"Maaf, ini sudah lewat jam kunjung pasien, Mbak. Silahkan keluar," salah seorang perawat membimbingku yang masih memohon untuk menemani Rakhyan.
Tiba-tiba detak jantung Rakhyan menghilang. Tak terdeteksi di layar monitor. Hanya garis lurus terlihat di sana.Â
Suara nyaring detak jantung Rakhyan pun menghilang, tinggal satu suara panjang dari EKG yang terdengar.
Beberapa dokter dan perawat segera berlari mendapatkannya. Sedang perawat yang lain segera memintaku keluar ruang ICU.
Tak kuduga hariku dengan Rakhyan berakhir seperti ini. Tapi bukan ini yang kuharapkan. Tidak. Sekali ini saja, kuingin habiskan waktuku dengannya.
"Bukan seperti ini, Tuhan... Bukan ini yang kuminta, kumohon....." jerit tangisku segera meledak.
Bo'ing memelukku erat. Ada air mata yang mengalir di sudut matanya, setelah salah seorang dokter menyatakan nyawa Rakhyan sudah tak tertolong lagi.
Ya, Rakhyan Mahesa telah pergi. Ia meninggalkan kami berdua tanpa sepatah kata pun yang terucap.
Lirih dalam hatiku, aku berbisik, 'Rama,...ini Shinta, aku rindu ....'
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H