"Auuuwwww!"
Aku memekik tertahan karena kaget dan kesakitan. Rambutku dijambak dari belakang.
"Mas, kamuuu..." kataku dengan suara tercekat.
"Sekali lagi kamu menjelek-jelekkan keluargaku. Aku tak segan-segan memukulmu," desis suamiku dengan tangan yang masih menjambak rambut ini dan sebelah tangannya lagi mencengkeram wajahku.Â
Setelah itu ia keluar dari kamar sambil membanting pintu. Aku benar-benar shock. Tidak menyangka suamiku yang tampan bisa sekasar ini. Untung anakku sedang bermain di luar. Jadi tidak melihat kelakuan bapaknya. Untung juga ibu sudah tiada. Sehingga tidak melihat anak semata wayangnya diperlakukan seperti ini.
Mengingat ibu, air mataku jatuh. Aku menangis. Ibuku saja tidak pernah mencubit. Suami yang baru lima tahun bersama malah tega menyakitiku. Hatiku sakit sekali diperlakukan seperti ini. Hanya salat dan sabar yang bisa kulakukan.
Tetapi ketika suamiku berani memukul hanya karena fitnah yang dilontarkan adiknya. Kesabaranku hilang.
"Ceraikan aku! Aku tidak terima diperlakukan seperti ini. Aku akan keluar dari rumah ini. Anak aku bawa!" teriakku.
Dengan menggendong si buah hati dan menjijing tas berukuran sedang, aku mencium tangan ibu mertua. Meski hati ini enggan. Aku tetap pamit dengan sopan.
Herannya, mereka semua diam saja. Mungkin mereka menganggap aku beban. Tidak bekerja, memiliki anak pula. Jadi keluarnya aku dari rumah justru meringankan beban.
                * * * * *