Pengawasan di Tempat Kerja

Konsep panopticon dapat diterapkan dalam pengawasan di tempat kerja. Misalnya, penggunaan kamera CCTV di tempat kerja dapat membantu memaksimalkan pengawasan dan pengendalian terhadap karyawan. Namun, penggunaan CCTV harus dilakukan dengan bijak dan memperhatikan privasi karyawan.

E. Pengawasan di Sekolah

Konsep panopticon juga dapat diterapkan dalam pengawasan di sekolah. Misalnya, penggunaan CCTV di sekolah dapat membantu memaksimalkan pengawasan dan pengendalian terhadap siswa. Namun, penggunaan CCTV harus dilakukan dengan bijak dan memperhatikan privasi siswa.

F. Pengawasan di Tempat Umum

Konsep panopticon juga dapat diterapkan dalam pengawasan di tempat umum. Misalnya, penggunaan CCTV di tempat umum seperti pusat perbelanjaan atau stasiun kereta dapat membantu memaksimalkan pengawasan dan pengendalian terhadap pengunjung. Namun, penggunaan CCTV harus dilakukan dengan bijak dan memperhatikan privasi pengunjung.

Perdebatan dan Kritik terhadap Konsep Panopticon

Meskipun konsep Panopticon telah memberikan kontribusi signifikan dalam pemikiran sosial dan teknologi, tidak luput dari perdebatan dan kritik. Beberapa isu dan pertanyaan yang muncul sehubungan dengan penerapan dan implikasi konsep Panopticon dalam konteks modern adalah sebagai berikut:

A. Privasi dan Kebebasan Individu

Penerapan konsep Panopticon sering kali berdampak pada privasi dan kebebasan individu. Dalam era di mana teknologi pemantauan semakin maju, terdapat kekhawatiran tentang sejauh mana individu dapat mempertahankan privasi mereka. Beberapa kritikus berpendapat bahwa kekuasaan dan pengawasan yang tidak terlihat dapat mengancam hak privasi individu dan kebebasan bergerak.

B. Potensi Penyalahgunaan dan Kontrol

Penerapan konsep Panopticon juga memunculkan pertanyaan tentang potensi penyalahgunaan dan kontrol yang berlebihan. Jika satu pihak atau lembaga memiliki kekuasaan mutlak dalam mengawasi individu, ada risiko penyalahgunaan kekuasaan dan pengendalian yang tidak adil. Hal ini menimbulkan kekhawatiran tentang potensi pembatasan hak-hak individu dan munculnya sistem otoriter yang dapat menekan kritik dan perbedaan.

C. Implikasi Psikologis dan Dampak Kesejahteraan Mental

Paparan yang berkelanjutan terhadap pengawasan dan pemantauan dapat memiliki dampak psikologis yang signifikan pada individu. Rasa konstan diawasi dapat menciptakan tingkat stres dan kecemasan yang tinggi, serta merusak kesejahteraan mental seseorang. Kritikus berpendapat bahwa sistem Panopticon dapat menciptakan lingkungan yang tidak sehat dan menekan, yang dapat berdampak negatif terhadap kesejahteraan individu.

D. Ketidaksetaraan dan Ketidakadilan

Ada keprihatinan tentang bagaimana penerapan konsep Panopticon dapat memperkuat ketidaksetaraan dan ketidakadilan dalam masyarakat. Kritikus berpendapat bahwa individu dengan kekuatan dan akses yang lebih besar cenderung mengontrol dan memanfaatkan sistem Panopticon untuk kepentingan mereka sendiri. Hal ini dapat menyebabkan perbedaan kekuasaan yang lebih besar dan memperkuat ketidakadilan sosial yang sudah ada.

E. Alternatif dan Pendekatan Baru

Meskipun konsep Panopticon telah memberikan wawasan yang berharga, ada upaya untuk mengembangkan alternatif dan pendekatan baru dalam memahami pengawasan dan pemantauan. Beberapa pendekatan tersebut mencakup penekanan pada partisipasi aktif individu dalam pengambilan keputusan dan transparansi yang lebih besar dalam penggunaan data. Konsep seperti "sousveillance" yang menempatkan kekuasaan pemantauan di tangan individu juga menjadi alternatif yang menarik.

What: Konsep Panopticon oleh Jeremy Bentham

Dalam era Revolusi Industri pada abad ke-18, seorang filsuf dan penjelajah Inggris bernama Jeremy Bentham menciptakan konsep yang kontroversial, dikenal sebagai Panopticon. Panopticon adalah sebuah model arsitektur penjara yang didesain untuk memberikan pengawasan total terhadap para narapidana. Konsep ini mencerminkan kekuatan pengawasan yang tak terlihat, yang dapat mempengaruhi perilaku individu.

Why: Pentingnya Pemahaman terhadap Aplikasi Pemikiran Panopticon

Pemahaman terhadap aplikasi pemikiran Panopticon sangat penting dalam konteks masyarakat modern yang semakin terhubung dan terpapar teknologi. Konsep pengawasan yang terus menerus memiliki potensi pengaruh yang besar terhadap perilaku individu dan dinamika sosial. Konsep ini memunculkan pertanyaan tentang privasi, kebebasan individu, dan penggunaan data dalam masyarakat modern. Dengan menganalisis aplikasi pemikiran ini, kita dapat lebih kritis dalam mengevaluasi dampak sosial, etika, dan konsekuensi penggunaan teknologi dan pengawasan.

Pertama, dengan adanya kemajuan teknologi dan ketersediaan data yang melimpah, pengawasan telah menjadi lebih luas dan intensif. Organisasi dan pemerintah dapat mengumpulkan dan menganalisis data dengan mudah, yang memungkinkan pemantauan yang lebih efektif. Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana konsep Panopticon dapat diterapkan dalam pengawasan modern agar dapat melindungi privasi dan kebebasan individu.

Kedua, pemahaman terhadap aplikasi pemikiran Panopticon membantu mengidentifikasi risiko penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran privasi. Dalam konteks pengawasan yang berlebihan, ada potensi untuk penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak berwenang atau institusi. Dengan memahami aplikasi pemikiran Panopticon, kita dapat lebih kritis dan waspada terhadap praktik-praktik yang melanggar hak-hak individu.

Ketiga, pemahaman ini juga penting untuk menginformasikan pembuatan kebijakan yang seimbang antara keamanan dan privasi. Keputusan kebijakan terkait pengawasan harus mempertimbangkan hak-hak individu dan memastikan keseimbangan yang tepat antara perlindungan masyarakat dan kebebasan individu. Dengan pemahaman yang baik tentang aplikasi pemikiran Panopticon, kebijakan yang lebih transparan, adil, dan efektif dapat dirumuskan.

How: Penerapan Konsep Panopticon dalam Konteks Modern

Penerapan pemikiran Panopticon dalam konteks modern membutuhkan pendekatan yang bijaksana, berwawasan masa depan, dan berwawasan etis. Hal ini melibatkan pertimbangan tentang privasi, kebebasan individu, penyalahgunaan kekuasaan, dan kesejahteraan mental. Penerapan yang tepat dan seimbang dari konsep ini dapat membantu kita menciptakan sistem pengawasan yang menghormati hak-hak individu dan mendorong keamanan yang efektif dalam masyarakat modern. Berikut ini beberapa contoh kasus dari penerapan konsep Panopticon dalam Konteks Modern:

1. Pengawasan dan Keamanan: Konsep Panopticon diterapkan dalam bidang keamanan dan pengawasan modern, seperti penggunaan CCTV dan alat pelacakan digital. Meskipun tidak ada pengawasan langsung, persepsi pengawasan konstan menciptakan efek pengendalian.

2. Pendidikan: Konsep panoptikon diterapkan dalam sistem pendidikan, terutama dalam pembelajaran daring. Platform pembelajaran online menciptakan rasa pengawasan yang konstan, yang dapat mempengaruhi motivasi dan perilaku siswa dalam belajar.

3. Dunia Kerja dan Manajemen: Prinsip panoptikon diterapkan dalam manajemen untuk meningkatkan kinerja karyawan. Dengan rasa pengawasan konstan, karyawan cenderung mematuhi aturan dan meningkatkan produktivitas.

4. Media Sosial dan Pemantauan Digital: Konsep panoptikon terkait dengan penggunaan media sosial dan praktik privasi. Pengguna merasa terus-menerus diamati dan dinilai oleh orang lain, yang dapat memiliki dampak psikologis dan sosial kompleks.

5. Dampak Sosial dan Teknologi: Konsep panoptikon relevan dalam konteks "Big Data" dan pengumpulan data massal. Pemahaman tentang implikasi panoptikon membantu kita mempertimbangkan dampaknya terhadap privasi, kebebasan individu, dan konsekuensi dari penggunaan data secara luas.

Kesimpulan

Dalam konteks yang semakin terhubung dan terpapar teknologi, pemikiran Panopticon Jeremy Bentham memberikan wawasan berharga tentang pengawasan dan pemantauan. Meskipun kontroversial, konsep ini mengajak kita untuk mempertimbangkan keseimbangan antara keamanan, privasi, dan kebebasan individu dalam dunia modern. Dengan pemahaman yang cermat, kerjasama yang erat, dan keadilan, kita dapat mengembangkan pendekatan yang bertanggung jawab dalam penerapan konsep Panopticon.

Pemahaman yang mendalam tentang aplikasi pemikiran Panopticon Jeremy Bentham dalam konteks modern memberikan landasan untuk merumuskan kebijakan yang bijaksana dan menjaga keseimbangan antara keamanan masyarakat dan hak-hak individu. Dalam penerapannya, penting untuk mempertimbangkan prinsip-prinsip etika, privasi, dan kebebasan individu. Keterlibatan masyarakat, partisipasi publik, dan transparansi dalam pembuatan kebijakan adalah kunci dalam menghindari penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran privasi.

Pendekatan yang berfokus pada perlindungan privasi dan kebebasan individu juga penting dalam pengembangan teknologi yang digunakan dalam pengawasan. Inovasi dalam bidang keamanan informasi, enkripsi data, dan algoritma yang adil dapat membantu mengurangi risiko penyalahgunaan dan melindungi privasi individu. Selain itu, pendidikan dan kesadaran masyarakat mengenai hak-hak mereka dalam konteks pengawasan juga sangat penting.

Dalam menghadapi tantangan aplikasi pemikiran Panopticon dalam konteks modern, langkah-langkah berikut dapat diambil untuk menjaga keseimbangan antara pengawasan yang efektif dan perlindungan privasi individu:

1. Pengaturan Hukum yang Kuat: Diperlukan kerangka hukum yang jelas dan tegas untuk mengatur penggunaan teknologi pengawasan dan pemantauan. Undang-undang privasi dan perlindungan data yang komprehensif harus dirumuskan dan diterapkan untuk memastikan bahwa hak-hak individu terlindungi dengan baik.

2. Transparansi dan Akuntabilitas: Institusi dan organisasi yang melakukan pengawasan harus beroperasi secara transparan dan bertanggung jawab. Mekanisme pengawasan independen dan audit rutin harus ada untuk memastikan bahwa penggunaan data dan informasi yang dikumpulkan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan dan tidak disalahgunakan.

3. Penggunaan Teknologi yang Etis: Dalam mengembangkan dan menerapkan teknologi pengawasan, prinsip-prinsip etika harus menjadi panduan. Desain yang bersifat privasi, penggunaan data yang adil, dan perlindungan terhadap diskriminasi harus menjadi prioritas dalam pengembangan teknologi pengawasan.

4. Pendidikan dan Kesadaran Masyarakat: Masyarakat perlu diberi pemahaman yang kuat tentang hak-hak privasi mereka, potensi dampak dari pengawasan yang berlebihan, dan cara melindungi diri dalam dunia yang semakin terhubung. Pendidikan yang efektif tentang etika digital dan literasi privasi harus menjadi bagian integral dari kurikulum pendidikan.

5. Kolaborasi Antar Pihak: Pengambilan keputusan terkait aplikasi pemikiran Panopticon harus melibatkan partisipasi berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, akademisi, ahli hukum, aktivis hak asasi manusia, dan masyarakat sipil. Dengan melibatkan perspektif yang beragam, kebijakan yang lebih seimbang dan responsif dapat dirumuskan.

Dalam menghadapi perkembangan teknologi yang cepat, tantangan privasi, dan potensi penyalahgunaan kekuasaan, penting bagi masyarakat untuk terus berdiskusi, melakukan penelitian, dan mengikuti perkembangan terkini dalam aplikasi pemikiran Panopticon. Dengan demikian, kita dapat membangun kerangka kerja yang tepat untuk menghadapi tantangan pengawasan dalam konteks modern dengan mempertimbangkan hak-hak individu, keadilan, dan keamanan masyarakat.

Dalam upaya menjaga keseimbangan antara pengawasan yang efektif dan perlindungan privasi individu, penting untuk mengadopsi pendekatan yang holistik dan berkelanjutan. Berikut ini adalah beberapa langkah tambahan yang dapat diambil:

1. Inovasi Teknologi yang Dapat Melindungi Privasi: Perkembangan teknologi seperti enkripsi end-to-end, pengolahan data terdesentralisasi, dan alat pengawasan terenkripsi dapat membantu melindungi privasi individu dalam konteks pengawasan. Upaya terus-menerus dalam mengembangkan solusi teknologi yang menjaga privasi harus didorong dan didukung.

2. Perlindungan Hak-Hak Individu: Penting untuk memperkuat perlindungan hukum terhadap hak-hak individu dalam konteks pengawasan. Hak privasi, kebebasan berbicara, kebebasan berserikat, dan hak-hak lainnya harus dijamin dan dilindungi secara efektif oleh hukum dan kebijakan yang relevan.

3. Tanggung Jawab Individu: Setiap individu juga memiliki tanggung jawab untuk melindungi privasi pribadi mereka dan mengambil langkah-langkah yang sesuai untuk menjaga kebebasan individu. Menjaga privasi dalam penggunaan teknologi, memahami risiko yang terkait, dan mengambil tindakan untuk melindungi diri sendiri adalah langkah-langkah yang penting dalam konteks modern yang saling terhubung.

Dengan menerapkan langkah-langkah ini secara komprehensif, kita dapat membangun landasan yang kuat untuk menghadapi tantangan aplikasi pemikiran Panopticon dalam konteks modern. Dalam mengintegrasikan pengawasan yang efektif dengan perlindungan privasi individu, penting untuk menjaga prinsip-prinsip etika, keadilan, dan keterbukaan sebagai pedoman. Dengan demikian, kita dapat membentuk masyarakat yang berdaya, adil, dan menghormati hak-hak individu dalam era teknologi yang terus berkembang.

Kejahatan Struktural, Dok. Pribadi
Kejahatan Struktural, Dok. Pribadi

Kejahatan Struktural Secara Umum

Kejahatan struktural merujuk pada bentuk kejahatan yang timbul dari ketidakseimbangan struktural dalam masyarakat. Ini berbeda dari pandangan tradisional tentang kejahatan yang menekankan tindakan individu yang melanggar hukum. Dalam konteks kejahatan struktural, fokus diberikan pada peran sistem sosial, ekonomi, dan politik yang menciptakan atau memperburuk ketidakadilan dan ketimpangan. Kejahatan struktural melibatkan interaksi yang kompleks antara faktor-faktor sosial, ekonomi, dan politik. Berikut adalah beberapa aspek yang terkait dengan kejahatan struktural:

1. Ketidaksetaraan sosial dan ekonomi: Ketidakadilan dalam distribusi kekayaan, kesempatan, dan sumber daya merupakan faktor penting yang mempengaruhi kejahatan struktural. Ketimpangan ekonomi yang signifikan antara kelompok sosial dapat menciptakan ketegangan, alienasi, dan keinginan untuk mencapai keuntungan secara ilegal.

2. Ketidakadilan sistemik: Kejahatan struktural juga berkaitan dengan kebijakan, aturan, dan praktik yang tidak adil secara sistemik. Ini bisa termasuk korupsi dalam sektor pemerintahan, diskriminasi dalam sistem peradilan, atau eksploitasi dalam hubungan kerja. Ketidakadilan sistemik semacam ini menciptakan lingkungan yang memfasilitasi terjadinya kejahatan.

3. Penindasan dan marginalisasi: Kejahatan struktural sering kali terjadi di antara kelompok-kelompok yang terpinggirkan dan rentan, seperti masyarakat miskin, minoritas etnis, dan kelompok sosial tertentu. Mereka mungkin menghadapi ketidakadilan sistemik, keterbatasan akses ke layanan sosial dan ekonomi, serta diskriminasi, yang dapat memperburuk situasi mereka dan mengarah pada kejahatan.

4. Kejahatan korporasi: Kejahatan struktural juga dapat terjadi dalam konteks korporasi dan bisnis. Praktik seperti penipuan, pemalsuan, penghindaran pajak, pencemaran lingkungan, atau eksploitasi pekerja adalah contoh-contoh kejahatan korporasi yang dapat merugikan masyarakat secara luas.

Dalam pemahaman kejahatan struktural, penting untuk melihat melampaui individu yang terlibat dalam kejahatan dan menganalisis konteks sosial dan institusional yang mendukung atau memicu terjadinya kejahatan. Dengan mengidentifikasi dan mengatasi faktor-faktor struktural yang mendasari kejahatan, upaya untuk mencegah dan mengurangi kejahatan struktural dapat difokuskan pada perubahan sosial, kebijakan publik yang adil, dan reformasi institusional.

Perspektif Kejahatan Struktural Menurut Giddens Anthony

Menurut Giddens, kejahatan bukanlah hanya tindakan individu yang dilakukan secara spontan atau akibat kegagalan moral. Sebaliknya, kejahatan terjadi sebagai hasil dari ketidakseimbangan dan ketidakadilan dalam struktur sosial. Giddens berpendapat bahwa kejahatan struktural terkait dengan cara masyarakat diorganisasi, terutama dalam hal akses terhadap sumber daya dan kesempatan.

Dalam masyarakat yang tidak setara, terdapat ketidakadilan struktural yang mempengaruhi distribusi kekayaan, pendidikan, pekerjaan, dan kekuasaan. Ketimpangan ini menciptakan kesenjangan sosial yang menyebabkan frustrasi, alienasi, dan perasaan ketidakpuasan di antara individu yang kurang diuntungkan. Giddens berpendapat bahwa keadaan ini memicu munculnya kejahatan struktural.

Kejahatan struktural tidak hanya melibatkan tindakan kriminal individu, tetapi juga tindakan korporasi, kejahatan negara, dan ketidakadilan sistemik. Misalnya, kejahatan perusahaan yang melibatkan praktik penipuan atau eksploitasi terhadap karyawan atau konsumen, atau kebijakan pemerintah yang tidak adil yang memperburuk ketimpangan sosial dan ekonomi.

Giddens menekankan bahwa kejahatan struktural tidak hanya berkaitan dengan individu atau kelompok tertentu, tetapi melibatkan interaksi dan dinamika sosial yang lebih luas. Struktur sosial yang mempengaruhi kesempatan dan motivasi seseorang untuk terlibat dalam kejahatan sangat penting dalam pemahaman tentang kejahatan struktural.

Dalam perspektif Giddens, penanganan kejahatan struktural memerlukan perubahan sosial dan politik yang melibatkan reformasi kebijakan publik, redistribusi kekayaan, dan kesetaraan kesempatan. Giddens mengusulkan adanya upaya untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan merata sehingga dapat mengurangi faktor-faktor yang memicu kejahatan struktural.

Pendekatan Giddens tentang kejahatan struktural menawarkan sudut pandang yang penting dalam memahami asal-usul dan dampak kejahatan dalam masyarakat. Dengan memfokuskan perhatian pada struktur sosial yang menciptakan ketidakadilan, teori ini mendorong tindakan kolektif untuk mengatasi akar penyebab kejahatan struktural dan mempromosikan keadilan sosial.

Faktor-faktor Struktural Yang Berkontribusi Pada Kejahatan

Faktor-faktor struktural yang berkontribusi pada kejahatan sangatlah beragam dan kompleks. Dalam konteks ini, saya akan menjelaskan beberapa faktor utama yang memiliki peran signifikan dalam mempengaruhi terjadinya kejahatan. Harap dicatat bahwa daftar ini tidaklah lengkap dan masih banyak faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi kejahatan.

1. Ketimpangan Ekonomi dan Sosial: Ketimpangan ekonomi dan sosial yang tinggi cenderung menjadi faktor utama dalam meningkatnya tingkat kejahatan. Ketidakadilan dalam distribusi kekayaan, pendapatan, dan kesempatan menciptakan kesenjangan sosial yang signifikan antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Kelompok yang terpinggirkan dan tidak memiliki akses yang memadai terhadap sumber daya dan kesempatan sering kali rentan terhadap kejahatan. Ketimpangan ekonomi juga dapat memicu rasa ketidakpuasan dan frustrasi, yang mendorong individu untuk mencari cara-cara ilegal untuk memperoleh keuntungan.

2. Lingkungan Fisik dan Perumahan: Lingkungan fisik dan kualitas perumahan juga dapat berperan dalam mendorong terjadinya kejahatan. Daerah dengan infrastruktur yang buruk, kepadatan penduduk yang tinggi, dan kurangnya akses terhadap fasilitas dan layanan publik sering kali menjadi lingkungan yang rentan terhadap kejahatan. Ketidaknyamanan dan ketidakamanan dalam lingkungan tersebut dapat mempengaruhi tingkat kejahatan dan kriminalitas di daerah tersebut.

3. Pendidikan dan Ketidakhadiran Sekolah: Kurangnya akses terhadap pendidikan berkualitas dan tingkat ketidakhadiran sekolah yang tinggi juga dapat berkontribusi pada terjadinya kejahatan. Pendidikan yang tidak memadai atau kurangnya kesempatan pendidikan dapat membatasi peluang individu untuk mencapai keberhasilan ekonomi dan sosial. Hal ini dapat menyebabkan frustrasi dan alienasi yang memicu keterlibatan dalam kegiatan kejahatan.

4. Kesenjangan Etnis dan Diskriminasi: Kesenjangan etnis, rasial, dan diskriminasi sistemik juga memiliki dampak signifikan pada terjadinya kejahatan. Ketidakadilan dalam sistem peradilan pidana, penganiayaan rasial, dan diskriminasi dalam akses terhadap layanan publik atau kesempatan kerja dapat menciptakan ketidakpuasan dan kemarahan di antara kelompok-kelompok tertentu. Ini dapat memicu tindakan kejahatan sebagai bentuk perlawanan atau ketidakadilan yang dirasakan.

5. Ketidakstabilan Politik dan Konflik Sosial: Ketidakstabilan politik, konflik sosial, dan kekerasan juga dapat berperan dalam meningkatkan tingkat kejahatan. Ketidakstabilan politik sering kali menciptakan situasi ketidakpastian dan kelemahan dalam penegakan hukum, yang memungkinkan kegiatan kriminal berkembang subur. Konflik sosial dan perang sipil juga dapat memicu peningkatan kejahatan karena adanya kerusakan infrastruktur, pengungsi atau orang yang terlantar, dan kelompok bersenjata yang menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan politik atau ekonomi mereka.

6. Kemiskinan dan Pengangguran: Kemiskinan dan pengangguran adalah faktor-faktor yang sering dikaitkan dengan tingkat kejahatan yang tinggi. Ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, perumahan, dan pendidikan dapat mendorong individu untuk mencari cara-cara ilegal untuk memperoleh kebutuhan tersebut. Pengangguran juga dapat mempengaruhi tingkat kejahatan, karena kurangnya pekerjaan dapat menciptakan ketidakpuasan, frustrasi, dan kesempatan yang terbatas.

7. Kelemahan Sistem Hukum dan Penegakan Hukum: Kelemahan dalam sistem hukum dan penegakan hukum juga dapat menjadi faktor yang berkontribusi pada kejahatan. Korupsi di dalam sistem peradilan pidana, ketidakmampuan untuk memberikan akses keadilan yang setara bagi semua individu, serta ketidakefektifan dalam penegakan hukum dapat menciptakan iklim di mana kejahatan tidak ditindaklanjuti secara memadai, dan pelaku kejahatan merasa bebas untuk beroperasi.

Contoh-contoh Kejahatan Struktural

Menurut Giddens Anthony, kejahatan struktural terjadi sebagai akibat dari ketidakadilan dan ketimpangan struktural dalam masyarakat. Berikut adalah beberapa contoh kejahatan struktural yang dapat dijelaskan dalam pandangan Giddens:

1. Kejahatan Korporasi: Kejahatan korporasi adalah contoh yang menonjol dari kejahatan struktural. Giddens mengamati bahwa dalam struktur ekonomi yang tidak adil, perusahaan-perusahaan besar dapat melakukan kejahatan seperti penipuan, pencucian uang, manipulasi pasar, dan penyelewengan sumber daya alam. Hal ini terjadi karena ketimpangan kekuatan dan akses terhadap sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan tersebut, yang memungkinkan mereka untuk melanggar hukum dengan dampak sosial yang signifikan.

2. Kejahatan Lingkungan: Giddens juga menyoroti kejahatan struktural dalam konteks lingkungan. Struktur sosial yang tidak memperhatikan keberlanjutan lingkungan dapat menyebabkan kejahatan seperti pencemaran lingkungan, perusakan habitat, dan eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan. Perusahaan-perusahaan besar atau pemerintah yang mengabaikan tanggung jawab mereka terhadap lingkungan dapat melakukan kejahatan struktural dengan merusak ekosistem dan mengancam keseimbangan alam.

3. Kejahatan Keuangan: Kejahatan keuangan, seperti penipuan investasi, manipulasi pasar, dan pencucian uang, juga termasuk dalam kategori kejahatan struktural menurut Giddens. Ketidakadilan dalam sistem ekonomi dan keuangan dapat menciptakan kesempatan bagi individu atau kelompok yang memiliki kekuasaan dan akses ke sumber daya untuk melakukan kejahatan tersebut. Hal ini sering kali melibatkan pelanggaran aturan yang menguntungkan pihak yang berada dalam posisi yang lebih kuat, sementara merugikan masyarakat secara keseluruhan.

4. Kejahatan Sosial-Ekonomi: Giddens juga memperhatikan kejahatan struktural yang terjadi sebagai akibat dari ketidakadilan sosial-ekonomi. Misalnya, kemiskinan yang disebabkan oleh ketimpangan pendapatan dan kesenjangan sosial dapat menciptakan kondisi yang mendorong terjadinya kejahatan seperti pencurian, perampokan, dan perdagangan manusia. Ketidaksetaraan sosial-ekonomi mempengaruhi kesempatan hidup dan akses terhadap sumber daya, yang dapat mengarah pada kejahatan di antara mereka yang tidak memiliki alternatif lain.

5. Kejahatan Struktural dalam Sistem Peradilan Pidana: Giddens juga menyoroti kejahatan struktural yang terjadi dalam sistem peradilan pidana. Struktur sosial dan kebijakan penegakan hukum yang tidak adil dapat menyebabkan diskriminasi rasial, penahanan yang tidak adil, dan penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penegak hukum. Kejahatan struktural ini terkait dengan ketidakadilan dan ketimpangan dalam sistem peradilan yang dapat menghambat akses keadilan bagi beberapa kelompok masyarakat.

Melalui contoh-contoh ini, Giddens Anthony menekankan pentingnya memahami dan mengatasi kejahatan struktural dengan merangkul perubahan sosial dan reformasi kelembagaan. Dalam pandangannya, hanya dengan memahami dan mengubah struktur sosial yang tidak adil, masyarakat dapat mengurangi tingkat kejahatan struktural dan memperbaiki kualitas hidup bagi semua anggotanya.

What: Konsep Kejahatan Struktural menurut Giddens Anthony

Dalam kajian sosiologi kriminologi, Anthony Giddens adalah seorang tokoh yang dikenal dengan kontribusinya terhadap pemahaman tentang kejahatan dan masyarakat modern. Salah satu konsep yang dikembangkannya adalah "Kejahatan Struktural" atau "Struktural Crime." Giddens berpendapat bahwa kejahatan bukanlah semata-mata tindakan individu yang terisolasi, tetapi juga dipengaruhi oleh struktur sosial yang ada dalam masyarakat.

Menurut Giddens, struktur sosial terdiri dari norma-norma, nilai-nilai, dan institusi-institusi yang membentuk tatanan sosial. Struktur ini mencakup hal-hal seperti sistem pendidikan, sistem ekonomi, sistem politik, dan lain sebagainya. Giddens berpendapat bahwa kejahatan tidak hanya dipicu oleh faktor-faktor individual seperti kekurangan moral atau deviasi individu, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor struktural dalam masyarakat.

Dalam konteks ini, kejahatan struktural mengacu pada tindakan kejahatan yang timbul sebagai akibat langsung atau tidak langsung dari ketidaksetaraan sosial, ketidakadilan struktural, dan ketidakseimbangan kekuasaan yang ada dalam masyarakat. Giddens menyoroti bahwa struktur sosial menciptakan kondisi yang mempengaruhi kesempatan individu untuk terlibat dalam perilaku kriminal.

Contohnya, dalam sistem ekonomi yang tidak merata, ketimpangan pendapatan dan kesempatan kerja dapat mendorong individu untuk terlibat dalam kegiatan ilegal sebagai cara untuk mencapai kebutuhan ekonomi mereka. Struktur politik yang korup juga dapat memberikan kesempatan bagi kejahatan korporat dan kejahatan terorganisir untuk berkembang.

Giddens juga menekankan pentingnya memahami konteks sosial, ekonomi, dan politik dalam menganalisis dan menangani kejahatan. Menurutnya, upaya pencegahan dan pengurangan kejahatan harus melibatkan perubahan struktural dalam masyarakat, seperti reformasi sosial, kebijakan publik yang adil, dan perbaikan akses ke pendidikan dan kesempatan kerja.

Dengan mengadopsi perspektif ini, Giddens berupaya untuk melampaui pandangan tradisional tentang kejahatan yang terfokus pada individu sebagai penyebab tunggal dan mengakui peran yang dimainkan oleh faktor-faktor struktural dalam masyarakat modern. Melalui pemahaman yang lebih komprehensif tentang kejahatan struktural, diharapkan dapat dikembangkan pendekatan yang lebih efektif dalam mencegah dan mengatasi kejahatan di masyarakat.

Why: Alasan Pentingnya Memahami Kejahatan Struktural

Memahami kejahatan struktural adalah hal yang penting dalam kajian kriminologi dan pemahaman masyarakat modern secara keseluruhan. Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa pemahaman terhadap kejahatan struktural memiliki signifikansi yang besar:

1. Mengungkap Ketidakadilan Sosial: Pemahaman tentang kejahatan struktural membantu mengungkap ketidakadilan sosial yang terjadi dalam masyarakat. Dengan melihat lebih jauh daripada tindakan individual, kita dapat melihat bahwa kejahatan sering kali merupakan produk dari sistem yang tidak adil, ketimpangan ekonomi, dan ketidaksetaraan sosial. Dengan memahami faktor-faktor struktural ini, kita dapat menyoroti masalah-masalah sistemik yang mendasari kejahatan dan bekerja menuju perbaikan yang lebih luas dalam masyarakat.

2. Memperkuat Upaya Pencegahan Kejahatan: Memahami kejahatan struktural membantu dalam merancang dan melaksanakan upaya pencegahan kejahatan yang lebih efektif. Dengan memfokuskan perhatian pada faktor-faktor struktural yang berkontribusi terhadap kejahatan, kita dapat mengidentifikasi daerah-daerah di mana intervensi diperlukan. Upaya pencegahan dapat mencakup perubahan kebijakan sosial, ekonomi, dan politik, serta pembenahan sistem pendidikan dan pembangunan komunitas yang inklusif.

3. Mendorong Perubahan Sosial: Memahami kejahatan struktural juga dapat menjadi pendorong untuk perubahan sosial yang lebih luas. Dengan mengungkap ketidakadilan dan ketidaksetaraan yang ada dalam struktur sosial, kita dapat membangkitkan kesadaran dan memobilisasi masyarakat untuk berperan aktif dalam mengubah kondisi yang melahirkan kejahatan. Ini melibatkan advokasi, aksi kolektif, dan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan yang mempromosikan keadilan sosial.

4. Mengatasi Kejahatan dengan Pendekatan Holistik: Memahami kejahatan struktural memungkinkan kita untuk mengatasi akar permasalahan kejahatan secara holistik. Dengan mengenali hubungan antara faktor-faktor sosial, ekonomi, dan politik, serta dampaknya terhadap tingkat kejahatan, kita dapat mengembangkan strategi penanggulangan yang lebih komprehensif. Pendekatan ini melibatkan kerja sama antara berbagai sektor, seperti lembaga pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan komunitas lokal.

5. Membangun Masyarakat yang Lebih Aman dan Adil: Pemahaman tentang kejahatan struktural merupakan langkah penting menuju pembangunan masyarakat yang lebih aman dan adil. Dengan mengatasi ketidakadilan struktural, ketimpangan sosial, dan pelanggaran hak asasi manusia, kita dapat menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan kesejahteraan bagi semua anggotanya. Ini mencakup mengurangi kesenjangan ekonomidan sosial, memperkuat akses terhadap pendidikan, pekerjaan, perumahan yang layak, serta mempromosikan kesetaraan gender dan keadilan rasial. Dengan demikian, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih harmonis, solidaritas, dan berpotensi mengurangi tingkat kejahatan secara keseluruhan.

6. Mendorong Tanggung Jawab Sosial: Pemahaman terhadap kejahatan struktural juga mendorong individu dan lembaga untuk mengambil tanggung jawab sosial dalam memerangi kejahatan. Ketika kita menyadari bahwa kejahatan bukan hanya masalah individu, tetapi juga produk dari struktur sosial yang ada, kita dihadapkan pada tanggung jawab kolektif untuk mengubah sistem yang menciptakan ketidakadilan dan ketidaksetaraan. Ini melibatkan upaya bersama untuk membangun masyarakat yang lebih inklusif, berkeadilan, dan berfokus pada kesejahteraan bersama.

7. Mewujudkan Perubahan Jangka Panjang: Memahami kejahatan struktural memungkinkan kita untuk melihat gambaran yang lebih luas dan merencanakan perubahan jangka panjang. Dengan fokus pada faktor-faktor struktural yang mempengaruhi kejahatan, kita dapat mengidentifikasi kebijakan dan langkah-langkah yang dapat membawa perubahan yang berkelanjutan dalam masyarakat. Hal ini melibatkan upaya jangka panjang untuk memperbaiki ketimpangan, mengurangi marginalisasi, dan membangun fondasi yang lebih kuat untuk kehidupan yang adil dan aman.

Pemahaman terhadap kejahatan struktural memberikan pandangan yang lebih holistik dan komprehensif tentang sifat kejahatan dalam masyarakat modern. Dengan menggali faktor-faktor struktural yang mendasarinya, kita dapat mengatasi akar permasalahan kejahatan, membangun masyarakat yang lebih adil, aman, dan berkeadilan, serta menciptakan perubahan sosial yang lebih luas. Penting bagi kita semua, sebagai individu dan sebagai masyarakat, untuk memahami dan bergerak bersama-sama dalam menghadapi tantangan kejahatan struktural demi masa depan yang lebih baik.

How: Faktor-Faktor dan Dampak Kejahatan Struktural

Kejahatan struktural dipengaruhi oleh berbagai faktor-faktor sosial, ekonomi, dan politik dalam masyarakat. Memahami faktor-faktor ini dapat membantu kita mengidentifikasi sumber-sumber kejahatan struktural dan memahami dampaknya. Berikut ini adalah beberapa faktor yang relevan dan dampak dari kejahatan struktural:

1. Ketidaksetaraan Ekonomi: Ketimpangan ekonomi yang signifikan dapat menjadi pemicu terjadinya kejahatan struktural. Ketika kesenjangan pendapatan dan akses terhadap sumber daya seperti pekerjaan, pendidikan, dan perumahan sangat besar, individu yang tertekan secara ekonomi dapat cenderung terlibat dalam kegiatan ilegal sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Dampaknya adalah semakin tingginya tingkat kejahatan seperti pencurian, perampokan, atau perdagangan narkoba.

2. Ketidakadilan Sosial: Ketidakadilan sosial yang meliputi diskriminasi rasial, gender, atau berdasarkan latar belakang sosial-ekonomi juga dapat memicu terjadinya kejahatan struktural. Ketika sekelompok masyarakat diberikan akses terbatas terhadap kesempatan dan sumber daya, mereka mungkin merasa terpinggirkan dan tidak memiliki pilihan lain selain terlibat dalam tindakan kejahatan. Ini dapat menyebabkan meningkatnya kejahatan seperti kekerasan antar-geng, kejahatan rasial, atau eksploitasi seksual.

3. Korupsi dan Kejahatan Korporat: Kejahatan struktural juga terkait dengan korupsi dan kejahatan korporat. Ketika korupsi merajalela dalam sistem politik atau ekonomi, sumber daya publik yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat disalahgunakan oleh individu atau kelompok tertentu. Hal ini menciptakan ketidakadilan sosial dan memicu terjadinya kejahatan seperti penyuapan, penggelapan pajak, atau pencucian uang. Kejahatan korporat seperti penipuan, manipulasi pasar, atau kerusakan lingkungan juga merupakan bentuk kejahatan struktural yang merugikan masyarakat secara luas.

Kesimpulan

Menurut pandangan tokoh Anthony Giddens, pemahaman tentang kejahatan struktural dan analisis terhadap faktor-faktor struktural sangat penting dalam memerangi kejahatan. Kejahatan struktural merujuk pada tindakan kriminal yang timbul dari ketidaksetaraan sosial, ketidakadilan, dan ketidakseimbangan kekuasaan dalam masyarakat.

Pertama-tama, pemahaman tentang kejahatan struktural membantu menggeser fokus penanganan kejahatan dari individu ke struktur sosial yang mendukung atau menciptakan kejahatan. Giddens menekankan bahwa tidak hanya faktor-faktor pribadi atau psikologis yang harus diperhatikan, tetapi juga kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang berperan dalam mendorong terjadinya kejahatan. Dengan memahami dan menganalisis faktor-faktor struktural ini, upaya penanganan kejahatan dapat lebih efektif dan efisien.

Kedua, analisis terhadap faktor-faktor struktural membantu mengidentifikasi akar permasalahan yang menyebabkan kejahatan. Giddens menekankan bahwa kejahatan bukanlah fenomena yang terisolasi, tetapi merupakan hasil dari ketidakadilan sosial yang lebih luas. Dengan memahami faktor-faktor struktural yang mendukung terjadinya kejahatan, langkah-langkah pencegahan dan perbaikan sosial dapat diarahkan ke titik-titik yang paling krusial. Misalnya, melalui reformasi sistem pendidikan, perbaikan kondisi ekonomi, dan pemerataan akses terhadap sumber daya, dapat mengurangi motivasi individu untuk terlibat dalam kejahatan.

Ketiga, pemahaman tentang kejahatan struktural mempromosikan adanya tanggung jawab kolektif dalam memerangi kejahatan. Giddens menekankan bahwa kejahatan tidak dapat diatasi hanya dengan upaya penegakan hukum semata, tetapi memerlukan kerjasama dan partisipasi dari seluruh masyarakat. Dengan menyadari dan mengenali faktor-faktor struktural yang berkontribusi terhadap kejahatan, masyarakat dapat berperan dalam mengubah dan membentuk struktur sosial yang lebih adil dan berkeadilan.

Secara keseluruhan, pemahaman tentang kejahatan struktural dan analisis terhadap faktor-faktor struktural sangat penting dalam memerangi kejahatan. Pendekatan ini membantu menggeser fokus penanganan kejahatan dari individu ke struktur sosial, mengidentifikasi akar permasalahan, dan mempromosikan tanggung jawab kolektif dalam menciptakan masyarakat yang lebih aman, adil, dan berkeadilan.

Referensi/Citasi:

Eldija, F. D., & Mastutie, F. (2016). Panoptic Architecture. Media Matrasain, 13(1), 16-23.

RIDHWAN, A. (2014). Karya dan kekuasaan pengarang: Pemikiran dan gaya naratif mutakhir Anwar Ridhwan. Jurnal Melayu Jilid, 12(1), 70.

Alkaf, A. M., & Sutrisno, B. (2019). Smart Surveillance Dan Keteraturan Sosial (Studi Kasus Implementasi Smart City Di Kota Bandung). Jurnal Sosioteknologi, 18(1), 91-105.

Arismunandar, S. (2009). Panopticon sebagai Model Pendisiplinan Masyarakat.

Lyon, D. (1994). The electronic eye: The rise of surveillance society. U of Minnesota Press.

Lyon, D. (2003). Surveillance after september 11 (Vol. 11). Polity.

Lyon, D. (2007). Surveillance, security and social sorting: emerging research priorities. International criminal justice review, 17(3), 161-170.

Thoyibbah, I. (2015). Makna kejahatan struktural korupsi dalam perspektif teori strukturasi Anthony Giddens. Jurnal Filsafat, 25(1), 134-171.

Erlina, E. (2014). Analisa Kriminologi terhadap kekerasan dalam kejahatan. Al Daulah: Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan, 3(2), 217-228.

Julianti, S. (2017). Kekerasan Struktural terhadap Orang Lanjut Usia sebagai Hasil dari Konstruksi Sosial yang Merendahkan tentang Lansia (Studi Pada Penghuni Panti Werdha Di Bekasi). Jurnal Kriminologi Indonesia, 9(2).

Portacolone, E., Perissinotto, C., Yeh, J. C., & Greysen, S. R. (2018). “I feel trapped”: The tension between personal and structural factors of social isolation and the desire for social integration among older residents of a high-crime neighborhood. The Gerontologist, 58(1), 79-88.

Sampson, R. J., & Groves, W. B. (1989). Community structure and crime: Testing social-disorganization theory. American journal of sociology, 94(4), 774-802.

Crank, J. P. (2003). Institutional theory of police: a review of the state of the art. Policing: an international journal of police strategies & management, 26(2), 186-207.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun