"Urusan apa?"
"Rakhyan Mahesa,"
"Kok jadi dia sih?"
"Tin, loe ga bisa bohong ma gue. Sakit and amarah loe itu bakal loe pertahanin ampe kapan?"
"Biarin aja. Itu namanya karma, Ran."
"Trus apa bedanya loe ama dia?"
Aku terdiam atas ucapan Ranti. Entah mengapa, beberapa hari ini, perkataan Mbak Watik juga memenuhi kepalaku.
"Udah, gue tahu elu, Tin. Ada baeknya loe selesaikan sekarang ama dia. Tahu ga, apa yang paling berharga di dunia ini?"
Aku hanya meliriknya.
"Waktu, Tin. Jangan sampe loe nyesel ntar."
Perkataan Ranti ternyata cukup ampuh untuk membawa langkahku menyusuri lorong rumah sakit tempat Rakhyan dirawat.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!