Mohon tunggu...
Didik Sedyadi
Didik Sedyadi Mohon Tunggu... Administrasi - Suka berdiskusi tentang matematika bersama anak-anak SMAN 1 Majalengka. Hobby menulis. Tinggal di Majalengka Jawa Barat

Suka berdiskusi tentang matematika bersama anak-anak SMAN 1 Majalengka. Hobby menulis. Tinggal di Majalengka Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cerpen: Bayangan di Pelaminan

6 Oktober 2015   23:29 Diperbarui: 6 Oktober 2015   23:59 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi menjelang siang Tirah mengantar suaminya berangkat mengais rizki. Dipandangi suaminya hingga hilang di pengkolan gang kecil. Setelah itu perempuan yang biasa menjadi tukang cuci di rumah Bu Lurah bersiap-siap mengganti pakaian dengan yang lebih bagus. Hari itu memang ia dapat ijin dari Bu Lurah untuk tidak mencuci, sebab rumah Pak Kandar hanya berselang empat rumah, malu kalau tak ada yang ikut meramaikan hajatan.

Halaman Pak Kandar telah ramai. Persiapan penyambutan pengantin laki-laki telah dilakukan sejak dua hari lalu. Panggung pelaminan telah terpasang megah. Kursi-kursi telah rapi berderat. Tempat prasmanan telah siap dengan hidangan yang bermacam-macam. Di pinggir jajaran kursi telah siap pula panggung hiburan organ plus.

Tak berapa lama sesuai jadwal perhitungan mantu, rombongan pengantin pria datang. Kegiatan  penyambutan berlangsung. Adat daerah dengan segala keunikan dengan kearifan lokal disajikan, dengan salah satu tujuan pula untuk tetep melestarikan budaya daerah. Tentu, bagi calon pengantin, dan dua keluarga yang akan bersatu, acara ini menjadi sebuah momen sacral sekaligus meriah yang tak akan dapat dilupakan.

Kini Tirah telah berada di kerumunan ratusan orang, baik rombongan tamu pengantar maupun penyambut maupun penggembira dari kampung sendiri. Tirah melihat di gang masuk lingkungan hajatan banyak orang berjualan. Perempuan itu mendesah. Ia ingat Rasman suaminya. Ia berdoa semoga dagangan suaminya laris seperti dagangan pedagang di lingkungan Pak Kandar. Sebagian focus ke acara. Sebagian lain ada kegiatan sendiri. Tak ketinggalan pula suasana yang penuh keceriaan itu ditimpa suara anak-anak kecil yang meminta mainan. Sebagian ibu-ibu menuruti permintaan anak-anaknya, sebagoan lagi bersungut-sungut sambil mengendong anaknya menjauh dari penjual mainan. Bahkan ada yang mencubit paha anaknya agar diam.

“Penjual sialan! Bikin anak kecil ribut saja …. Memangnya semua orang punya uang apa?!” keluh ibu-ibu yang menggendong anaknya beringsut mundur dari jajaran depan. Kini berdiri berdampingan dengan Tirah.

“Biasa anak kecil bu …. “ Tirah reflek menimpali keluhan ibu-ibu.

“Iya sih, tapi ya itu, bikin anak ribut. Lah namanya anak-anak kadang-kadang tak bisa mengerti kesulitan orang tua.”

“Iya …iya …..”

Tirah manggut-manggut sambil menjauh dari ibu tadi. Hatinya merasa tersindir. Andai ibu tahu jika suamainya sedang berjualan mainan yang sama di tempat lain. Tapi ia tak memperpanjang perasaannya. Perempuan setengah baya itu mundur hingga berdiri di jajaran yang paling belakang.

Dari tempat itulah Mustirah menonton seluruh acara mulai dari acara penambutan, serah terima calom pengantin, akad nikah hingga acara kedua pengantin yang telah resmi menjadi. Musik khas daerah degung yang mengiringi setiap prosesi pernikahan putri Pak Kandar benar-benar membawa suasana yang sakral. Semua hadirin tampak seperti terhipnotis.

Tirah menelan ludah. Dadanya terenyuh. Bibirnya terkatub. Tak terasa, kelopak matanya panas. Desakan air mata yang mengembang tak dapat ditahan. Kerongkongannya sesak. Perlahan perempuan itu mengusap air matanya dengan punggung tangannya. Tirah berusaha bertahan menahan isaknya. Berat. Akhirnya merasa tidak mampu menahan isaknya, ia diam-diam menyelinap dengan menunduk berjalan cepat meninggalkan halaman rumah Pak Kandar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun