Mohon tunggu...
Didik Sedyadi
Didik Sedyadi Mohon Tunggu... Administrasi - Suka berdiskusi tentang matematika bersama anak-anak SMAN 1 Majalengka. Hobby menulis. Tinggal di Majalengka Jawa Barat

Suka berdiskusi tentang matematika bersama anak-anak SMAN 1 Majalengka. Hobby menulis. Tinggal di Majalengka Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cerpen: Bayangan di Pelaminan

6 Oktober 2015   23:29 Diperbarui: 6 Oktober 2015   23:59 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Tidak semuanya.” kata Rasman seraya duduk di samping istrinya.

Hingga beberapa lama Mustirah diam. Rasman yang tahu istrinya habis menangis hanya bisa meyakinkan diri bahwa perempuan itu memang habis menangis.

“Kenapa pagi-pagi menangis.”

“Aku tidak menangis.”

“Sudahlah….. aku takut kau stress, berteriak dan menangis. Kalau memang ada ganjalan hati, menangislah dulu sepuasnya. Nanti aku ke sini lagi.” kata Rasman sambil beranjak. Tirah diam.

Ketika Rasman keluar kamar, Tirah mendesah. Akankah aku mengatakan apa adanya apa yang aku rasakan? Pikir Tirah. Hati Tirah berdebar. Jika ia katakan itu kepada suaminya, mungkin suaminya akan marah. Kecewa. Atau, entah apa lagi yang bakal muncul sebagai respon atas apa yang ia rasakan.

Perlahan Tirah bangkit. Perempuan itu berjalan perlahan. Bersandar pada kusen pintu kamar. Ia lihat suaminya sedang duduk termenung.

“Kau tidak berangkat lagi Kang?” tanya Tirah pelan.

“Tidak.”

“Ban sepedamu?”

“Gampang, nanti kutambal sendiri saja.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun