“Dua belas juta tiga ratus dua puluh lima ribu rupiah!”
“Kaaaang?????!!!! Ini tabungan Akang?”
“Iya.”
“Akang dapat uang dari mana bisa menabung sebanyak ini?”
“Hampir seumur anak kita Tirah. Sekitar sepuluh tahun menabung. Aku usaha apa saja, di luar aku dagang mainan anak-anak. Semuanya aku rahasiakan.”
“Usaha apa?”
“Apa saja. Akang suka diminta mencarikan burung untuk dijual belikan. Kadang-kadang akang ada yang menyuruh di perjalanan. Dua tahun yang baru lewat, mungkin ini rizki akang yang paling besar, akang jual beli batu akik. Hasilnya lumayan besar. Cukuplah sisa anak-anak sekolah, hasilnya aku tabung. Sayang sekarang kondisi akik mulai lesu…….”
“Kalau akang mengajak aku memperbaharui menikah lagi, aku tidak mau Kang!”
“Tidak Tirah. Dengar, aku menabung sebenarnya ingin mengajakmu pergi umroh Tiraaaah….. umroh…. Ya…. umm… “ tenggorokan Rasman tersekat.
Kalimatnya tertahan. Matanya terasa panas. Rasman mengatubkan bibirnya lekat-lekat. Namun tak urung laki-laki tak dapat menahan air matanya. Rasman memeluk Tirah. Kepalanya dibenamkan di dadanya. Kini keduanya menangis. HIngga beberapa jenak keduanya mulai datar perasaannya.
“Kang ….. aku ti …. tidak menyangka Akang punya niat seperti ini.”