Mohon tunggu...
Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Pahlawanku] Nona Majikan dan Sepenggal Kisah Cintanya

17 Agustus 2019   00:07 Diperbarui: 19 Agustus 2019   13:19 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Non, saya takut ketabrak. Motor dibelakang kencang-kencang lajunya."

"Biar saja ditabrak. Biar mati sekalian,"sahut Non Arum dengan entengnya.

"Astagfirullah. Jangan bilang begitu Non. Mati bukan akhir dari segalanya.. Justru awal kehidupan yang baru dan abadi," kataku sambil menyelipkan beberapa nasihat agama yang kudengar saat mengaji.

Non Arum diam saja. Aku tak peduli ia mendengar atau tidak. Aku hanya menyampaikan kebenaran yang kuketahui.

Sejak itu Non Arum selalu mengajakku jika keluar rumah. Tentu saja dengan aku yang memegang kemudi alias yang membawa motornya. Tiap kali aku menolak karena takut jatuh. Dengan entengnya ia berujar, "Biar mahir. Kalau sering-sering bawa motor kan cepat bisa kamunya."

Aku mengiyakan dalam hati. Non Arum dengan sabar memberi pengarahan dari belakang.  Sedikit demi sedikit aku mulai luwes membawa motornya. Mulai berani menyalip kendaraan lain. Hubunganku dengan Non Arum pun lebih luwes. Layaknya teman. Ia jadi sering curhat mengenai sikap mamanya. Serta apa yang terjadi di rumah.

Sayang kebersamaan itu tak berlangsung lama. Setelah menikah, Non Arum tinggal dengan suaminya. Terakhir mengunjungi ibu nyonya, terjadi pertengkaran hebat. Non Arum menangis begitu juga dengan ibu nyonya. 

Beberapa hari kemudian ibu nyonya memanggil ibuku. Usai pertemuan itu kami tak bekerja lagi di rumah ibu nyonya. Rumah itu akan dijual dan ibu nyonya pindah ke Semarang untuk tinggal bersama adiknya. Begitu penjelasan ibu.

                               * * * * *

Di satu sisi aku senang. Itu artinya ibuku tak harus bekerja sebagai asisten rumah tangga lagi. 

"Ibu istirahat saja di rumah. Biar aku yang bekerja. Aku akan mencari pekerjaan apa saja yang penting halal," kataku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun