“Laki-laki. Jangan salah paham. Dia bukan siapa-siapa” elakku
“Tidak. Ya sudah, aku ijinkan.” Ujar Rio.
“Hmm, kalau kau ada apa-apa, telepon aku, ya?” lanjutnya.
“Ya. terima kasih.”
Aku ke luar dari rumah. Di luar, cuaca panas menyengat. Matahari bersinar terik, membuatku tak henti-henti meneteskan bulir keringat di tubuhku. Kepalaku menunduk ke bawah dan kedua mataku menatap aspal jalanan seolah aku sedang menghitung derap langkahku. Akanke manakah aku? Ke taman? Tidak. Dika tidak akan mungkin ada di sana panas-panas seperti ini. Lagi pula kalau ke taman, dia pasti mengajakku, tidak mungkin pergi sendirian. Lalu, akan ke manakah tujuanku berjalan? Oh, aku tahu! Aku akan ke kosannya Dika saja. Aku pernah diajak main ke kosan Dika. Aku hafal benar jalan menuju ke sana dan itu hanya membutuhkan waktu 10 menit dari taman.
Aku berjalan terus mengikuti arah yang kuingat menuju kosan Dika. Tak lama, sampailah aku di depan sebuah rumah susun bertingkat dengan cat berwarna abu-abu. Kamar kosan Dika terletak di lantai dasar, di paling ujung koridor rumah itu. Aku masuk ke dalam dan menyusuri koridor, melewati kamar demi kamar kosan. Dan, sampailah aku di ujung koridor tepatnya di depan pintu kamar kosan Dika. Pintu kamar yang bercat warna putih dan beberapa stiker yang ditempel secara acak di depan pintunya itu menanti segera kuketuk. Ada keraguan dalam batinku saat akan mengetuk pintu. ketuk, tidak, ketuk, tidak. Ah! Bukankah aku harus meminta kejelasan mengapa tak ada kabar darinya selama seminggu belakangan ini, batinku meluap. Namun, sesuatu membuat aku terpaku kaku dan menenggelamkan hasratku untuk mengetuk pintu itu. Terdengar suara seorang wanita dari dalam kamar!
“Sayang, kita ke luar yuk. Kita jalan-jalan ke mana gitu. Aku bete nih di kosan kamu terus.”
“Iya, sayang, kita mau ke mana?”
“Ya, ke mana aja deh sayang, pokoknya aku bete diem aja di kosan kamu. Aku kepingin refreshing sayannnng..” dengan nada menjijikkan ala wanita jalang.
Aku terpaku. Membisu. Aku mencoba mengintip ke dalam melalui jendela kamar kosan Dika. Samar-samar kulihat Dika bersama dengan seorang wanita di dalam.
“Ya sudah sayang. Aku ambil handuk dulu ya, mau mandi dulu” Dika memeluk mesra wanita itu sambil mengecup keningnya.