Mohon tunggu...
Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Pahlawanku] Nona Majikan dan Sepenggal Kisah Cintanya

17 Agustus 2019   00:07 Diperbarui: 19 Agustus 2019   13:19 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ya, Allah. Batinku merintih. Suami yang seharusnya mengangkat derajat kami justru berkelakuan bejat. Benar, mabuk dan judi itu bisa membutakan mata hati orang. Aku korbannya.

Aku jadi memahami, kenapa ada perceraian? Kenapa ada orang yang ingin bunuh diri? Karena tak kuat menanggung beban hidup yang berat.

Bayangkan? Tidak punya pekerjaan, tak punya sanak saudara, tak punya tempat tinggal, harus menghidupi anak. Aku yang hanya memiliki satu anak saja pusing. Apalagi mereka yang memiliki banyak anak?

Tetapi anak merupakan amanah dari Allah. Seperti apapun kondisinya, aku harus menjaga amanah ini. Dengan uang tabungan rahasiaku. Aku mulai menata hidup.

Mencari kontrakan, mencari sekolah yang baik agar anakku terjaga dan terarah. Aku pun bisa bekerja dengan tenang. Aku harus mencari uang tetapi waktu dengan anak tetap terjaga. Aku tidak ingin ia terabaikan akibat kesibukanku mencari uang. Tapi kerja apa?

Tiba-tiba tukang ojek online melintas di depanku. Seketika itu juga kuputuskan untuk menjadi tukang ojek online. Itu pekerjaan yang tepat pikirku. Waktu kerjanya bisa kuatur sendiri. Semangatku berkobar merencanakan semua  itu.

Begitu sadar tak memiliki motor, perasaan ku seperti dihempaskan dari ketinggian. Untung pemilik kontrakannya baik, berkat bantuannya aku bisa membeli motor bekas dengan sisa tabungan yang ada.

Puluhan tahun aku berjuang di jalanan demi anak. Tak terlintas untuk menikah lagi. Trauma. Alhamdulillah aku dikaruniai anak yang baik dan pintar. Bea siswa di perguruan  tinggi ternama ia sabet. Aku teringat ibu. Anakku seperti ini lantaran doa ibu juga. Ibu. Aku menangis menyebut namanya.

Tangis dari segala tangis adalah saat melihat anakku mengenakan toga. Di sebuah gedung yang megah. Di antara orang tua lain yang bisa jadi mereka adalah pengusaha dan orang-orang berada. Aku berdiri menyaksikan anakku wisuda. 

Bibirku bergetar kala menyebut satu nama. Nona majikan. Di manakah dia kini? Jasanya luar biasa.  Berkat dirinya aku bisa naik motor. Bisa menjadi ojek online. Hingga bisa menghantar anakku meraih gelar sarjana. (EP)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun